Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku The Da Vinci Code Dituduh Hasil Plagiat

Buku fiksi terlaris abad ini, The Da Vinci Code, terbelit masalah lagi. Random House Inc, penerbit Da Vinci Code, dan Dan Brown, penulisnya, mesti bersaksi di depan hakim Pengadilan Tinggi London, Senin pekan lalu. Random digugat oleh Michael Baigent dan Richard Leigh karena masalah pelanggaran hak cipta. Baigent dan Leigh adalah dua dari tiga penulis buku nonfiksi berjudul The Holy Blood and the Holy Grail.

Satu penulis Holy Blood lainnya, Henry Lincoln, tak ikut menggugat karena tengah sakit. Menurut pengacara penggugat, Jonathan Rayner James, Dan Brown telah menjiplak tema inti buku Holy Blood untuk novel Da Vinci Code. "Dia hanya mengambil, mencuplik, dan mencari 'jalan pintas' daripada mengerjakannya atas jerih payah sendiri," kata James, seperti dikutip BBCNews.

Menurut James, bahkan Brown dan Blythe, istri yang telah membantunya, memakai Holy Blood untuk menyingkat waktu dan usaha riset yang seharusnya dilakukan. Pengacara itu juga mengatakan, sosok penjahat dalam Da Vinci Code, Sir Leigh Teabing, tak lain adalah anagram dari nama sesungguhnya penulis Holy Blood, yakni Leigh, 57 tahun, dan Baigent, 62 tahun.

Para penulis Holy Blood sendiri telah menghabiskan banyak duit dan waktu selama riset dari tahun 1976 sampai 1981. Jerih payah itu menghasilkan karya sangat mencengangkan. Ketika terbit pada 1982, Holy Blood mencetak sukses dan menjadi buku terlaris untuk kategori nonfiksi. Buku ini mencoba menelusuri sejarah dan asal-usul sebuah desa di Prancis, Rennes-le-Chateau.

Dari desa itu, muncul legenda tentang para kesatria yang ikut Perang Salib. Tentang komunitas rahasia yang masih keturunan Yesus. Kemungkikan Yesus tidak mati disalib, lalu menikah, dan memiliki anak. Keturunannya tinggal di Prancis. Serta usaha gereja menutupi keberadaan keturunan Yesus itu.

Ide Yesus menikah dengan Maria Magdalena, punya anak, dan keturunannya hidup secara rahasia sampai kini, menurut James, telah diambil utuh menjadi inti cerita Da Vinci Code. Bedanya, Brown mengemasnya dalam kisah pembunuhan dan serunya petualangan para "detektif" membongkar kasus kejahatan itu.

Da Vinci Code telah dicetak lebih dari 40 juta buku dalam puluhan bahasa dan mengalirkan duit lebih dari US$ 250 juta ke kantong Brown. Masalah fulus inilah yang tampaknya dibidik Baigent dan Leigh. Bila tuduhan mengabaikan hak cipta oleh Random House dikabulkan hakim, para penulis Holy Blood berhak atas persentase royalti yang diraih Da Vinci Code.

James menambahkan, gagasan Holy Blood telah menyeruak ke banyak buku dengan berbagai aspek pengembangan. "Namun tak ada yang mengangkat utuh menjadi tema sentral dan arsitektur sebuah buku," katanya, seperti dikutip AP. Gugatan itu, menurut James, tidak bermaksud mematikan kreativitas serta melakukan klaim tunggal atas ide dan debat historis.

Mendapat gugatan itu, Jonathan Baldwin, wakil Random House, menyatakan bahwa Baigent dan Leight sedang melakukan "tuntutan liar" yang tak disertai fakta. Pasalnya, menurut Baldwin, Brown tak hanya mengambil untuk dirinya sendiri sejumlah bagian dari teka-teki itu, tetapi telah meracik hasil riset Baigent dan Leight untuk dipakai bareng.

Sedangkan Direktur Random House Group, Gail Rebuck, secara tertulis menyatakan sedih atas kasus itu. Random, yang juga menerbitkan Holy Blood, menyatakan bahwa gugatan itu sangat tak layak. "Kami yakin akan menang," tulisnya, seperti dikutip Washingtonpost.com.

Namun, jika Random kalah, putusan itu bisa menunda pemutaran perdana film The Da Vinci Code pada 19 Mei nanti. Skenario film yang disutradarai Ron Howard serta dibintangi Tom Hanks dan Audrey Tautou itu didasarkan pada buku Dan Brown.

Tapi Sony menyatakan akan tetap memutar film itu sesuai jadwal. "Tuntutan itu tidak mengenai filmnya, dan kami tetap pada rencana," kata Jim Kelly, Wakil Presiden Bidang Komunikasi Sony Pictures Entertainment.

Dan Brown, yang tak digugat langsung, dijadwalkan bersaksi pada sidang berikutnya. Namun, Selasa pekan lalu di luar sidang, Ia menyatakan bahwa bukunya berbeda. Pasalnya, Holy Blood menyatakan bahwa Yesus tidak mati disalib dan tidak bangkit.

"Mengemukakan Yesus menikah adalah hal lain, tapi menyoal kebangkitan telah mengguncang kepercayaan orang Kristen," kata Brown, yang mengaku memeluk Kristen dan terlibat paduan suara di gerejanya. Sedangkan Da Vinci Code, menurut Brown, tak pernah menyoal kebangkitan.

"Kebangkitan menjadi topik kontroversial, dan saya tak berhasrat menulisnya," katanya. Agustus tahun lalu, Brown juga digugat atas tuduhan plagiat dari Lewis Perdeu, penulis Daughter of God dan The Da Vinci Legacy. Tapi hakim Pengadilan New York menolak gugatan itu.

G.A. Guritno
Majalah Gatra edisi 17 / XII, 11 Maret 2006