Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Membela Martabat Diri dan Indonesia: Koperasi Restoran Indonesia di Paris

Judul: Membela Martabat Diri dan Indonesia: Koperasi Restoran Indonesia di Paris
Penulis: JJ. Kusni
Penerbit: Ombak, 2005
Tebal: 299 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 45.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Buku non fiksi ini menceritakan kisah orang-orang Indonesia di Paris yang disebabkan karena persoalan politik tidak diperkenankan untuk pulang ke Indonesia. Kasarannya orang-orang yang menolak lahirnya pembentukan orde Baru jaman Soeharto. Mereka akhirnya mencari suaka politik di negara Menara EIffel tersebut.

Pada 14 Desember 1982, Orang-orang tersebut memutuskan untuk membuka restoran Indonesia pertama dan satu-satunya di 12 Rue Vaugirard, 75006 Paris dengan bentuk badan hukum koperasi yang pengurusnya berisikan empat orang perancis, empat orang Indonesia dan satu orang Malaysia. Buku ini berisi tentang 22 buah surat dari JJ Kusni kepada Kang Saikul dan Kang Luthfi yang memuat tentang sepak terjang, suka duka membuka restoran indonesia ini..

Kita harunya kagum dengan usaha teman-teman yang membuka usaha restoran Indonesia ini. Mulai dari susahnya mencari tempat lokasi yang ternyata berhasil mendapat dari keluarga India yang membuka restoran Madras. Pembagian shift dalam pengaturan ulang ruangan, permasalahan siapa yang menjadi juru masak, ketika mendapat teror telepon bertubi-tubi, Selama setahun tidur bersama di kursi dan meja restoran, kurangnya dukungan dari KBRI perancis saat itu. Banyak sekali permasalahan yang mereka hadapi namun berhasil survive hingga saat ini..

Ada beberapa kutipan di buku ini yang kiranya bisa menggugah perasaan pembaca:

Aku merasa restoran ini mempunyai misi kedutaan atau perwakilan Indonesia di negeri di mana kami berada. aku sama sekali tidak memikirkan bagaimana sikap pihak kekuasaan kepada kami, juga tidak menghiraukan apakah kami anak bangsa yang dihalau dan terusir atau tidak. sebab kupikir keindonesiaan anak negeri dan bangsa indonesia tidaklah menjadi monopoli pemegang kekuasaan politik pada suatu saat. Indonesia adalah milik bersama dan Tanah Air semua putra-putri Indonesia. Anak2 negeri dan bangsa boleh bersaing memperlihatkan keindonesiaan dan kecintaan mereka kepada bangsa dan Tanah Air, bukan bersaing untuk saling menghujat, membenci, mengusir, dan membunuh atau merebut monopoli menguasai Indonesia. inilah yang kusebut konsep Indonesianisme dan bukan Indonesiasisasi.. Halaman 40

Jika negeri ini memang demokratis dan tahu arti toleransi serta Bhinneka Tunggal Ika? Indonesia bukan monopoli suatu aliran, partai atau kelompok manapun! aku lagi-lagi jadi teringat akan nasehat almarhum Ayahku..belajarlah jadi dewasa nak! agaknya indonesia sulit dan belum jadi dewasa. Padahal Indonesia adalah suatu konsep agung dan mengandung nilai universal dilihat dari usaha bersatu dalam keragaman.. halaman 43

"Ya, Indonesia, kata ini selalu memberiku motivasi dan tenaga cinta kepada tanah air, kepada mimpi adalah sumber kekuatan. Lalu jika demikian apakah cinta Indonesia adalah suatu monopoli kekuasaan atau orang-orang di atas angin? mengapa anak Indonesia dilarang mencintai indonesia? pertanyaan ini aku alamatkan kepada pihak kekuasaan dan kepada semua yang merasa diri Indonesia dan punya keindonesiaan. Bagiku penindasan, kungkungan dan segala ancaman tidak mengharuskan aku turut menghancurkan tanah air dan bangsa, tapi menjadi tantangan untuk kian mencintai dan membelanya.." halaman 94

Di restoran Indonesia juga banyak kesan-kesan pengunjung yang rata-rata sastrawan dan tokoh-tokoh Indonesia yang terkenal di saat itu:

"Saya datang, saya lihat, saya makan.. oleh WS Rendra (halaman 175)

"senang makan disini, bebas merokok, hidangan mantap dan suasana ramah. Bahwa restoran ini diselenggarakan oleh orang-orang Indonesia pelarian menterjemahkan kenyataan bahwa masih ada orang Indonesia yang bisa bertahan di luar negeri dengan mandiri suatu contoh untuk orang-orang indonesia lainnya.. Bahwa orang-orang penting menjadi langganan restoran ini tak lain dari penghargaan terhadap usaha yang ulet dan pendekatan manusiawi antara sesama.. oleh Pramoedya Ananta Toer (halaman 177)

"Rasanya tidak seperti di paris, seperti dirumah sendiri oleh Ny. S Nuriah Abdurrahman Wahid (Halaman 178)

"Terima kasih atas kontribusi konkret dalam memperkenalkan Indonesia di Paris. Restoran Indonesia benar-benar DUTA BANGSA oleh Ibu Yuli Mumpuni, Atase Pers KBRI Paris (halaman 179)