Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengimani yang Gaib Lewat Buku

Kecenderungan Buku-Buku Mistik
Fenomena maraknya buku-buku yang bertutur gaib/mistik seperti terbitan Bethlehem Publisher: Dunia Pelet: Kutuk Di Balik Hawa Nafsu, Dunia Santet, Dunia Roh-Penyingkiran Misteri Sihir Dunia Jimat-Pusaka Pembawa Petaka, Dunia Mantra-Bahasa dari Neraka, dengan penulis Daud Tony dan Timotius Arifin; atau terbitan CV. Aneka (Solo), Masruri, Imam Suraso, Abdul Hamid Zahwan, Romo Kyai Drs. Hartoyo dengan judul-judul buku yang tidak kalah menariknya: Mengungkap Kasus Kejahatan Versi Alam Gaib, Membuang Sial-Meraih Keberuntungan, Rahasia limu Qodam, Praktek Mengusai dan Mendayagunakan Telepati-Komunikasi Magis Jarak Jauh, Kitab Kanuragan dan Mantra Asmara, dan masih banyak lagi, Masruri saja paling tidak telah menulis 70 buku bertema gaib, semua diterbitkan oleh CV. Aneka. Tidak hanya terbatas pada dua penerbit di atas, rupa-rupanya Buana llmu Populer (dari kelompok Gramedia) tidak mau ketinggalan, turut pula menerbitkan buku Misteri di Sekitar Kita-Koleksi Cerita-cerita Misteri. Cerita-cerita menarik yang benar-benar terjadi tentang dunia roh, alam gaib dan misteri yang tak terpecahkan, demikian bunyi tulisan yang menghiasi sampul depan buku ini. Masih tentang buku gaib, penerbit Pustaka Misteri dengan penulis Prayogo Gemilang mengeluarkan buku Teror Makhluk Jadi-jadian dan Misteri Kebangkitan Arwah. Dua buku itu disebut sebagai buku yang membongkar fenomena-fenomena tak terjawab melalui sejumlah kesaksian dan kisah nyata, ditulis berdasarkan hasil investigasi dan reportase si penulis.

Apa makna dari itu semua? Belum ada penelitian atau data statistik yang pasti, apakah peminat tema-tema buku-buku mistik ini pendatang baru atau para pecinta buku yang telah lama meminati dan menggeluti buku. Yang pasti, tema gaib dan mistik sekarang mulai ramai diperbincangkan dan menjadi buah bibir masyarakat. Bahkan, rating acara-acara televisi tentang dunia mistik dan gaib cukup tinggi. Sekadar menyebut contoh "Kismis-Kisah Misteri" (RCTI), "Dunia Lain" (Trans TV), "Saksi Misteri" (Lativi), "Oh Seram" (ANTV), dan "Susuk Kantil Nyi Roro Kidul" (TPI) terus saja menduduki 5 besar tangga persinetronan Indonesia. (Dalam cacatan penulis paling tidak ada sekitar 23 paket program acara televisi berupa sinetron berbasis gaib). Itu yang produk lokal, sedangkan produk manca negara, seperti film seri "Charmed", "Buffy The Vampire Slayer", "The X-Files", juga tidak kalah digemari penonton. Di radio, sekadar contoh kita kenal program acara Nigtmare on the air di Radio Imelda FM-Semarang, atau Nightmare di Ardan FM-Bandung, serta radio-radio lainnya.

Tabloid dan majalah yang mengkhususkan diri menggarap tema ini mulai bermunculan bak cendawan di musim penghujan: Misteri, Misterius, dan yang terbaru adalah majalah Ghoib dengan sesanti "Mengimani yang Ghoib Secara Syariah", menyusul tabloid Posmo, juga majalah Liberty dengan 32 halaman bonus sisipan di seputar dunia gaib. Bahkan majalah Hai, yang dikenal sangat ngepop, dengan segmen pasar remaja dan anak muda (remaja-pelajar), menjadikan gaib/hantutainment sebagai tema utama, pada edisi 28 Oktober-8 November 2002. TH XXVI No. 43.

Herannya lagi jika kita search situs tentang mistik dan spiritualisme di internet, kita akan mendapatkan angka yang fantastis. Bob Jacobson, pimpinan Blue fire Consulting, menyatakan bahwa hasil pencarian melalui search angine, situs spiritual/mistisisme lebih banyak dibandingkan situs porno.

