Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

6 Buku Bertema Gender dalam Islam

Wacana perempuan, rupanya, belum beranjak dari tema penindasan. Dari wilayah domestik (keluarga) hingga ranah publik (negara), posisi perempuan masih lemah dan dilemahkan. Arogansi maskulin belum juga tobat memanipulasi budaya, agama, dan perangkat hukum sebagai pembenaran kekerasan atas perempuan. Dan gerakan perempuan terus saja memimpikan terbentuknya relasi yang fair antara pria dan wanita.

Begitulah juga semangat keenam buku yang diluncurkan di Jakarta, Selasa pekan lalu. Langsung oleh Ibu Negara, Ny. Sinta Nuriyah Wahid, sekalian menyongsong Hari Ibu. Buku seri ini digarap bersama oleh The Asia Foundation, Lembaga Kajian Agama dan Jender, serta Perserikatan Solidaritas Perempuan, Jakarta. Penulisnya mulai akademisi, peneliti, hingga aktivis LSM.

Buku-buku saku dengan desain populer ini berusaha memberi perspektif jender pada aneka problem domestik perempuan, bertolak dari ajaran Islam. Ini dimaksudkan sebagai kontra-wacana atas maraknya buku bertemakan perempuan dalam Islam, namun tidak sensitif jender. Yakni, sejumlah buku yang hanya memproteksi penindasan atas perempuan dengan dalih agama.

Keenam buku dengan ketebalan mulai 38 sampai 70 halaman itu adalah, pertama: Kodrat Perempuan dalam Islam karya Nasaruddin Umar. Buku ini memberi pijakan umum normatif, bahwa laki-laki dan perempuan setara di hadapan Tuhan. Beda keduanya yang bersifat "kodrati" hanya pada struktur biologis. Buku kedua, Pandangan Islam tentang Poligami, ditulis oleh Musdah Mulia.

Poligami sering dimanfaatkan sebagai jalan pemuas keserakahan biologis laki-laki, dan pemicu penderitaan batin perempuan. Musdah ingin menekankan, prinsip perkawinan dalam Islam adalah monogami. Poligami dibolehkan dengan persyaratan ketat. Semangat poligami dalam Islam, sebenarnya, adalah koreksi atas praktek poligami Arab jahiliah yang sewenang-wenang.

Buku ketiga, Pembagian Kerja Rumah Tangga dalam Islam oleh Istiadah, dan buku keempat, Perempuan Sebagai Kepala Rumah Tangga oleh Ratna Batara Munti, mengupas tema serupa. Yaitu pembagian fungsi suami dan istri. Pembagian konvensional, bahwa suami kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga, dalam praksisnya sering melahirkan penindasan perempuan.

Istiadah secara deduktif menyimpulkan bahwa Islam tidak menetapkan pembagian kerja yang kaku antara suami dan istri. Sedangkan Ratna secara induktif menunjukkan fakta lapangan, betapa pembagian kaku fungsi suami-istri sering menyengsarakan perempuan. Ratna juga menguliti sejumlah peraturan perundangan yang menindas perempuan, sebagai akibat pembagian kerja yang tidak setara itu.

Dalam buku kelima, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga, Farha Ciciek memberi panduan praktis menyingkap bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, yang selama ini terselubung. Juga yang terselubung oleh kesadaran palsu sang perempuan sendiri. Ditambah dengan acuan bagaimana cara menolong korban kekerasan. Bahkan dilengkapi 34 alamat lembaga di 13 propinsi, yang bisa membantu menyelesaikan kekerasan dalam rumah tangga.

Buku keenam, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, oleh Fuaduddin T.M., membidik sisi lain diskriminasi perempuan. Yaitu ketimpangan dalam mendidik anak. Orangtua sering memberi fasilitas pendidikan lebih pada anak laki-laki, dan menyepelekan potensi anak perempuan. Ini akan menjadi benih diskriminasi paling dini antara laki-laki dan perempuan.

Secara umum, dibandingkan dengan buku sejenis yang lebih dulu terbit, tak ada tema baru dalam keenam buku ini. Hanya saja, daya jangkau distribusi opini buku tipis dan populer macam ini bisa lebih bermakna. Tiap-tiap buku dicetak 9.000 eksemplar. "Kami ingin semua segmen bisa membacanya," kata Musdah Mulia, Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender.

Buku-buku ini rampung digarap dalam tempo tiga bulan. Rencananya, malah ada 14 tema yang akan ditulis, termasuk posisi wanita di kawasan publik. Namun, karena pertimbangan teknis, akhirnya diciutkan jadi enam judul tentang masalah domestik (keluarga). Sebelum ditulis, materi buku sempat digodok dalam sebuah work shop.

Asrori S. Karni
Majalah Gatra, 3 Januari 2000