Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

La Bete Humaine (Hati Iblis)

gambar
Rp.100.000,- Rp.70.000,- Diskon
Judul: La Bete Humaine (Hati Iblis)
Penulis: Emile Zola
Penerbit: Gramedia, 2018
Tebal: 560 halaman
Kondisi: Bagus (Ori Stok lama)

Sebagai novel bergenre thriller psikologis, cerita yang diangkat di dalamnya cukup sukses membuat pembaca menyelami jalan pikiran seorang pembunuh, mengaduk-aduk emosi, juga turut membawa pembaca ke dalam momen-momen menegangkan.

La Bête humaine mengisahkan kehidupan sepasang suami istri yang tampak harmonis, Roubaud dan Séverine. Roubaud bekerja sebagai kepala stasiun, dan tidak mengetahui bahwa istrinya menyimpan rahasia kelam—yang menjadi awal segala malapetaka. Dan, rahasia kelam itulah yang membawa Roubaud dan Séverine menjadi pembunuh yang penuh siasat di suatu malam, di kereta.

Buku ini banyak menceritakan usaha Roubaud dan Séverine untuk berdamai dengan penyesalan dan ketakutan pasca-pembunuhan; bagaimana pembunuhan itu mengubah kehidupan mereka—alih-alih menyelesaikan masalah, mereka justru semakin tertekan, agresif, dengan emosi yang amat mudah tersulut.

Pernikahan mereka turut terkena imbasnya, kemudian berada di ambang kehancuran, terutama setelah Roubaud mulai mengalihkan depresi yang ia alami lewat berjudi dan mabuk-mabukan, juga harus berhadapan dengan rasa cinta terhadap istri yang kian luntur. Pada saat yang sama, Séverine berselingkuh dengan lelaki yang ia anggap menawarkan rasa aman dan nyaman, namun ternyata memiliki gangguan psikologis akut.

Selingkuhan Séverine itulah yang, menurut saya, memiliki peranan yang lebih sentral ketimbang dua tokoh utama lainnya. Jacques (nama lelaki itu) memiliki obsesi untuk membunuh perempuan cantik sejak dulu. Kendati begitu, ia selalu berusaha mengendalikan dorongan kompulsif dalam kepalanya—sebab di luar gangguan psikologisnya itu, ia merupakan lelaki yang baik dan peduli pada orang lain. Dan, saya pikir, Zola begitu piawai dalam menggambarkan jalan pikiran dan emosi Jacques saat dorongan-dorongan itu muncul, hingga pembaca sulit untuk tidak berempati padanya.

Zola bisa menceritakan dilema yang dihadapi Jacques secara apik dan realistis; saat dorongan untuk membunuh menguasai dirinya, lalu tiba-tiba sekelebat cinta dan rasa kasihan muncul, membuatnya mengurungkan niat itu, lalu dorongan itu muncul lagi, dan begitu seterusnya. Pembaca seakan-akan digiring untuk turut tersiksa dalam kondisi psikologis yang demikian kacau.

Sebenarnya, cerita yang diangkat sangat khas abad ke-19: drama perselingkuhan, balas dendam, dan pembunuhan, yang saya pikir akan membosankan karena mudah diterka. Namun, cara Zola menceritakan adegan demi adegan begitu realistis dan detail, membuat kita seolah mengenal atau memiliki ikatan emosional dengan tokoh-tokohnya.

Selain itu, yang menjadi kelebihan novel ini adalah pesan penting yang terkandung di dalamnya. Melalui cerita ini, Zola ingin berpesan bahwa balas dendam tak akan membuat penderitaan kita berakhir. Sebaliknya, penderitaan-penderitaan baru akan bermunculan, seperti rantai yang sulit diputus. Menurut saya, cerita yang gelap semestinya memang tetap membawa pesan kemanusiaan, dan novel ini adalah salah satu yang patut saya acungi jempol. Pesan dalam cerita ini akan tetap relevan sampai kapan pun dan bisa berlaku untuk siapa saja, kendati peradaban manusia sudah semakin progresif.
Pesan Sekarang