Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir

Judul: Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir
Penulis: Gunawan Wiradi
Penerbit: INSIST Press, KPA dan Pustaka Pelajar, 2000
Tebal: 264 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok kosong

Buku Reforma Agraria: Perjalanan Yang Belum Berakhir; yang di buat oleh Gunawan Wiradi, hadir untuk menggendor nurani para pembaca: mengenai betapa politik dan kebijakan argaria di Indonesia selama ini, (baik di masa kolonial maupun kemerdekaan), telah menimbulkan tragedi sosial yang amat kejam: tersingkirnya petani dari tanahnya yang di giring menjadi buruh industri yang murah. Berawal dari sinilah konflik agraria dan kemiskinan terus berakumulasi yang menjadi bibit-bibit lahirnya gejolak sosial yang lebih luas.

Di pendahuluan buku itu: Gunawan mengajak para pembaca, untuk melihat sejarah, bahwa tanah yang subur di negeri ini di kuasai oleh segolongan kecil yang memiliki kekuatan politik atau kaum “raja uang” yang senang merampas tanah-tanah petani bagi pengembangan industrinya. Sehingga, terjadi sengketa yang berkepanjangan.

Menurut pendapat Gunawan, bahwa baik sebagai policy issue maupun (dan lebih-lebih) sebagai scientific research issue, masalah Reforma Agraria tetap relevan. Sebagai policy issue relevansi itu baru lenyap jika pemerintah sudah secara eksplisit menyatakan kita tidak akan melaksanakan Reforma Agraria. Namun sepanjang pengetahuan Gunawan pernyataan seperti itu belum pernah ada. Namun, dalam hal scientific research issue, Gunawan Wiradi lebih cenderung sepakat dengan pendapat John Hicks. “…. Bagi pakar Ilmu-ilmu alam, dan kontroversi kuno itu sudah mati dan terkubur! Namun, tidaklah demikian dengan ilmu ekonomi (dan ilmu social lainnya). Kita tak bisa menghindarkan diri dari masa lalu kita. Kita dapat berpura-pura untuk melarikan diri, namun masa lalu itu begitu saja senantiasa mengerumuni kita”.

Buku tersebut juga menjelaskan tonggak Reforma Agraria di beberapa Negara, antara lain: di Yunani Kuno, Romawi Kuno, Inggris, Perancis, Rusia, hingga pada tonggak-tonggak selanjutnya: pasca—perang dunia II sampai dengan piagam petani. Dalam piagam petani tersebut (Juli 1979) menyatakan bahwa: “Tujuan Reforma Agraria dan pembangunan pedesaan adalah transformasi kehidupan dan kegiatan pedesaan dalam semua aspeknya: aspek ekonomi, sosial, budaya, kelembagaan, lingkungan, dan kemanusiaan. Sasaran dan strategi untuk mencapai itu haruslah di pusatkan pada penghapusan kemiskinan, … dan haruslah di kendalikan oleh kebijakan yang berusaha mencapai pertumbuhan dengan pemerataan, retribusi kuasa-kuasa ekonomi dan politik, serta partisipasi rakyat” (The Peasants, 1981:6). 

Di Indonesia, menurutnya, masih masuk dalam kategori masa transisi agraris. Sebab, meskipun proses industrialisasi sudah di mulai, tetapi belum dilakukan Reforma Agraria secara tuntas. Namun, Indonesia agak sedikit lebih maju di bandingkan dengan Negara berkembang: dengan adanya Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 dan peraturan Pemerintah nomor 56 pengganti UU 1960, yang kemudian di sebut sebagai UU land reform. Tetapi, pemerintahan orde baru mengambil kebijakan ekonomi—politik , maka isu Reforma Agraria menjadi beku, reforma agrarian sunyi—senyap.

Sebelumnya, Undang-undang Agraria 1870 di ciptakan di masa colonial Belanda. Untuk sekedar memberikan kesempatan luas bagi modal swasta asing. Untuk melindungi dan memperkuat hak atas tanah bagi bangsa Indonesia asli ternyata jauh  dari harapan. Semenjak UU Agraria tahun 1870 itu di ciptakan, maka kesengsaraan telah di mulai: zaman “cultuurstetsel”.

Pada Bab selanjutnya: Menjadikan Reforma Agraria Sebagai Dasar Pembangunan. Gunawan menyebutkan atas sikap orang mengenai “globalisasi sebagai ancaman”: antara peluang dan ancaman. Gunawan lebih cenderung yang kedua: sebagai ancaman. Gunawan membuat paraphrase dari definisi globalisasi: “globalisasi pada hakikatnya adalah gerakan kapitalisme internasional, dalam hubungan ini menurutnya, gerakan agribisnis adalah bagian dari globalisasi”.

Gunawan, juga mengajak pembaca buku ini, agar menjadikan Reforma Agraria sebagai gerakan social: Agenda Bangsa. Sebagai agenda bangsa, maka Reforma Agraria merupaka agenda seluruh komponen bangsa, tanpa terkecuali. Gunawan merumuskan, bahwa Gerakan Agraria adalah suatu usaha, upaya, dan kegiatan yang dilakukan secara kolektif, dengan tujuan untuk merombak tata—sosial di bidang agraria. Karena tata yang ada di anggap tidak adil dan tidak sesuai sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Secara inti Reforma Agraria di Indonesia masih mengalami hambatan, karena kebijakan pemerintah yang berubah-ubah, serta persekongkolan pemerintah dengan para pemodal. Pun, menekankan kemestian Reforma Agraria  sebagai dasar pembangunan nasional yang dapat mengeluarkan bangsa Indonesia dari krisis-krisis agraria. Sekaligus mengantarkan pada transformasi social yang hakiki: tata social, politik dan ekonomi yang bercirikan “keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Tulisan dalam buku ini menggunakan kalimat yang sederhana, sehingga memudahkan kita untuk membaca dan memahaminya. Itulah yang membuat buku ini menarik dan tidak membosankan bagi para pembacanya.