Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Bermuka Dua: Kebijakan Soeharto Terhadap Soekarno Beserta Keluarganya

Judul: Bermuka Dua: Kebijakan Soeharto Terhadap Soekarno Beserta Keluarganya
Penulis: Yuli Hananto
Penerbit: Ombak, 2005
Tebal: 218 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 40.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Sejarah adalah tentang kebijakan. Ketika sejarah diputarbalikkan dan kebenaran menjadi kebohongan—yang bermuka dua dan akal-akalan atau sebaliknya, maka segala jalan ke depannya akan memberi arah yang berbeda serta kebijakan-kebijakan yang ditentukan kemudian. Mungkin, begitu pula apa yang dimaksud sang penulis dalam bukunya yang berjudul Bermuka Dua: Kebijakan Soeharto Terhadap Soekarno Beserta Keluarganya ini.

Yuli Hananto, penulis buku Bermuka Dua: Kebijakan Soeharto Terhadap Soekarno Beserta Keluarganya ini mencoba menghadirkan kegelisahan-kegelisahannya tentang makna di balik kontraversial pada masa Pemerintahan Soeharto yang kemudian tabu untuk dikaji, mengingat kondisi politik saat itu yang tidak memungkinkan untuk mengungkapkan pemikiran yang tidak sejalan dengan sikap yang formal. Apakah di balik segala sesuatu pasti ada makna sesuatu? Ibarat sebuah hipotesis dalam sebuah skripsi, pertanyaan ini cukup menggelitik sang penulis untuk memulai pengembaraan alam pikirannya dalam penulisan buku ini.

Pada masa pemerintahan Soeharto, sejarah dikendalikan. Sejarah digunakan sebagai sarana untuk membangun, melegitimasi, dan melanggengkan kekuasaan untuk kepentingan-kepentingan penguasa—orang yang paling diuntungkan, yang jasa-jasanya dibesar-besarkan dalam penulisan Sejarah Indonesia; yang tidak lain dan tidak bukan merupakan Sejarah Versi Soeharto sendiri. Secara langsung, disadari atau tidak, tindakan tersebut semakin mereduksi peranan Soekarno, sebagai satu-satunya lawan politik (hlm. 19—25). Sungguh sangat ironis. Terlebih lagi melihat perlakuan-perlakuan Soeharto terhadap Soekarno dan keluarganya yang menutup kemungkinan segala tindakan untuk kebangkitan kembali Soekarnoisme yang ditakutkan dapat melawan kekuasaannya. Soekarno semakin dilumpuhkan dengan berbagai cara, secara halus maupun yang kentara (hlm. 138—171).

Dalam buku yang awalnya merupakan skripsi S1-nya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini, pembaca dihantarkan pada fakta-fakta yang tertata apik dalam bab-bab yang terarah dan saling mendukung antara bab yang satu dengan bab yang lainnya. Buku ini terdiri dari beberapa Bab: Bab I Pendahuluan, Bab II Pemikiran Politik Soekarno, Bab III Pandangan dan Pikiran Politik Soeharto, Bab IV Nasib Soekarno di Tangan Soeharto, Bab V Kebijakan Pemerintahan Soeharto Terhadap Keluarga Soekarno, dan terakhir Bab VI Kesimpulan.

Dalam buku yang setebal 187 halaman ini, penulis mengemukakan dan memberikan fakta-fakta—rentetan peristiwa seputar pengangkatan Jenderal Soeharto di saat Soekarno menyadari situasi yang membahayakan kedudukannya untuk melegakan rakyat di masa itu, dimana oleh Dr. Asvi Warman Adam dalam kata pengantarnya di buku ini, dituliskan sebagai proses peralihan kekuasaan yang digambarkan oleh berbagai pengamat dengan beragam perspektif. Beberapa peneliti menganggap bahwa Soeharto pada mulanya tidak ambisius untuk berkuasa dan justru banyak didorong oleh orang-orang sekelilingnya dan ditambah lagi sejarah resmi Orde Baru yang lebih banyak mengkambinghitamkan PKI dan menempatkan Presiden Soekarno satu paket dengan gerakan yang ingin melakukan kudeta. Soeharto kemudian tampil (dengan gemilang) menyelamatkan bangsa dari pihak yang ingin mengganti Pancasila dan (dengan dalih) dari Presiden saat itu yang tidak mau mengutuk peristiwa tersebut, yang kemudian dianggap sebagai keberpihakan sang Presiden terhadap PKI.

Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Ombak Yogyakarta—penerbit yang kerap menerbitkan karya sejarah dan tulisan-tulisan yang lebih transparan menguak fakta ini, sarat dengan pertanyaan-pertanyaan sehingga sanggup memanjakan pemikiran pembacanya. Dalam buku Bermuka Dua ini, penulisan sejarah Indonesia terutama pada Masa Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno menjadi bahan pertanyaan. Pada masa Pemerintahan Soeharto, periode Demokrasi Terpimpin selalu dikatakan sarat dengan penyelewengan dan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Peristiwa ini memunculkan banyak praduga dan prasangka, apakah memang demikian adanya peristiwa tersebut ataukah justru hal ini jua yang digunakan oleh pemerintah Soeharto sebagai upaya strategi politik untuk kepopuleran kekuasaannya sesuai dan telah melaksanakan Pancasila dan UUD’ 45 secara murni dan konsekuen?

Pertanyaan yang kemudian timbul selanjutnya adalah apa dan bagaimana sikap dan kebijakan Soeharto pada masa tersebut; bagaimana upaya yang dilakukan Soeharto terhadap pemikiran-pemikiran Bung Karno—mengingat Soekarno adalah seorang tokoh revolusioner yang sarat akan pemikiran-pemikirannya, yang jasanya sangat besar terhadap pembangunan bangsa Indonesia terutama pada kondisi pra dan pasca kemerdekaan (hlm. 22), dan bagaimana perlakuan pemerintah Soeharto terhadap keluarga-keluarga Soekarno, terlebih lagi dengan adanya tuduhan bahwa mereka dianggap akan membangkitkan kembali ajaran-ajaran Soekarno (Soekarnoisme) dan karena dikhawatirkan akan meneruskan cita-cita dan perjuangan ayahnya itu (hlm. 23—24).

Setiap pertanyaan membutuhkan jawaban, begitupun setiap perlakuan membutuhkan kebijakan; pikiran, tindakan dan amalan perbuatan. Namun, terlepas dari berbagai pertanyaan-pertanyaan yang memang kerap muncul di setiap pembahasan di seputar peralihan kekuasaan Soekarno—Soeharto dan sangkut-pautnya hal tersebut dengan pelestarian cengkeraman kekuasaan selama 30 tahun lamanya ini, bagaimanapun usaha penggalian dan penelitian-penelitian tentang masa-masa krusial tersebut (1965 dan sesudahnya) patut mendapatkan tempat di hadapan sidang pembaca. Karena disadari atau tidak, sejarah murni dan mutlak mengungkapkan fakta harus lepas dari segala kepentingan-kepentingan politis yang melatarbelakanginya. Buku ini memang dikemas cukup apik ditambah lagi penggunaan kertasnya yang ringan sehingga menambah kepraktisan. Akan tetapi, kemasan buku ini tidaklah mampu menutupi perlakuan-perlakuan buruk Soekarno dan keluarganya di masa pemerintahan Soeharto.