Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Memata-matai Kaum Pergerakan: Dinas Intelijen Politik Hindia Belanda 1916-1934

Judul: Memata-matai Kaum Pergerakan: Dinas Intelijen Politik Hindia Belanda 1916-1934
Penulis: Allan Akbar
Penerbit: Marjin Kiri, 2013
Tebal: 134 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok kosong


Masa-masa Pergerakan Nasional ramai diwarnai oleh berdirinya organisasi-organisasi nasionalis, rapat-rapat umum, pemogokan buruh dan pemberontakan petani. Untuk membendungnya, pemerintah kolonial membentuk Dinas Intelijen Politik (PID dan ARD) yang bertugas memata-matai dan menangkal aksi-aksi kaum revolusioner.

Dengan menelusuri sumber-sumber yang sulit didapat, buku ini mengulas sepak terjang dinas ini serta respons kaum Pergerakan terhadapnya, lengkap dengan momen-momen seru bak kisah spionase. Anda mungkin tertawa membaca cara-cara Soekarno mengelabui mata-mata yang membuntutinya, atau mungkin terkejut saat tahu bahwa Haji Agoes Salim ternyata pernah menjadi agen Dinas Intelijen yang bertugas memasok informasi rahasia mengenai internal organisasi Sarekat Islam!

Pada awal abad ke- 20 terjadi perubahan cukup besar di Hindia Belanda. Pemerintah kolonial Belanda menerapkan kebijakan Politik Etis (Ethische Politiek), sebagai balas budi terhadap rakyat Hindia Belanda. Kebijakan tersebut mencakup tiga hal yaitu edukasi, emigrasi dan irigasi (pendidikan, perpindahan penduduk dan pengairan). Akibat politik tersebut muncullah golongan pribumi terpelajar.

Golongan elit terdidik inilah yang menjadi agen pembaru dan pelopor pergerakan nasional di Hindia Belanda. Dengan semakin banyaknya golongan elit terdidik, semakin tumbuh pula kesadaran tentang perlunya kemajuan dan kesejahteraan bagi penduduk pribumi. Kesadaran ini diwujudkan dengan membentuk organisasi pergerakan baik yang bersifat sosial-kebudayaan, keagamaan maupun politik, misalnya Syarekat Islam (SI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI).

Pemerintah kolonial Belanda akhirnya merasa bahwa organisasi pergerakan tersebut membahayakan kedudukannya. Atas dasar tersebut pemerintah kolonial Belanda membentuk suatu lembaga yang diberi nama Politieke Inlichtingen Dienst (PID) pada bulan Mei 1916. Pada bulan April 1919 PID dibubarkan. Sebagai gantinya pada bulan September 1919 dibentuk Algeemene Recherche Dienst (ARD).

Baik PID maupun ARD bertugas mengawasi gerak-gerik organisasi pergerakan.Tetapi dinas intelijen yang digunakan sebagai alat untuk menekan dan meredam perubahan sosial-politik ini ternyata tidak berdaya.

Dengan membaca buku ini kita akan mengetahui sepak terjang PID atau pun ARD. Misalnya cara-cara yang dipakai dalam mengawasi organisasi pergerakan nasional dan tokoh-tokoh pergerakan. Informasi intelijen tersebut digunakan sebagai dasar untuk melakukan tindakan terhadap organisasi pergerakan yang disasar.

“Buku ini akan menjadi sumbangan penting bagi pemahaman kita tentang dunia Pergerakan Nasional Indonesia dari sisi yang berbeda.” — Bondan Kanumoyoso, pengajar sejarah Universitas Indonesia

“Menerangi salah satu lorong gelap sejarah Indonesia, yakni dunia intelijen politik. Kita akan sadar betapa banyak warisan negara kolonial dalam kehidupan politik sampai hari ini .” — Hilmar Farid