Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Land Reform Dari Masa Ke Masa

Judul: Land Reform Dari Masa Ke Masa
Penulis: Noer Fauzi Rachman
Penerbit: STPN & Sajogyo Institute, 2012
Tebal: 186 halaman
Kondisi: Bagus (stok lama)
Harga: Rp. 100.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312

Dalam buku ini Noer Fauzi Rachman menunjukkan detail dan proses kebijakan agrarian di Indonesia sejak 1945-2009. Kepemilikan tanah mulai jaman kerajaan yang dikuasai penguasa tunggal sang raja yang lantas setelah kolonial Belanda datang, kepemilikan ini beralih kepada penguasa kolonial. Sementara itu rakyat hanya berperan sebagai penggarap tanah saja. Tanah bukanlah benda mati. Tanah memiliki nilai dan sifat seperti makhluk hidup lainnya. Lihatlah bagaimana konsep yang dikenal oleh masyarakat tentang “ibu pertiwi, motherland, dewi sri (dewi kesuburan)”, begitu sangat melekat di memori kolektif masyarakat.

UU Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 digunakan oleh Soekarno sebagai manifesto politik 1960 sebagai masyarakat sosialis Indonesia yang akan merombak struktur agraria feodal dan kolonial secara radikal. Belum genap cita-cita mulia Soekarno ini dilaksanakan munculah peristiwa kontroversial G 30 S/PKI yang seolah-olah ingin mempercepat proses penguasaan tanah oleh rakyat. Akibat peristiwa ini muncul Jenderal Besar Soeharto dan mulailah era orde baru. Di bawah kepemimpinan Soeharto, masalah tanah ini ditanggapi dengan munculnya UU Kehutanan No. 5 tahun 1967 yang dimaksudkan sebagai paket untuk investasi modal dari luar dan dalam negeri dalam sektor ekstraktif. Paket hukum itu meliputi:
1. UU No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing
2. UU No. 8 tahun 1967 tentang penanaman modal dalam negeri, dan
3. UU No. 11 tahun 1967 tentang pertambangan.

Keberadaan UU Kehutanan No. 5 tahun 1967 ini sama sekali tidak menyinggung keberadaan UU Pokok Agraria 1960. Dan yang lebih parah lagi adalah UU Kehutanan No. 5 tahun 1967 ini menghidupkan kembali prinsip domain negara yang menyatakan bahwa negara adalah pemilik lahan hutan, dan menteri kehutanan memiliki kewenangan untuk menentukan kawasan mana saja yang termassuk “kawasan hutan” (Pasal 1 UU Kehutanan No. 5 tahun 1967). Berdasar pernyataan ini, menteri kehutanan memiliki kewenangan untuk memberikan konsesi penebangan hutan kepada perusahaan swasta dalam dan luar negeri (Pasal 14 UU Kehutanan No. 5 tahun 1967, dan peraturan pemerintah No. 21 tahun 1970).

Bekerjanya prinsip neo/liberalism pada tataran global, prinsip utilitarian pada tataran nasional pada birokrat pemerintah yang menjalankan amanat negara, dan prinsip Keynesian pada masyarakat bawah ini seolah menjadi arena pertarungan ideology ekonomi politik yang sebenarnya ada namun kadang tidak disadari bahkan tidak dipahami oleh masyarakat luas, dan bahkan oleh kalangan akademisi kritis lainnya.
Tiga prinsip ideologi utama dalam pengelolaan hutan menyebutkan:
a. Bahwa kehutanan negara dilangsungkan berdasar prinsip utilitarian, segala sesuatu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (The greatets good of the greatest number of people)
b. Bahwa kehutanan ilmiah (scientific forestry) adalah suatu bentuk penggunaan sumberdaya yang paling efisien dan rasional
c. Bahwa mempromosikan pertumbuhan ekonomi melalui usaha produksi kehutanan adalah orientasi utama (Peluso, 1992:125)
(dalam Noer Fauzi Rachman, 2012: 44)

Sejak Soeharto naik ke kekuasaan di tahun 1966, kebijakan ekonomi Indonesia dibentuk oleh 4 paradigma besar yang saling bertanding satu sama lain, yang menurut Robinson, 1997:29-30, yaitu:
1. Nasionalisme => dimotivasi oleh dorongan untuk mengubah ekonomi dari yang berfokus pada komoditi bernilai rendah ke arah suatu ekonomi industry yang berteknologi maju dengan kapasitas untuk produksi modal dan barang setengah jadi dan dengan sektor jasa yang canggih.
2. Populisme => mensubsidi harga-harga barang pokok untuk mencegah keresahaan sosial
3. Birokratisme predatoris => dipraktekkan oleh pejabat sipil dan militer yang mengambil keuntungan pribadi dan politik melalui posisi mereka dalam kekuasaan pemerintah.
4. Liberalism => agenda liberal dari lembaga keuangan international terutama world bank yang pada tahun 1991 menerbitkan sebuah dokumen yang mengkritik kebijakan tanah di Indonesia dan mendorong administrasi dan pengelolaan tanah yang berorientasi pasar.