Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Dendam Konflik Poso (Periode 1998 - 2001): Konflik Poso dari Perspektif Komunikasi Politik

Judul: Dendam Konflik Poso (Periode 1998 - 2001): Konflik Poso dari Perspektif Komunikasi Politik
Penulis: Hasrullah
Penerbit: Gramedia, 2009
Tebal: 224 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 40.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312



Konflik Poso merupakan musibah demokrasi berlatar belakang konflik struktural yang menyeret anak-anak bangsa berbeda agama dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite politik yang haus kekuasaan. Mereka menjual isu-isu demokrasi dan sentimen agama, sehingga masyarakat Poso yang dulu hidup rukun, damai, dan berdampingan "terpaksa" menjadi saling bermusuhan, bahkan dengan sanak suadara sendiri. Mereka saling bunuh dan bantai tanpa sadar bahwa mereka dikendalikan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab secara moral itu. Penelitian yang dilakukan Hasrullah memperlihatkan sesuatu yang selama ini ditutup-tutupi oleh banyak pihak yang mengatakan bahwa dari dulu pertikaian itu telah terjadi di kalangan masyarakat Poso. Temuan Hasrullah menunjukkan bahwa sesungguhnya: 1. konflik terjadi karena adanya perebutan kekuasaan antarelite lokal karena faktor situasional dan makin maraknya demokrasi 2. respons kedua kelompok dominan yang bertikai tidak terlepas dari pesan-pesan komunikasi politik yang bermakna: demokratisasi, ketidakadilan, manipulasi informasi, penegakan hukum sampai masalah tender proyek 3. terjadi poitisasi agama dan kontestasi antara pendatang dan pribumi dalam hal pembagian kekuasaan.

 Konflik Poso muncul saat kran partisipasi politik terbuka lebar di masyarakat. Perebutan kekuasaan terjadi di Poso, di samping telah ada ketimpangan struktural. Perebutan kekuasaan yang dilakukan para elite lokal memanfaatkan momentum masyarakat Poso sedang melaksanakan ibadah Ramadan dan peringatan Natal. Momentum religius ini diseret ke kancah politik yang berujung kepada konflik. Ketika perseteruan menyentuh ranah agama sebagai dasar keyakinan umat, worldview, maka konflik tidak dapat dikendalikan lagi. Sebab, masalah agama mudah menyulut sentimen individu dan kelompok yang sangat sensitif dan berakibat terjadinya konflik berkepanjangan di Poso, sehingga tampak seolah-olah konflik antar-agama. Akibatnya, terjadi dendam antar-penganut agama, pembantaian, dan lahirnya tragedi kemanusiaan.

Yang tersisa dari Konflik Poso adalah sebuah pertanyaan yang belum terjawab tuntas, mengapa dan bagaimana konflik itu terjadi? Banyak pihak berspekulasi, konflik tersebut terjadi karena perseteruan antar-umat beragama, pertarungan antar-elite lokal, dan sebagainya. Di dalam ’’Dendam Konflik Poso’’ ini, Hasrullah yang terjun ke lapangan di tengah ledakan bom di daerah itu, ’’memotret’’ konflik tersebut dari sisi pesan komunikasi politik para elite dua agama dan melengkapinya berdasarkan kacamata deklarator Perdamaian Poso.

“Penyebab Konflik Poso bukan kriminal, melainkan konflik struktural. Perkelahian atau kriminal hanya pemicu. Elite yang berbeda agama yang menyebabkan timpang.”