Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Filsafat Timur: Sebuah Pengantar ke Pemikiran-pemikiran Timur

Judul: Filsafat Timur: Sebuah Pengantar ke Pemikiran-pemikiran Timur
Penulis: Bagus Takwin
Penerbit: Jalasutra, 2003
Tebal: 177 halaman
Kondisi: Bekas (bagus)
Harga: Rp. 50.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
 

Dunia timur yang mencangkup India, Cina, Timur Tengah dan bahkan Indonesia menyimpan potensi filosofis yang begitu besar untuk digali dan dikembangkan. Lepas dari apakah itu timur atau barat, penggalian dan pengembangan pemikiran timur dilakukan agar dapat memperkaya khasanah filsafat. Seperti halnya pemikiran yahudi yang banyak memberikan inspirasi kepada filsuf besar Emanuel levinas, pemikiran timur juga dapat menjadi inspirasi bagi perkembangan sebuah system pemikikiran filsafat yang mendalam, sistematis dan kritis. Pemikiran yang mendalam itu diharapkan kemudian dapat membantu penyelesaian berbagai masalah yang ada pada masa kini.

Dengan demikian, tampaknya filsafat menjadi daerah netral tempat orang bisa memperbincangkan agama tanpa menjadi sakit hati dan semoga tanpa harus saling bunuh. Sebabnya, dalam filsafat orang harus siap untuk meragukan, mempertanyakan, dan membongkar sampai keakar-akarnya, untuk kemudian mengkonstruksi pengetahuannya menjadi pemikiran baru yang lebih masuk akal. Filsafat adalah sebuah wilayah tak bertuan di antara ilmu dan teologi yang siap diserang oleh keduanya. Di sisi lain, filsafat juga memiliki kemungkinan untuk menyerang ilmu dan teologi.

Kalau begitu, pemikiran Timur, yang kebanyakan berupa agama, mungkinkah dikategorikan filsafat? mengingat para pengikut pemikir Timur biasanya hanya mengamalkan saja ajaran-ajaran agamanya. Memang dibutuhkan keterbukaan dan mawas diri untuk berbagai modifikasi sehingga terhindar dari pembekuan pemikiran menjadi ajaran dogmatis. Inilah filsafat dalam pengertian para pemikir Timur seperti Lao Tze, Confucius, SidhartaGautama, paraf filsuf Hindu dan Islam. (hlm. 30)

Filsuf-filsuf Muslim, misalnya. Para Filsuf Muslim ternyata sudahmelakukan sintesis antara wahyu Islam, filsafat Aristotelian, danNeoplatonisme sejak abad IX Masehi. Bagi mereka, tidak ada nilaiyang lebih tinggi daripada kebenaran itu sendiri. Mengesankan sekalifilsuf-filsuf Muslim ini.

Tapi, dari sejumlah nama (Al Kindi, Al Razi, Al Farabi, Ibnu Rusyid,Suhrawardi, Mulla Sadra, dan Muhammad Iqbal) yang paling mengesankan saya adalah filsuf Muhammad Iqbal. Bukan karena beliau adalah doktor filsafat dari Universitas Munich atau latar belakang pengetahuannya yang luas, dari Timur sampai ke Barat. Saya adalah orang awam filsafat. Yang menarik, ego adalah titik tolak Iqbal dalam kajiannya tentang alam dan Tuhan. David Hume (yang filosofinya mirip ajaran Buddha) menolak adanya ego sebagai pusat integrasi berbagai pengalaman manusia. Pandangan empirisme tentang manusia ditolak oleh Iqbal. menurutnya, kita tidak bisa menyangkal adanya pusat yang menyatukan pengalaman-pengalaman yang datang silih berganti. Kesatuan persepsi, berbagai tindakan yang terarah pada satu tujuan, dan penggabungan berbagai pengetahuan sebagai pandangan yang terintegrasi, tidak mungkin adakalau tidak ada ego yang menyatukannya (hlm. 148).

Iqbal juga menolak pantheisme yang menekankan kepasifan dan penolakan ego sebagai keutamaan. Sebagai gantinya ia menegaskan diri yang otentikadalah diri yang kuat, bersemangat, otonom. Bagi Iqbal, manusia berbeda dengan binatang yang semata-mata dimotivasi oleh pemenuhan kebutuhan material seperti dikatakan Marx. Iqbal pun menolak bahwa perilaku manusia digerakkan oleh suatu tujuan yang bukan ditentukannya sendiri seperti hokum sejarah ata pun takdir. Manusia menentukan sendiri tujuannya serta mampu mencapai tujuan itu dengan usaha dan kehendaknya sendiri. (hlm. 151).

Padahal, menurut ajaran Buddha satu-satunya yang saya ketahui sebagai perbandingan penyebab dari penderitaan adalah keinginan dan penyebab dari penderitaan disebut tanha. istilah ini merujuk pada pengertian keinginan demi pemenuhan dir sendri, terikat pada diri sendri dan terpisah dari orang yang lain dan untuk bebas dari penderitaan manusia harus membuang keinginan,menyangkalnya, memisahkan diri, dan tidak memberikan tempat baginya dalam diri (hlm. 65-66). Dalam agama Buddha juga dikenalkonsep anatta yang dalam buku ini ditulis sebagai tanpa ego. Manusia harus menerima dirinya tanpa ego, tanpa jati diri, tanpa jiwa. Menyadari diri yang tanpa ego akan membantu manusisa untuk menyadari bahwa keinginannya pun buka keinginan nyata karena muncul dari ego yag tak nyata. Dengan melakukan ini manusia bebas dari kegelisahan dan bisa hidup tenang dan tentram (hlm. 69).

Buku Pengantar ini terdiri dari tiga bagian: Sekilas Filsafat India,Sekilas Filsafat Cina, dan Sekilas Pemikiran Filsuf-filsuf Muslim. Seperti terlihat dari judul-judul tersebut penekanan yang diberikan pengarang adalah pada pemikiran-pemikiran Islam; mungkin karena pengarang sendiri adalah seorang Muslim atau mungkin karena asumsi bahwa sebagian besar pembaca buku ini adalah Muslim. Cover dari buku ini kurang menarik perhatian pembaca, yang di mana cover tersebut kurang sesuai dengan isi buku itu sendiri. Justru lambang filsafat india, cina dan timur tengah kurang jelas dikarenakan tipis dan tidak terlalu jelas kalau kita mengamati sekilas. Dan isi buku ini kurang saya mengerti sepenuhnya. Tetapi bagi saya karena kurang mengertinya isi buku ini dan saya tertarik untuk mencoba memahami isi buku yang berjudul filsafat timur.

Bagus Takwin juga tidak memberikan kesimpulan apa-apa mengenai perbedaan-perbedaan dalam pemikiran-pemikiran Timur. Ini karena seperti yang tertulis di Penutup yang diharapkan adalah untuk merangsang minat untuk mengkaji pemikiran Timur lebih jauh lagi.