Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Profil Hernowo: Insinyur yang Jadi Penulis Motivator

Perawakannya sedang, penampilannya selalu menebar senyum dan ceria. Sebagai seorang sahabat, ia selalu enak diajak berdiskusi, tentang berbagai hal. Ketika perbincangan mengancik ke soal membaca dan menulis, pancaran energinya menggunung. Dia bisa fasih memberikan arahan dan motivasi tentang aktivitas membaca dan menulis tersebut. Dialah Hernowo, seorang insinyur lulusan teknik industri Institut Teknologi Bandung (ITB), tahun 1986.

Sejak karyanya, Mengikat Makna: Kiat-kiat Ampuh untuk Melejitkan Kemauan plus Kemampuan Membaca dan Menulis (2001), terbit, nama Hernowo menjadi perbincangan di dunia perbukuan. Buku ini memberi motivasi betapa seseorang punya potensi untuk bisa membaca secara efektif dan menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan. Ia menggugah kesadaran bahwa membaca dan menulis akan meningkatkan kualitas hidup seorang manusia. Bahkan, dengan membaca, menurut Hernowo, rohani kita akan mendapatkan "gizi" yang baik. Dalam dua tahun, buku ini dicetak ulang lima kali.

Dua tahun kemudian, awal 2003, buku keduanya terbit, dengan judul yang tak kalah menariknya, Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza: Rangsangan Baru untuk Melejitkan "Word Smart", yang kini sudah cetakan kedua. Atas kedua buku tersebut, pengasuh acara "Menembus Batas" di sebuah stasiun televisi swasta, Nurcahyo Adi Kusumo, mengirim SMS kepada Hernowo, "Saya telah membaca buku Anda. Benar-benar menggairahkan dan mendatangkan inspirasi seperti buku Anda yang pertama. Semoga Anda terus berkarya."

Berkat bukunya itu, Hernowo kerap mendapat undangan dari berbagai sekolah dan perguruan tinggi. Ia diminta memotivasi orang agar bergairah menggeluti aktivitas yang, oleh sebagian orang, dianggap hanya milik kalangan "elite" itu.

Hernowo lahir di kota Magelang, Jawa Tengah, 12 Juli 1957. Anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Tayib-Daimah itu mengenal komik sejak usia sekolah dasar. Petualangan Si Buta dari Goa Hantu, Jaka Sembung, dan Gundala Putra Petir adalah komik yang menjadi bacaan setianya.

Ketika duduk di SLTP, bacaannya beralih ke cerita silat karya Kho Ping Hoo. Kisah-kisah yang sudah melegenda di Tanah Air, seperti Api di Bukit Menoreh, Nagasasra dan Sabuk Inten, serta Bende Mataram, juga menjadi bacaannya. Menurut dia, membaca karya-karya tersebut sangat mengasyikkan. "Para penulis piawai menyusun ending cerita, sehingga para pembacanya terus-menerus dirangsang untuk menantikan episode berikutnya," tutur Hernowo.

Bakatnya menulis dalam bentuk bertutur ia mulai ketika awal menjadi mahasiswa di ITB, tahun 1976. Suasana menjadi mahasiswa baru itu ia kisahkan dalam lembaran-lembaran surat kepada ayahnya yang tinggal di Magelang. "Almarhum ayah saya sangat senang dan bangga dengan kemampuan saya berkisah," katanya, mengenang.

Karena itu, ketika pada 1984 ditawari Haidar Bagir untuk bergabung dengan Penerbit Mizan, ia menerima dengan senang hati. Haidar, seorang pendiri Mizan, adalah sahabat Hernowo di ITB. Bagi Hernowo, Mizan adalah sekolah yang memberi peluang kepadanya untuk bergulat dengan pelbagai sumber informasi. Dari sini ia lalu mengembangkan kecakapan membaca dan menulis yang dapat dipelajari dan dipraktekkan, lalu dibiasakan untuk dilakukan setiap hari.

Hernowo mengaku bahwa dirinya terpikat oleh ajaran seven habits-nya Stephen R. Covey. "Untuk menjadi pembaca tekun dan penulis andal, seseorag perlu membiasakan diri berlatih membaca dan menulis secara kontinu dan konsisten," ujarnya.

Pekerjaannya di Mizan itulah yang membuat Hernowo setiap hari tak alpa dari membaca buku. Kegemarannya membaca diteruskannya dengan menulis. Dia bukan hanya membaca huruf, melainkan benar-benar memahaminya. Dia tak hanya mengetahui kekuatan sebuah buku, melainkan juga untuk siapa buku itu ditujukan.

Di Mizan, Hernowo meniti karier sebagai karyawan bagian produksi, lalu menjadi kepala bagian dan manajer produksi. Pada 1993, jabatan general manager (GM) editorial diamanatkan kepadanya. Amanat itu dilakoninya sampai 1999. Usai memegang jabatan GM editorial, Hernowo mendirikan Penerbit Kaifa, masih di bawah payung Mizan, yang memosisikan diri menerbitkan buku-buku "how to".