Tapi apa pun kecenderungannya, dunia penerbitan tidak dapat dilepaskan dari hukum pasar supply and demand, ada permintaan tentu ada penawaran, Minat masyarakat yang besar terhadap hal-hal yang berbau mistik dan gaib membuat para penerbit mencoba meraih peruntungan. Taruhlah CV. Aneka yang mengkhususkan diri menerbitkan buku-buku yang berbau mistik dan klenik. Buku-buku simple (tidak terlalu tebal, data apa adanya) dengan judul yang atraktif, misalnya: Memahami Dunia Tuyul, Ilmu Ngrogo Sukmo, atau Membuka Indera Keenam laris-manis bak kacang goreng, Minat masyarakat dengan buku tema gaib ini semakin terdongkrak oleh imbas gencarnya media-media massa tulis dan elektronik yang berlomba-lomba menayangkan dan mengupas persoalan dunia gaib.

Tentu saja ada hal yang unik kalau dicermati dalam perkembangan buku-buku tentang mistik. Meski mereka sama-sama mencoba mengupas tentang dunia gaib, uniknya spektrum kegaiban yang dikupas dalam buku bisa berbeda-beda. Bisa jadi meskipun berbicara tentang tema mistik namun persepsi pengarang buku yang satu dengan yang lainnya berbeda. Apa yang disebut mistik dalam satu buku bisa bermakna tahayul dalam buku lain. Begitu juga apa yang disebut mistik dalam sebuah buku bisa bermakna spiritual dalam buku yang lain. Kalau buku-buku dengan tema tasawuf kita baca dimasukkannya mistik dan unsur yang gaib ke dalam bahasan spiritualisme. Maka berbeda dengan buku-buku terbitan CV Aneka. Dalam buku-buku tersebut mistikisme bisa bermakna perklenikan atau bahkan sekedar fenomena sosial-budaya.

Apa pun tema dan bagaimana sudut pandang penulis buku-buku tentang hal ihwal gaib tentu jika diperdebatkan bisa memakan waktu dan mungkin tidak akan pernah mengalami titik temu. Hal ini bisa terjadi karena faktor beragamnya latar belakang sosial penulisnya, Seorang penulis buku yang berbau gaib dengan latar belakang agama formal yang ketat tentu mempunyai tafsir yang berbeda bila dibandingkan dengan penulis buku gaib yang berlatar belakang sosial abangan (dalam terminologi Greetz), Masyarakat sendiri juga memiliki beragam sebutan bagi mereka yang memiliki daya linuwih dalam dunia gaib ini. Ada sebutan paranormal, ki, mbah, dukun atau sebutan kyai. Anehnya bisa jadi mereka mengulas tentang fakta yang sama namun akan berbeda dalam implikasi sosialnya.

Kanalisasi
Tulisan ini tentu saja tidak sedang membandingkan beragamnya buku gaib di tengah masyarakat. Bukan mana yang lebih benar (benar menurut apa dan siapa?) yang akan diminati para pencinta buku. Namun maraknya buku dengan tema gaib ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari latar belakang dan konteks sosial dan situasi-kondisi masyarakat peminatnya.

Akhir abad ke-20 modernitas dengan rasionalitas empirisnya mengalami anti klimaks, yakni ketika kajian ilmu-ilmu pengetahuan modern mengalami kebuntuan karena tidak mampu lagi menguraikan fenomena yang ada secara akurat. Pengetahuan mengalami pergeseran, dalam istilah Fritjof Capra disebut sebagai turning-point (titik balik). Ekses dari modernitas yang menyeret manusia pada kegersangan rohaniah karena paradigma yang berkembang, terutama dalam ilmu pengetahuan yang dipandang mengabaikan unsur nilai-nllai normatif. Akibatnya, manusia mencoba mencari solusi pencerahan batin dengan menekuni kegiatan yang bernuansa spiritual sebagai katarsis jiwa yang sedang resah oleh problema hidup (krisis).

Menurut Ahmad Najib Burhani, ada kehausan spiritual pada masyarakat sebagai akibat dari paradigma modernisme yang materialistis. Hal ini merupakan akibat banyaknya ketidakpastian dalam hidup manusia sehingga dibutuhkan sebuah nilai yang mampu membawa pencerahan batin (insight) yang dapat mendamaikan hidup. Ini bersesuaian dengan Neil Mulder yang mengatakan bahwa ciri kebangkitan spiritualitas tersebut karena adanya tingkat ketidakpastian yang mengarah pada krisis.

Kebuntuan hidup seakan tengah menghadang jalan lempang ke masa depan. Rutinitas hidup bagi kebanyakan masyarakat menjadi sangat membosankan. Di tengah kegamangan, jika tidak boleh dikatakan keputusasaan dalam menjalani hidup ini, masyarakat terusik dengan sebuah pertanyaan: Adakah kehidupan yang lain (baca: gaib), yang berbeda dengan rutinitas hidup yang membosankan dan menyengsarakan ini? Inifah celah yang coba dijawab oleh para kreator tulis. 

