Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi

Judul: Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi
Penulis: Adian Husaini
Penerbit: Gema Insani Press, 2006
Tebal: 322 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 100.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
 

Pada tanggal 27 September 2004, terjadi ‘tragedi intelektual’ yang mungkin sampai saat ini tidak bisa kita lupakan. Pada acara penyambutan mahasiswa baru suatu universitas, para mahasiswa baru disambut dengan pembawa acara dengan kalimat “selamat bergabung di area bebas Tuhan.” Di depan panggung, terlihat beberapa mahasiswa senior memperkenalkan jurusannya masing-masing kepada mahasiswa baru. Jika melihat rekaman videonya, mungkin kita akan terbelalak dengan yang dikatakan mahasiswa-mahasiswa senior tersebut. Terlebih lagi ketika salah satu mahasiswa dengan rokok plus mic di tangan kanannya dan tangan kirinya menunjuk ke arah langit berteriak dengan lantangnya “Kita dzikir bersama, anjinghuakbar!”

Peristiwa tersebut tidak terjadi di luar negeri. Bukan pula terjadi di kampus umum. Peristiwa tersebut terjadi di acara pengenalan mahasiswa baru Fakultas Ushuluddin IAIN (UIN) Bandung.  Bagi orang awam, tentunya fenomena ini sangat mengejutkan. Bagaimana bisa kampus yang belajar agama (apalagi Fakultas Ushuluddin) justru mempunyai mahasiswa yang sedemikian melecehkannya terhadap agama. Apa yang salah dari kejadian ini?

Disinilah Adian Husaini lewat bukunya yang berjudul “Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi” mencoba mengingatkan kita, bahwa ada tantangan intelektual yang dihadapi oleh kaum Muslim Indonesia, khususnya akademisi Muslim di Perguruan Tinggi Islam. Fenomena pelecehan kalimat takbir tersebut hanyalah ibarat puncak gunung es – dampak terlihat dari permasalahan asasi yang sering kita abaikan. Adalah tantangan keilmuan Islam yang dirumuskan oleh para orientalis dan masalah pengembangan illmu-ilmu Islam (ulumuddin) yang berkualitas tinggi di kampus-kampus Islam yang menjadi permasalahan kaum Muslim Indonesia saat ini.

Lewat buku ini, Adian Husaini berupaya untuk menjelaskan masalah tantangan keilmuan yang dihadapi oleh kaum Muslim Indonesia. Tantangan apa yang dimaksud? Mengapa bisa terjadi? Apa dampaknya? Bagaimana kita mengatasinya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan pembaca temukan dalam buku setebal 295+xvii halaman ini.

Lewat bab “Mukadimmah: belajar dari Imam al-Ghazali”, buku ini dibuka dengan pembahasan tentang konsep jihad al-Nafs yang sering disampaikan oleh Imam Al-Ghazali, berikut kaitannya dengan masalah ilmu yang nantinya menjadi fokus pembahasan pada bab-bab selanjutnya. Pada bagian ini, dikatakan bahwa ulama mendapat peran sentral dalam fase-fase kesejarahan. Jika ulamanya rusak, maka ilmu-ilmu Islam akan dirusaknya. Jika terjadi hal tersebut, siap-siap umat Islam mengalami kemunduran. Disinilah jihad dengan menggunakan ilmu menemukan urgensinya. Melihat masalah umat Islam secara komprehensif diperlukan di sini, agar tidak terjebak dengan gerakan parsial yang hanya mengutamakan satu aspek saja (contoh: ekonomi saja, politik saja).

Bab pertama buku ini membahas tentang fenomena hegemoni Barat dalam studi Islam di Indonesianya. Penyerapan framework Barat pada studi Islam tidak selamanya berdampak positif – malahan dalam buku ini lebih ditonjolkan aspek negatifnya. Oleh karenanya, dalam menghadapi hegemoni ini kita perlu melakukan amar ma’ruf nahi munkar yang disebut Al-Ghazali sebagai kutub terbesar dalam urusan agama. Aktivitas amar ma’ruf nahi munkar pun butuh prioritas. Misalnya, dalam buku ini dibahas bahwa kemunkaran terbesar dalam pandangan Islam adalah kemunkaran di bidang aqidah Islamiyah, seperti penyebaran paham syirik atau paham-paham yang menghancurkan aqidah Islam. Akibatnya, terjadilah fenomena-fenomena nyeleneh seperti legitimasi pelacuran dan free sex, penghalalan pernikahan wanita Muslimah dengan laki-laki non-Muslim, legitimasi homoseksual, dll.

