Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku yang Bagus Menurut Franz Kafka

Membaca surat-surat pemikir yang sudah lama mati selalu menjadi perjalanan yang mempesona. Kecakapan sastra yang digunakan dalam percakapan pribadi mungkin mengingatkan banyak orang dengan tidak nyaman. Di sisi lain, anda mungkin lebih cepat bosan dengan renungan eksistensial yang tidak diminta melalui pesan teks.

Tidak mengejutkan, Franz Kafka tidak asing dengan surat panjang lebar seperti itu dalam surat pribadinya. Dikumpulkan dalam “Letters to Friends, Family and Editors,” surat Kafka berkisar dari yang mendalam sampai yang sekadar aneh.

Dalam kutipan dari sebuah surat di bawah ini dari tahun 1904, Kafka memberitahu teman masa kecil dan teman sekelasnya Oskar Pollack tentang buku 1800 halaman yang baru saja dia selesa baca, buku harian penyair Jerman Christian Friedrich Hebbel. Dengan bentuk dramatis, Kafka menceritakan bahwa ia tidak bisa “memegang pena di tangan" saat membaca buku itu karena prestasi besar Hebbel menggelisahkan hati nuraninya. Apa hasil pemikiran Kafka tentang apa yang membuat sebuah buku itu bagus.

Aku pikir kita harus hanya membaca jenis buku yang melukai dan menusuk kita. Jika buku yang kita baca tidak membangunkan kita dengan pukulan di kepala, untuk apa kita membacanya? Sehingga buku itu akan membuat kita bahagia, seperti yang kau tulis? Ya Tuhan, kita akan bahagia tepatnya jika kita tidak punya buku, dan jenis buku yang membuat kita bahagia adalah jenis yang kita bisa menulis diri kita sendiri jika kita harus. Tetapi kita perlu buku-buku yang mempengaruhi kita seperti sebuah bencana, yang menyedihkan kita dengan dalam, seperti kematian seseorang yang kita cintai lebih dari diri kita sendiri, seperti dibuang ke hutan jauh dari semua orang, seperti bunuh diri. Sebuah buku harus menjadi kapak untuk lautan beku di dalam diri kita. Itulah keyakinanku.

Isi surat-surat itu meliputi lainnya, kadang-kadang lucu, wawasan ke dalam kehidupan Kafka. Dalam surat lain kepada Pollack pada tahun 1902, ia memberitahu teman masa kecilnya itu tentang meja tulisnya. Mungkin lelucon, Kafka mengklaim meja itu punya ujung runcing di mana lututnya biasa beristirahat.

“Jika kau duduk dengan tenang, hati-hati di atasnya, dan menulis sesuatu yang terhormat, semuanya baik-baik saja,” tulis Kafka. “Tapi jika kau menjadi heboh, awas -jika tubuhmu gemetar sedikit, kau tak bisa mengelak merasakan ujung runcingnya di lututmu, dan seberapa menyakitkan itu. Aku bisa menunjukkan tanda hitam dan biru. Dan aku hanya ingin mengatakan: Jangan menulis sesuatu yang menarik dan jangan biarkan tubuhmu gemetar saat kamu menulis.”