Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nadira (Leila S. Chudori)

gambar
Rp.75.000,- Rp.60.000,- Diskon
Judul: Nadira
Penulis: Leila S. Chudori
Penerbit: KPG, 2017
Tebal: 321 halaman
Kondisi: Baru (Ori Segel)

Sampai empat tahun setelah kematian ibunya, Nadira Suwandi masih dirundung awan kesedihan. Beban persoalan dengan ayah, seorang kakak yang kecewa, dan laki-laki seakan ambruk bertubi-tubi menimpa kepalanya. Nadira lantas berlindung di bawah kolong meja kerjanya. Perempuan muda ini membenamkan diri di dalam air dan di dalam pekerjaannya sebagai reporter sebuah majalah berita. Perlahan Nadira berusaha bangkit dan menghadapi sebuah tanda tanya besar: mengapa ibunya memilih mati bunuh diri?

Nadira merupakan karya fiksi terbaru Leila S. Chudori. Buku ini terdiri dari sembilan cerita pendek dengan tema kehilangan yang kuat dan karakter Nadira sebagai pemersatunya. Cerita-cerita pendek tersebut ditulis dengan rentang waktu yang lama, dan banyak di antaranya yang bisa berdiri sendiri. Menyimak Nadira, pembaca akan mendapat suguhan kompleksitas tema dan karakter. Dunia reportase, tradisi, cinta, harga diri, dan masih banyak lagi bercampur dengan efektif tanpa membuatnya jatuh ke dalam formula sinetron. Buku ini mampu menyedot pembacanya ke dalam alur yang tidak linear. Dengan nyaman penulisnya melompat-lompat ke berbagai highlights dalam kehidupan Nadira. Tidak semua jawaban dari pertanyaan yang ada di dalam buku ini disimpan di cerita pendek yang terakhir. Bisa juga di cerpen-cerpen awal karena formatnya yang kumpulan cerita pendek memungkinkan hal itu.

Kesembilan cerpen dalam buku ini fiksi, jika ada persamaan cerita atau karakter, maka itu kebetulan semata. Namun bukan hal mengherankan apabila ternyata Leila membangun karakter Nadira dengan kehidupan pribadinya sebagai landasan. Keduanya sama-sama berayahkan wartawan, bungsu dari tiga bersaudara, dan menjadi wartawan di majalah berita. Alhasil sosok Nadira menjadi begitu nyatanya, sampai-sampai cerpen yang langsung berfokus pada dirinya terasa lebih menonjol daripada yang tidak. Seperti dalam “Melukis Langit”, “Tasbih”, dan “Kirana”. Walaupun demikian, cerpen-cerpen dengan sudut pandang karakter selain Nadira—misalnya “Nina dan Nadira” atau “Sebilah Pisau”—tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain membuktikan kepedulian Leila pada pengembangan karakter yang lain, cerpen-cerpen tersebut juga memberikan pembaca kesempatan mengenali Nadira melalui interaksinya dengan orang-orang di sekitarnya.

Penulis Fiksi Nadira merupakan satu dari sekian banyak kumpulan cerita pendek yang sudah terbit karya Leila S. Chudori; ‘S’-nya kependekan dari Salikha. Perempuan kelahiran Jakarta, 12 Desember 1962, ini mulai sebagai penulis anak-anak. Karya-karya awal Leila kerap dimuat di majalah Si Kuncung, Hai, dan Kawanku. Ketika dewasa, cerita pendeknya dapat ditemui di majalah sastra Horison, dan Matra. Nadira merupakan karya fiksi pertamanya yang diterbitkan sejak buku kumpulan cerpen Malam Terakhir pada tahun 1989.

Pembaca yang lebih muda bisa jadi lebih akrab dengan sosok Leila S. Chudori sebagai wartawan majalah Tempo yang sering meresensi film, atau malah penulis skenario serial Dunia Tanpa Koma yang dibintangi Dian Sastrowardoyo. Kecintaan Leila pada budaya pop cukup terlihat di dalam berbagai resensinya. Nadira sendiri sangat kental dengan referensi budaya. Mulai dari Alfred Hitchcock sampai Woody Allen, Jane Austen hingga Simone de Beauvoir, serta Lou Reed. Bahkan pada ucapan terima kasihnya saat menulis Leila mengaku ditemani musik di antaranya oleh Thom Yorke dan Everybody Loves Irene!

Jangan-jangan menulis memang merupakan tradisi dalam keluarga Chudori. Ayah Leila, Mohammad Chudori adalah seorang wartawan kantor berita Antara. Saat ini Leila tinggal bersama putrinya Rain Chudori-Soerjoatmodjo, yang juga merupakan penulis dengan kelasnya tersendiri. Beberapa cerpen Rain dimuat di harian berbahasa Inggris, The Jakarta Post. Sebagai peresensi, namanya pun mulai dapat diperhitungkan. Pada JIFFest kemarin, Rain meresensi film (500) Days of Summer untuk The Jakarta Post, yang juga diresensi oleh Leila di Tempo. Agak geli juga membayangkan pasangan ibu dan anak ini duduk bersebelahan di bioskop dengan pena bersenter dan buku catatan masing-masing, lalu ketika film habis mereka berdiskusi seru bak Lorelai dan Rory Gilmore.

Si Anak Emas Sejak diluncurkan pada Oktober lalu, Nadira mendapat sambutan hangat dari para penikmat buku Indonesia. Kumpulan cerita pendek ini tertera dalam daftar buku terbaik 2009 di beberapa blog penggila buku dan mengobati kekangenan mereka akan karya-karya Leila S. Chudori. Pada ulasannya di harian Kompas, prosais Agus Noor merayakan terbitnya buku ini sebagai kembalinya si anak emas dalam sastra Indonesia. Menurutnya sastra di negeri ini sedang kebanjiran isu seksualitas terkait sejumlah penulis perempuan, dan sibuk berkutat dengan pengagungan metafora sampai-sampai melupakan cerita yang hendak disampaikan. Agus menulis, “… pada dasarnya prosa yang baik tidak melupakan unsur pembentuk cerita, semisal karakter, kompleksitas psikologis tokoh, dan cara pandang yang segar … Dengan begitu kisah menjadi lancar dan melibatkan pembaca secara emosional.”

Kontroversial memang. Namun terlepas dari perdebatan tentang bagaimana prosa yang baik itu seharusnya, Nadira memang enak dibaca. Begitu pembaca mulai menyimaknya, buku ini akan sulit diletakkan lagi. Saat selesai, sulit untuk tidak membaca ulang bagian yang difavoritkan. Ario Anindito memberi ilustrasi cerita dengan nuansa komik superhero Amerika Serikat. Kesannya muda dan segar. Kekhasan lain dari kumpulan cerpen ini adalah kelenturan Leila S. Chudori dalam melakukan senam metafora. Metaforanya tidak melulu memberikan kesan indah, tetapi juga dapat memberikan kesan sinis, atau lucu, meskipun kadang-kadang agak berlebihan juga terutama kalau digunakan dalam percakapan.
Pesan Sekarang