Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Islam

Judul: Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Islam
Penulis: Abdul Aziz
Penerbit: Alvabet, 2011
Tebal: 424 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 80.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312



Para pemikir dan aktivis Islam politik meyakini bahwa pengorganisasian masyarakat Muslim Arab di Madinah pada masa Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin merupakan wujud Negara Islam. Keyakinan ini lebih didasarkan pada pemahaman normatif-ideologis atas sejarah Islam awal. Pemahaman seperti ini ini menempatkan Negara Islam pada posisi sakral, bahkan dianggap tipe ideal (ideal type) bentuk negara yang wajib dibangun kembali oleh umat Islam dewasa ini.

Pemahaman ini perlu diuji kesahihannya. Dengan pendekatan dan metode interpretasi historis-sosiologis, buku ini menyuguhkan pandangan baru yang memaparkan secara proporsional kontribusi Islam bagi pembentukan negara (state formation) pada masa-masa awal. Pendekatan ini membuka ruang pemahaman yang lebih mendekati realitas sebenarnya kehidupan masyarakat Muslim Arab masa itu.

Dalam buku ini, penulis menyatakan bahwa Islam dan tradisi Arab jahiliah sama-sama memberi andil bagi kemunculan “Chiefdom Madinah”, yakni sebentuk pranata kekuasaan terpusat pra-negara (pre-state) yang jadi sumbu tata kelola masyarakat Muslim Arab di Madinah dan wilayah taklukannya di masa Rasulullah saw dan keempat khalifah penggantinya. Praktik pengorganisasian kekuasaan kala itu memang menyerap banyak elemen sosial-budaya setempat, bersifat sementara, ad hoc, dan belum menampakkan bentuknya yang matang. Jadi, tidaklah tepat menganggap praktik pengorganisasian Chiefdom Madinah sebagai Negara Islam.

Setelah Nabi hijrah dari Makah ke Yatsrib, kota yang di kemudian hari dikenal dengan nama Madinah itu dicatat sejarah sebagai pusat pengorganisasian dakwah Islam dan peletakan dasar bangunan ideal sebuah negara. Tapi tak sedikit pemikir muslim yang mengukuhkan Madinah sebagai wujud negara Islam. Negara yang “ideal” tidak saja untuk ditengok, melainkan juga dibangun kembali dewasa ini.

Dasar pemikiran itulah yang kemudian melahirkan “gerakan ideologis-normatif” yang menggugat bentuk negara (sekuler) di belahan dunia --termasuk di Indonesia—dan bersikeras (menggantinya dengan) membangun negara Islam. Tapi di tengah perdebatan itu, Abdul Aziz melalui buku Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Islam ini justru bertanya cukup menukik: apakah Madinah bisa disebut negara Islam?

Dengan tegas, penulis yang menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI (2007-2012) ini menandaskan bahwa Madinah belum bisa disebut sebagai negara Islam melainkan Chiefdom Madinah. Karena masa itu, Madinah tidak lebih sebentuk pranata kekuasaan terpusat pra-negara (pre-state) dan itu menjadi cikal tata kelola masyarakat Muslim Arab di Madinah dan daearh taklukan –baik di masa Nabi maupun Khulafaur Rasyidin.

Sementara praktik pengelolaan kekuasaan waktu itu pun masih mengakomodasi banyak elemen sosial-budaya setempat, bahkan bersifat sementara. Memang, menurut penulis, kehadiran Islam memberikan amunisi serta menjadi pendorong sentripetal bagi masyarakat Arab di Semenanjung Arabia dalam proses menuju suatu negara (pre-state). Tapi, harus diakui bahwa Islam bukan menjadi pemeran dan penyumbang satu-satunya karena tradisi Arab Jahiliah pun turut andi.

Dengan konteks itu, penulis berkesimpulan: praktik pengorganisasian Chiefdom Madinah tak tepat disebut Negara Islam. Dengan metode interpretasi historis-sosiologis, penulis mengenalkan Madinah dalam konteks historis. Karena Islam -di Madinah- telah memberi sumbangan bagi pembentukan negara (state formation) di masa-masa awal.

Tapi, melihat Madinah dengan sudut pandang teori negara modern, rasanya tak adil. Sebab Chiefdom Madinah berkembang 14 abad yang lalu. Walau bagaimana pun Madinah tetap sebentuk pranata kekuasaan modern di masa itu bahkan bisa dikata telah melampaui zamannya.