Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Octavio Paz The Other Voice (Suara Lain)

Judul: The Other Voice (Suara Lain)
Penulis: Octavio Paz
Penerbit: Komodo Books, 2010
Tebal: 206 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok kosong


Seorang Octavio Paz barangkali memiliki pandangan yang berbeda dengan kebanyakan orang. Di matanya puisi merupakan mikrokosmos yang terus berdialektika dengan jagat besar; tarik tambang yang tak lelah-lelah membetot realitas gerak jaman dan arus waktu sebagai sesuatu yang berada di luar dan terus merangsek masuk pada dunia tekstual. Mendesak penyair untuk berterus mengabarkan dunia yang dihadapinya kepada sidang pembaca dengan suara yang berbeda. Suara yang tidak menuntut pembaca untuk memaknai sesuatu (baca: bahasa) dengan ajeg dan pasti. Pada titik ini kesaksian, cinta, keluhan, celoteh, dan teguran seorang penyair terhadap lingkungan sosial memilih untuk tidak berkata dengan bahasa lantang dan penuh jargon perjuangan. Puisi barangkali hanya gumam yang menepuk pundak kemandegan berpikir dan merasa. Seperti kawan lama yang datang membawa berita yang baru bukan karena isinya tetapi karena diucapkan dengan pengucapan berbeda.

Dalam buku kumpulan esai ini jelaslah bahwa Paz adalah pribadi yang gelisah yang tidak selesai dengan menulis puisi. Sebagai seorang penyair peraih nobel kesusastraan tahun 1990, Paz tak ubahnya sebagai seorang intelektual publik yang mencoba terus membuka diri untuk menyerap gojolak sosial; menyelami kegelisahan pergeseran nilai yang terjadi di hampir setiap masyarakat. Ia tidak hanya berbicara sebagai orang Mexico, tetapi juga mendedah budaya Yuniani klasik, tradisi Cina, Jepang, hingga Eropa. Hal yang yang menarik dari sekian tulisan dalam buku ini adalah semua disoroti dari sudut pandang seorang penyair. Bagaimana puisi menjadi kesatuan yang tak terpisahkan dengan masyarakat karena pada masyarakat masing-masing individu hidup di dalamnya. Masing-masing individu itu memiliki cita-cita, kesunyian, haru, cemas, dan hikmat menghadapi hidupnya. Dan puisi hadir dari rentetan kondisi manusia tersebut.

Dalam esainya yang berjudul "Penyimpangan dan Penyatuan", Paz mendaras bagaimana modernitas lahir dari sikap kritis yang ditujukan pada agama, filsafat, moral, hukum, sejarah, ekonomi, dan politik. Lantas setelah itu modernitas menjelma "perahu" dengan seabreg barang muatan seperti ilmu pengetahuan, teknologi, kebebesan, demokrasi, revolusi, kemajuan, dan kapitalisme. Puisi yang sejatinya milik suatu kelompok masyarakat selalu mengambil perannya dalam kesadaran masyarakat. Ia terlibat mendampingi program besar modernitas yang bercita-cita memudahkan segala hal tentang hidup dan kehidupan. Pada saat tertentu puisi mempertanyakan kembali cita-cita itu dengan suara berbeda ketika kebanyakan orang mengamini segala apa pun tentang modernitas tanpa pikir panjang.

Esainya yang lain berjudul "Yang Sedikit dan Yang Banyak", Octavio Paz mencoba menghadirkan pertanyaan, berapa banyak orang yang membaca buku puisi? Dan siapa saja mereka itu? Jawabannya sedikit. Tetapi kemudian ia melanjutkan bahwa hampir tidak ada satu orang besar pun yang tidak mengapresiasi puisi, baik dia menulis puisi atau tidak. Ini berlaku mulai dari St. Thomas sampai ke Machiavelli, dari Bacon ke Schopenhauer, dari Montaigne ke Karl Marx. Maka tandasnya, pertanyaan yang berkenaan mengenai penjumlahan akan menghilang. Pada tulisan yang sama Paz melanjutkan pertanyaan, apakah sedikit dan banyak? Paz menolak jika jawaban atas pertanyaan itu hanya berupa data statistik. Menurutnya pribadi seperti Mallarme, Verlaine, Baudelaire, hanya menyebur beberapa saja adalah pribadi yang sedikit dari yang banyak. Tapi mengapa sampai saat ini nama-nama tersebut masih selalu segar ketika kita berbicara para jenial yang lahir dari suatu jaman. Tidak lain karena mereka telah mencipta apa yang tidak sanggup di suarakan kebanyakan orang banyak pada jamannya.

Mengenai pembaca Paz mengatakan bahwa, "membaca adalah menemukan jalan-jalan setapak yang tidak diharapkan sebelumnya, yang menuju kepada diri kita sendiri. Itu merupakan pengenalan dan pengakuan dalam era periklanan dan sistem komunikasi yang instan, komunikasi yang serba cepat, berapa banyakkah orang yang mampu membaca, dalam suasana seperti itu? Sangat sedikit. Tetapi kesinambungan dan kelanjutan peradaban kita terletak di sana, bukan pada data-data statistik hasil survei" (hal, 113).

Paz tentu sadar bahwa rasionalitas sebagai warisan abad modern cenderung berpijak pada logika ilmu alam (eklaren) yang mereduksi fenomena sosial menjadi deretan angka yang pasti. Manusia tak ubahnya tubuh mekanis yang bergerak dalam lingkup metode dan rumusan-rumusan tegas. Apabila terjadi fenomena di luar itu yang menyangkut manusia maka dengan segera lebel "kasuistik" dan tak masuk hitungan segera bertindak sigap. Pada esai "Suara Lain", ia menyebut puisi sebagai Si Pengecam modernitas. Puisi adalah suara lain (the other vioce). Suara yang menamai segala yang samar, yang menamai getar-getar halus dalam kalbu manusia. Ia lahir dari hasrat dan visi. Berdiri pada masa lampau, kini, dan masa depan tanpa titimangsa. Kebida'han dan yang beiman salih, yang tak berdosa dan sesat, yang terang dan kelam, yang di pertapaan dan di sudut bar, yang dapat dijangkau dan di seberangnya. Puisi lahir dari dunia yang menerobos batas tegas: gamang yang panjang! Rendah hati berututur dan menegur semangat membabi buta seperti yang sedang menjangkiti para pemegang kuasa di negeri kita