Asumsi tersebut bisa diartikan sebagai adanya permintaan dalam hukum pasar (demand create it's own supply). Minat masyarakat yang semakin luas terhadap tema ini merupakan pangsa pasar tersendiri. Lalu penerbit pun menjawab kegelisahan masyarakat: Ada! Ada suatu dunia ajaib yang sangat berbeda dengan dunia keseharian kita yang membosankan dan menyengsarakan ini. Maka dunia kepenulisan didukung oleh penerbit beserta jaringannya berlomba-lomba menulis tentang dunia lain, dunia yang gaib, dunia yang diidamkan oleh kebanyakan masyarakat dewasa ini. Kebenaran fakta menjadi sesuatu yang tidak penting. Psikologis masyarakat harus segera mendapat kanalisasi. Keluh kesah mereka harus diredam dan didamaikan dengan menawarkan sesuatu dunia lain yang jauh berbeda dengan realitas keseharian.

Buku-buku gaib, mistik, dan klenik yang beredar setidaknya dapat menentramkan psikoiogis masyarakat. Dunia eskapis dan iman kepada yang gaib pada akhirnya menjadi arena tamasya ke dalam dunia rekaan. Istilah-istilah ruwatan, larung atau membuang sial, pesugihan, dan lain-Iain kini sangat akrab di mata pembaca buku-buku gaib. Sepertinya penerbit sendiri kurang peduli dengan muatan substantif buku-buku tersebut. Meski ada pula satu dua buku yang bermutu, namun lebih banyak yang asal-asalan. Dari segi objek pembahasan, memang sudah keberagaman namun sayang dari sisi penggarapan buku kurang kreatif. Lay-out buku yang ala kadarnya, cara bertutur yang seringkali berisi pengulangan-pengulangan, dan ilustrasi yang asal "nampang" dan terkesan sebatas memenuhi ruang (space) dan menambah ketebalan halaman buku -menunjukkan bahwa kebanyakan buku tidak digarap secara serius. Bahkan, beberapa buku hanya mengandalkan pengalaman aktual penulisnya dalam menggeluti dunia klenik tanpa didukung oleh referensi yang memadai apaiagi oleh data statistik.

Yang terjadi kemudian adalah betapa pembahasan buku dengan tema gaib lama kelamaan menjadi monoton. Pembaca buku serius di luar peminat hal gaib yang ingin menambah wawasan tentu akan kecewa bila mencermati isi kebanyakan buku-buku tersebut. Penerbit harus menyadari bahwa buku-buku tersebut tidak akan bisa terus bertahan bila hanya mengandalkan pangsa pasar tradisionalnya, yaitu komunitas masyarakat yang memang telah memiliki kencedurungan terhadap hal-hal yang sifatnya supranatural dan gaib.

Tentu saja pangsa pasar buku yang bertema mistik ini juga harus dicerdaskan. Sudah waktunya penerbit, dan penulis memikirkan lahirnya buku yang bisa jadi sangat berbeda dalam melihat fenomena gaib ini, meramu buku yang tidak hanya melihat ke-gaib-an sebagai sesuatu yang mendebarkan, menakutkan, menyeramkan, atau membuat bulu kuduk berdiri. Selama ini, pengertian mistis/gaib direduksir sebatas paranormal, dukun, shinse, peramal, tukang sihir (subjek mistis); objek mistis disederhanakan sebatas hantu, tuyul, dedemit, genderowo, setan, jin, kuntilanak, sundel, dan roh; dan medium mistis dibatasi dengan istilah-istilah ramalan, santet, tenung, teluh, kesurupan, pelet dan kebatinan. Padahal tidak tertutup kemungkinan mengupas yang gaib dan menyajikannya kepada pembaca sebagai sesuatu yang fun, rileks, sekaligus berpengetahuan dan mencerdaskan, bukannya semata-mata berorientasi jangka pendek, instan, dan pragmatis.

Untuk lebih mempermudah bayangan kita tentang content "buku gaib" yang berpengetahuan, kita bisa belajar pada majalah Warta Parapsikologi yang terbit sekitar tahun 1982 —sayangnya, kini telah almarhum. Pembahasan tentang mistis dijelaskan dengan uraian yang sistematis sehingga secara logika masih bisa diterima, rasional dan ilmiah. Majalah ini, misalnya, membahas ESP (Extra Ordinary Preception) yang dijelaskan secara detail dan sistematis.

Bila penerbit ingin meraih pangsa pasar yang lebih luas, dan memiliki prospek cerah ke depannya, tidak ada pilihan selain melakukan dekonstruksi dalam semua hal yang pernah "diimani" oleh kebanyakan pembaca buku gaib sebagaimana yang terjadi selama ini.

Agus Irkham & Ery Wibowo (Pengelola Toko Buku OaseBaca Semarang, Komunitas Pasar Buku Indonesia)
Majalah Mata Baca Vol. 1/ No. 7/ Februari 2003