Pada bab kedua, pembaca akan disuguhi tentang benih-benih penanaman framework orientalis dalam studi keislaman di IAIN. Adalah Harun Nasution yang dalam buku ini dianggap sebagai tokoh sentral dalam pembaruan Islam di IAIN. Pembaca juga akan disuguhi dengan peringatan yang sudah dari awal diserukan oleh Prof. Rasjidi (Menag RI pertama) terhadap buku Harun Nasution “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”. Menurut Prof. Rasjidi, gambaran Harun Nasution tentang Islam itu sangat berbahaya. Akan tetapi, koreksi terhadap buku Harun Nasution yang awalnya berupa laporan rahasia kepada Menteri Agama tersebut nampaknya tidak membuat Departemen Agama mengambil tindakan sehingga Prof. Rasjidi mengambil tindakan lain yaitu menerbitkan laporannya sebagai buku berjudul “Koreksi therhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” pada tahun 1977. Pada bab ini, dipaparkan juga cerita Harun Nasution dari mulai perjalanan intelektualnya di McGill hingga berhasil mengubaah kurikulum IAIN. Mukti Ali (Menag) juga dibahas mengingat kontribusinya yang cukup penting memberi jalan kepada Harun Nasution.

Pada bab ketiga, pembaca akan disajikan tulisan yang sebenarnya adalah penyempurnaan dari makalah yang disampaikan penulis (Adian Husaini) pada workshop yang diadakan oleh UIN atas kerjasama beberapa lembaga lain. Di dalamnya, penulis pertama-tama mengkritik terminologi ‘Islam Inklusif’ sebagaimana yang disampaikan dalam TOR panitia “UIN, IAIN, STAIN have to be a center of learning that provides inclusive understanding of Islam, which are necessary for facing global situation.” Menurutnya, terminologi tersebut sebenarnya lebih berasal dari Kristen-Barat dibandingkan dari khazanah keilmuan Islam itu sendiri. Terminologi ‘Islam Inklusif’ tersebut juga kemudian dianggap tidak tepat, bahkan misleading oleh penulis. Dipaparkan juga bahwa di IAIN sekarang terdapat pengembangan metodologi hermeneutika terhadap tafsir Al-Qur’an, dekonstruksi moral, dekonstruksi hukum Islam, dll. Akhirnya, penulis kembali mengingatkan pada bagian akhir makalah tentang peringatan yang sudah disampaikan oleh Prof. Rasjidi sejak 30 tahun yang lalu – seperti yang sudah diceritakan pada bab dua buku ini.

Terakhir, bab empat didedikasikan kepada pembahasan khusus tentang hermeneutika. Hermeneutika yang merupakan metode pemahaman untuk karya tulisan manusia akhir-akhir ini digunakan juga untuk memahami Al-Qur’an. Berangkat dari asumsi relativisme tafsir Al-Qur’an, hermeneutika diproyeksikan untuk menggantikan disiplin ilmu tafsir yang dianggap “kaku” dan “tidak dapat menjawab tantangan zaman”. Pada akhirnya, hermeneutika jika digunakan pada Al-Qur’an hanya akan mendekonstruksi konsep-konsep yang sudah mapan dalam Islam seperti hukum perbuatan homoseksual, konsep Al-Qur’an sebagai kalamullah, dll. Padahal, jika diteliti lebih lanjut, hermeneutika berasal dari tradisi penafsiran Bibel dan tidak sepatutnya diterapkan kepada Al-Qur’an.

Buku ini merupakan penyempurnaan dari salah satu bagian dalam buku Adian Husaini yang berjudul Wajah Peradaban Barat: dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal, tepatnya bagian ketiga: Invasi Pemikiran Barat dalam Studi dan Pemikiran Islam – dan hal ini diakui sendiri oleh penulisnya dalam kata pengantar. Bagi yang mengikuti perkembangan pemikiran Islam di Indonesia, buku ini merupakan buku yang baik untuk mengawali studi mengenai pengaruh framework orientalis terhadap studi Islam. Akhir kata, buku ini wajib dibaca untuk menyadarkan kita akan tantangan pemikiran yang dihadapi umat Islam saat ini.