Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Wawancara dengan Oey Hay Djoen, Penerjemah Das Kapital Karl Marx

"Ilmu itu harus dikritik. Jangan dimutlakkan." Itulah pengantar Oey Hay Djoen untuk para pembaca Kapital. Menggunakan kaus putih bertuliskan "Pasar Malam" dan celana panjang hitam, pria kelahiran Malang, 18 April 1929, itu mempersilahkan Gatra masuk ke rumahnya di Perumahan Bukit Permai, Cibubur. Kepada Atika Gadis dari Gatra, Om Oey menceritakan sekitar kesibukan menerjemahkan buku. Petikannya:

Kenapa bisa tertarik menjadi penerjemah?
Om malu menjawab, sebab hanya sekolah sampai kelas VII sekolah Belanda di Malang. Ketika Jepang masuk, Om berhenti, lalu menjaga warung. Usai menjaga warung, Om biasa pergi ke perpustakaan A.R.C. Salim, adik kandung Agus Salim. Awalnya membaca buku ringan. A.R.C. Salim kemudian melihat dan menunjukkan Om buku mana yang baik dan berbobot.

Selama 14 tahun di Pulau Buru apa saja kegiatan Anda?
Kegiatan sehari-hari bercocok tanam, diskusi, dan menulis. Om mencuri-curi kesempatan memakai mesin ketik. Kalau tidak, ya dengan tusuk jarum di kertas.

Berapa buku yang sudah Anda terjemahkan?
Total 23 buku. Sekitar 10 sudah diterbitkan Hasta Mitra. Ada empat yang diambil oleh ISAI. Baru satu yang keluar Perang Gerilya Che Guevara. Yang memberi kata pengantar Jenderal Haryo Kecik. Tetapi yang paling laku mungkin Das Kapital. Sudah dicetak 1.500.

Mengapa terjemahan Das Kapital baru muncul?
Tak mungkin buku ini terbit di bawah Soeharto karena Om dicekal. Pramoedya saja setiap kali mengeluarkan novel langsung dibredel tanpa dibaca.

Apa sih relevansi Das Kapital ketika kini kapitalisme mendunia?
Ini menarik, karena kontroversial. Kecuali India, negara di Asia belum ada yang menerjemahkannya ke bahasa sendiri. Ini buku yang luar biasa, seperti kata Romo Magnis, justru semakin lama semakin diakui dunia ilmu. Kini justru relevan karena ada teori dasar: apa penyebab munculnya penindasan dan kemiskinan.

Mengapa tertarik dengan pikiran Marx?
Om suka Marx dan Engels, karena metode berpikir mereka, terutama teori dasarnya. Pikiran Lenin juga hebat. Tetapi Lenin sangat political meaning. Lenin lebih pada praktek perjuangan. Itu bedanya. Peluncuran Kapital membuat Om sangat-sangat senang, karena ini peristiwa kultural dan ilmiah. Bukan politik.

Majalah Gatra edisi 14 / XI / 19 Februari 2005