Pada 2001, jabatan Direktur Pelatihan dan Litbang Penerbit Mizan diembannya. Di era ini, Hernowo mencari bentuk pengemasan dan penampilan buku yang lebih fenomenal dan cocok untuk membangkitkan mesin budaya baca di Indonesia yang berkaitan dengan bahasa kata.

Ia juga menyusun kurikulum untuk melatih para pekerja keredaksian di penerbitan buku yang ditujukan buat para penulis, penerjemah, dan penyunting. Ide mendirikan sekolah menulis yang dapat mengajarkan pelbagai teknik dan kreativitas serta pengalaman menulis para penulias sukses mulai dirancang.

Setahun kemudian, 2002, Hernowo mendirikan dan sekaligus menjadi CEO Mizan Learning Center. Buku-buku yang diterbitkan di sini coba ditampilkan secara lebih mudah dibaca. Meski beberapa buku menampilkan tema-tema serius, bahasa penyajiannya dikemas dalam bentuk bahasa obrolan. "Selain mampu memberdayakan para pembacanya, juga menggerakkan," kata Hernowo, bersemangat.

Lalu, pada awal 2003, Hernowo menjadi Koordinator Mizan Writing Society. Di sini, sekolah menulis menemukan bentuknya. Yakni dengan menggulirkan aktivitas Masyarakat Tulis Mizan dengan membuka Klinik Baca-Tulis. Klinik Baca-Tulis ini bisa hadir di berbagai acara, misalnya di pameran buku atau acara perbukuan lainnya. Di sini, Klinik Baca-Tulis mengundang para penulis terkenal, dan berdialog atau memberikan konsultasi kepada mereka yang membutuhkan.

Selain bekerja di Mizan, sejak 1997 Hernowo menjadi dosen ilmu digesting (mencerna buku) di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi, Bandung. Tahun 1998, ia juga menjadi guru bahasa dan sastra Indonesia (bidang keterampilan menulis) di SMU (Plus) Muthahhari, Bandung. Lalu, sepanjang 2000-2001, ia mulai menekuni pelatihan quantum learning dan quantum teaching dengan menekuni dunia pembelajaran, pelatih pembangkit motivasi, pelatih dalam hal menerbitkan buku, pelatih membaca dan menulis buku.

Selain Mengikat Makna dan Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza, kini Hernowo menyiapkan tiga karya lagi: Tujuh Warisan Berharga: Wasiat Seorang Ayah kepada Putra-putrinya dengan Menggunakan Metode Peta Pikiran, Main-main dengan Teks Sembari Mengasah Potensi Kecerdasan Emosi, dan Catatan Harian Sebulan Ramadhan.

Adapun karya suntingannya ada tiga: Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhiid (bersama Deden Ridwan), Quantum Reading: Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Membaca, dan Quantum Writing: Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis.

Hernowo adalah sedikit orang Indonesia yang peduli menggerakkan dunia tulis-menulis di masyarakat yang masih didominasi aktivitas tontonan dan pendengaran. Di dunia sastra, misalnya, kita mengenal penyair Taufiq Ismail yang bergiat melalui majalah Horison.

Lalu, apa penyebab minimnya pelajar atau mahasiswa tertarik ke dunia tulis-menulis? Menurut Hernowo, hal itu karena sistem pendidikannya. Pertama, mereka yang membuat buku-buku teks tentang pelajaran bahasa Indonesia adalah orang-orang yang tidak kredibel. "Siapa sih yang mengenal pengarang dalam bidang bahasa Indonesia, misalnya?" tanyanya. Pengarang buku-buku bahasa Indonesia, masih kata Hernowo, adalah mereka yang tak punya karya lain yang bisa dinikmati pembaca secara luas.

Karena tak kredibelnya mereka yang menulis buku-buku teks bahasa Indonesia itu, bahasa yang digunakan pun tak mengalamai pengembangan. "Dua hal ini sangat menunjang tidak berkembangnya pengajaran bahasa Indonesia," katanya.

Hernowo mencoba membuat terobosan. Caranya, ia tak banyak berteori, tapi memberikan arahan dan langsung praktek. Ia memberikan resep-resep generik dan bermanfaat buat siapa saja. Kiat-kiatnya yang dikemas dengan bahasa yang cukup provokatif berhasil menggugah kesadaran manusia akan arti pentingnya dunia membaca dan menulis.

Hernowo tak berhenti sampai di situ. Suami Siti Rochana dan ayah empat anak ini akan terus berkarya. Resepnya hanya satu, sebagaimana termaktub dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW, "Hari ini harus lebih baik ketimbang kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini." Bagi Hernowo, hadis itu memberikan motivasi untuk terus memiliki motivasi diri: saya akan terus berkarya!

Herry Mohammad
Majalah Gatra edisi 46 / IX / 4 Oktober 2003