Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang

gambar
Rp.78.000,- Rp.60.000 Diskon
Judul: Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Penulis: Fumio Sasaki
Penerbit: Gramedia, 2018
Tebal: 280 halaman
Kondisi: Bagus (Ori Segel)

Seringkali kita mengira bahwa kepuasan akan diraih saat kita memiliki barang yang kita inginkan. Meskipun barang-barang tersebut tidak kita butuhkan. Nyatanya, kita hanya merasakan kebahagiaan saat awal memiliki barang baru. Setelah beberapa waktu, kita akan terbiasa dengan kehadiran barang tersebut dan rasa bahagia tadi akan menurun bahkan menghilang.Fumio Sasaki, seorang pemuda Jepang bergaya hidup maksimalis yang hijrah menuju kehidupan yang serba minimalis. Ia membagikan proses perubahannya melalui buku Good Bye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang. Ia pun juga membagikan kisah hidup para minimalis di Jepang, mulai dari yang masih lajang hingga yang sudah berkeluarga.

Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa orang kaya yang memiliki banyak barang mewah adalah orang yang beruntung. Padahal tanpa kita tahu, mereka juga merasakan kebosanan saat barang yang mereka inginkan telah dimiliki. Misalnya, seorang artis papan atas memiliki koleksi tas mewah. Suatu hari ia membeli tas limited edition keluaran terbaru. Selang beberapa waktu ia mengalami kebosanan dan berniat membeli tas branded lagi. Begitu seterusnya hingga ternyata ia sudah memiliki koleksi tas yang memenuhi beberapa lemari di rumahnya.

Awalnya ia mengira akan bahagia jika memiliki tas pertama. Namun setelah memilikinya, ia ingin tas branded lainnya yang menurutnya ia akan bahagia jika memilikinya. Begitu seterusnya hingga akhirnya timbul pertanyaan, di mana kah sebenarnya kebahagiaan itu?

Ternyata kebahagiaan bukan berasal dari banyaknya barang yang kita miliki maupun yang kita inginkan, karena kebahagiaan itu diciptakan dari diri kita yang merasa cukup. Minimalis merupakan seni menjalani kehidupan yang sederhana dan menciptakan kebahagiaan dari dalam diri sendiri, bukan dari barang yang kita miliki.

Fumio mengajak pembaca untuk merenung bahwa menuruti keinginan tidak akan ada habisnya. Bahkan ia memaparkan bahwa semakin sedikit barang yang kita miliki maka semakin mudah kita menciptakan kebahagiaan. Menurutnya, perubahan perilaku dari mengumpulkan barang-barang menuju menyedikitkan barang dapat membantu mengubah kehidupan jauh lebih bahagia. Mungkin tampak tidak masuk akal namun ternyata pernyataan Fumio tersebut senada dengan hasil penelitian seorang psikolog bernama Sonja Lyubomirsky yang menunjukkan bahwa kebahagiaan manusia yang berasal dari lingkungan termasuk barang-barang yang ia miliki hanya menempati porsi 10 %. Jauh lebih sedikit dibandingkan oleh kebahagiaan yang berasal dari tindakan manusia itu sendiri yang mencapai 40 % dan kebahagiaan yang berasal dari genetik menempati posisi paling tinggi yaitu mencapai 50%.

Penduduk Jepang telah mengenal cara hidup minimalis sejak zaman dahulu. Kita bisa lihat rumah tradisional Jepang yang tampak sederhana dengan beberapa barang di dalamnya dan menerapkan ruangan multifungsi yang membuat sedap dipandang mata karena tampak lebih rapi dibandingkan dengan rumah yang memiliki banyak barang. Namun seiring berjalannya waktu, warga Jepang sudah mulai hidup dengan gaya konsumerisme. Hingga akhirnya, sekitar satu dekade terakhir gaya hidup minimalis mulai digandrungi lagi. Terlebih saat Marie Kondo mencetuskan ide sederhananya tentang seni merapikan rumah. Masyarakat Jepang semakin antusias dan hingga sekarang minimalis pun menjadi gaya hidup yang diminati lagi di sana.

Buku dengan tebal sebanyak 280 halaman ini menarik pembaca bahkan hanya dari judulnya saja. Pemaparannya yang ringan membuat buku yang terbit di Jepang pada tahun 2015 ini tidak membosankan saat dibaca. Meskipun buku terjemahan, namun tetap asyik dan tidak membuat pembaca sulit untuk memahaminya. Terlebih temanya yang mencakup kalangan luas, membuat siapa pun layak membaca buku ini. Penulis juga menambahkan foto-foto rumahnya maupun tokoh-tokoh Jepang bergaya hidup minimalis yang membuat pembaca lebih mudah mendapatkan gambaran tentang gagasan yang disampaikan penulis.

Meskipun ditulis oleh penulis Jepang dan berdomisili di sana, tidak membuat buku ini hanya sesuai jika diterapkan oleh masyarakat Jepang saja. Karena temanya dekat dengan kehidupan sehari-hari manusia di belahan bumi mana saja maka buku ini pun tak terbatas warga negara. Mempraktekkannya bisa dimulai dari diri sendiri dengan mengurangi barang-barang di dalam kamar kita. Pengurangan barang bisa dengan menjual maupun memberikannya kepada orang yang lebih membutuhkan.
Pesan Sekarang