Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Paus Wanita: Misteri Paus Joan

Judul: Paus Wanita: Misteri Paus Joan
Penulis: Rosemary & Darrol Pardoe
Penerbit: Alas Publishing, 2007
Tebal: 233 halaman
Kondisi: Cukup (stok lama)
Harga: Rp. 30.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
 

Paus Joan adalah wanita yang menjadi pemimpin tertinggi di Gereja Katolik Roma pada abad pertengahan. Banyak orang telah mendengar namanya, tetapi sejarah dan legenda mengenai dirinya masih belum banyak diketahui. Gambaran Paus Joan menjadi akrab bagi kebanyakan orang lewat kartu paus wanita atau pendeta tertinggi wanita yang termasuk dalam Major Trumps dalam kartu Tarot. Sebagian orang mengenal Paus Joan lewat buku-buku yang diterbitkan kalangan feminisme yang menilai dia sebagai korban dari sebuah skandal yang ditutup-tutupi oleh gereja.

Namun, siapakan Paus Joan sesungguhnya? Untuk membuktikannya dibutuhkan penelitian sejarah atas bukti-bukti yang dianggap memiliki kaitan dan penjelasan ke arah tersebut. Tanpa itu, ia hanyalah dongeng, mitos, cerita fiktif yang tidak bisa dijadikan pijakan bahwa sesuatu dikatakan sebagai sejarah.

Rosemary dan Darroll Pardoe, lalu menyingkap misteri wanita paus ini. Dalam tradisi gereja memang tidak dikenal wanita paus kecuali Paus Joan. Ia satu-satunya nama yang dianggap pernah menjadi wanita paus pada sekitar abad ke-9 setelah masa kepausan Paus Leo IV dan sebelum Paus Benediktus III. Paus wanita itu berasal dari Jerman dengan nama John Anglicus. Tak seorang pun di Roma yang mengetahui bahwa ia seorang wanita. Ia dikenal cukup pandai sehingga penduduk kagum dan hormat padanya, hingga kemudian dinobatkan menjadi paus.

Tetapi, ketika menjabat sebagai paus, ia hamil karena hubungan gelap dengan kekasihnya. Dan sialnya lagi, bayi yang dikandungnya lahir ketika gereja sedang mengadakan arak-arakan dari Gereja St Petrus ke Istana Leteran, tepatnya di jalan sempit yang terletak antara koloseum dengan Gereja St. Clement. Setelah ia meninggal karena hukuman yang diterima, dikabarkan ia dikuburkan di tempat itu juga. Dan sejak kisahnya terbongkar, Paus Joan dihapus dari daftar para paus; karena dia adalah seorang wanita dan aib yang menimpa dirinya.

Kisah itu terrtuang dalam dokumen yang ditulis Martin Polonius, seorang pastur dalam ordo biara Dominikan, empat abad setelah kisah yang dituliskan, abad ke-13. Sumber ini pula yang dijadikan pijakan oleh penulis buku ini dalam memulai penelitian terhadap Paus Joan karena dianggap lebih komprehensif dibanding yang lain. Sebab, sumber-sumber lain kebanyakan dianggap mereduksi kisah Martin dan, sebagian yang lain, mencatat riwayat Paus Joan sebagai tambahan yang dijejalkan dan diinterpolasikan di tempat yang kebetulan kosong dari halaman menuskrip, di antara kisah Paus Leo IV dan Paus Benediktus III.

Sumber lain menyebutkan Joan tetap hidup dan membesarkan putranya hingga berhasil menjadi uskup. Dan untuk menebus dosa-dosanya, ia memilih menjadi biarawati. Bahkan, sosok wanita paus ini menjadi mirip seperti seorang suci, yang setelah meninggal dapat menimbulkan mukjizat (halaman 35).

Pada sumber-sumber lain, kisah dari sang paus pun mengalami banyak kontradiksi antara litelatur yang satu dari yang lain, sebagaimana diulas dalam buku ini. Kontroversi itu pula yang membuat paus legendaris ini semakin misterius. Perdebatan-perdebatan seperti ini yang mendorong Rosemary dan Darroll Pardoe melakukan investigasi lebih mendalam, mulai dari manuskrip klasik yang tersimpan di Vatikan hingga karya-karya masa kini.

Selain menelaah litelatur, penulis juga menyelediki tradisi yang dianggap berkaitan dengan Paus Joan. Banyak orang menilai terjadinya perubahan rute dari Gereja St Patrus ke Istana Leteran dalam ritual kepausan kini akibat menghindari jalan yang menjadi tempat tragedi tersebut, yakni Jalan Koloseum. Dan dikarenakan kecolongan itu pula dilaksanakan pemeriksaan kelamin bagi paus baru untuk menghindari kasus serupa, dan atau paus yang dikebiri, dengan kursi berlobang.

Menurut hasil kajian penulis, hal itu tidak berhubungan langsung dengan kasus Paus Joan karena dilaksanakan beberapa abad pascatragedi. Berubahnya rute akibat jalan tersebut sempit dilewati konvoi para petinggi gereja. Adapun tradisi pemeriksaan dengan kursi berlubang itu tidak terjadi karena tiga kursi memang digunakan untuk serah terima jabatan, dan bologan pada kursi hanya bagian dari desain.

Bukti lain yang menjadi kajian ialah perihal nisan dan patung. Batu nisan yang diduga bertuliskan "Pater Patrum" tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan Paus Joan, sebab nisan serupa pernah ada dan menjadi perdebatan sejak Yudas mengkhianati Yesus. Sementara patung yang diduga mempunyai keterkaitan adalah patung seorang wanita yang sedang menggendong bayi, yang sampai sekarang masih berada di Vatikan. Patung tersebut, menurut penulis, adalah patung yang melambangkan kesuburan dan telah lumrah di kalangan masyarakat pascakejadian, bukan ditujukan untuk Paus Joan.

Maka, simpulan yang diambil oleh penulis buku ini adalah bahwa legenda Paus Joan tidak lebih dari sekadar legenda, fiktif belaka. (halaman 87).

Akan tetapi, bagi sebagian kecil dari ahli sejarah, terutama dari gerakan feminis, mengakui kebenaran cerita Paus Joan dan menganggap bahwa bukti-bukti terkait telah dimusnakan oleh pihak gereja.

Hipotesa ini, menurut penulis, mengandung masalah lain sebab masih ada banyak sumber dari periode abad ke-9 sampai abad ke-12 yang masih tersimpan sampai sekarang, tapi tidak satu pun dari sumber tersebut yang menyatakan tentang keberadaan Paus Joan.

Lebih lanjut penulis menjelaskan kejadian seorang paus yang berada di tengah perjalanan menuju Istana Leteran melahirkan di tengah jalan pastilah akan membuat geger semua orang yang berada di sana ketika itu. Karena itu, pastilah hal itu akan dikomentari oleh semua orang yang menulis tentang kepausan. Dan dalam waktu singkat akan tersebar luas ke seluruh penjuru Eropa, baik melalui surat-menyurat masyarakat, maupaun sekadar kabar mulut.

Tetapi dalam kenyataannya, cerita itu bahkan tidak ada dalam manuskrip-manuskri holograf yang paling utuh kondisinya sekalipun. (halaman 145). Adapun sumber pertama yang menyebutkan kisah Paus Joan ini adalah Martin Palonius yang hidup empat abad dari kisah Paus Joan. Artinya, memori kolektif masyarakat tidak akan begitu saja dapat dihapus walaupun kebijakan dari yang berwenang ketika itu amat ketat.

Meski demikian, hingga masa kini motologi Paus Joan telah berambah ke seluruh penjuru dunia, baik melalui karya-karya fiksi maupun melalui kartu permainan Tarot. Dan kehadiran buku ini memberikan informasi yang cukup penting dalam upaya menyingkap misteri wanita paus tersebut.

Kritisisme yang dibarengi skeptisisme dalam penelitian setiap bukti-bukti sejarah yang terkait dengan Paus Joan membuat buku ini bisa diterima sebagai karya ilmiah, dan didukung pula dengan sumber-sumber dan pustaka yang cukup representatif. Pantas saja bila buku ini disebut sebagai dokumentasi pertama paling lengkap di balik fakta sang legenda.