Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Bung Karno: Korban Perang Dingin

Judul: Bung Karno: Korban Perang Dingin
Penulis: Suar Suroso
Penerbit: Hasta Mitra, 2008
Tebal: 483 halaman
Kondisi: Bekas (bagus)
Terjual Jakarta

Ini adalah buku yang kesekian kali mengenai Bung Karno, tetapi inilah buku pertama yang cukup mendasar dan substansial mengkaji keterkaitan Perang Dingin dengan penggulingan Presiden Soekarno. Menarik dalam buku ini adalah penjabaran dari awal kekuatan dominan adikuasa USA dalam Perang Dingin semasa melawan komunisme Uni Sovyet, berlanjut dengan uraian bagaimana histeria anti-komunis Barat cq Amerika Serikat menggunakan kendaraan badan-badan intelligent menggerayangi urusan internal negeri-negeri Dunia Ketiga.

Kita selalu berpendapat, semua kajian menyangkut peristiwa G30S cacat berat, malah àpriori gagal bila membahas peristiwa G30S lepas dari konteks Perang Dingin. Alasan: Perang Dingin bukan semata-mata faktor luar yang terdiri hanya dari agen-agen intel luar negeri, CIA, State Department, Pentagon, White House dan berbagai foundation  donor di luar negeri. Faktor luar betul sekali berperan sangat besar, tetapi pelaksana dan faktor paling menentukan di lapangan adalah agen-agen setia para aktor Perang Dingin di dalam negeri.

Hal ini pada awalnya sesudah peristiwa ‘65 tidak disadari, karena public opinion sejak semula sudah dibelenggu pada satu versi tunggal yang wajib dipercayai sebagai kebenaran. Segera setelah pembantaian Gerakan 30 Sept.’65, tampillah terbuka aktor Perang Dingin di dalam negeri, ia mengejawantah sebagai Pemerintahan Rejim Orde Baru yang sangat otoriter. Sebelumnya sudah lama menjadi pengetahuan umum bahwa agenda pokok Perang Dingin untuk Indonesia adalah penghancuran PKI. Dan begitu Orde Baru berkuasa, seluruh mesin propagandaOtdr Baru intens mencekoki benak orang Indonesia, dewasa dan anak-anak, dengan versi tunggal itu: G30S pasti tidak bisa tidak gawè-nya PKI! Adagium politik kekuatan Perang Dingin ketika itu pun sudah jadi rahasia umum: PKI tidak bisa dihancurkan sebelum lebih dulu menyingkirkan Bung Karno. Maka orang awam dan segenap inteligensia kita mulailah menyanyi dalam paduan-suara satu lagu satu lirik itu-itu terus: PKI biang-keladi, Soekarno terlibat, tra-la-la, tra-la-la. Tigapuluh  tahun lagu yang sama dinyanyi-kan sampai menjadi aset ingatan kolektif bangsa untuk diwariskan terus ke generasi-generasi berikutnya.

Dengan sendirinya proses pembodohan menjangkiti kerangka berpikir inteligensia kita – termasuk pimpinan ABRI dan dunia pendidikan kita. Mereka tidak perlu berpikir, penguasa akan berpikir untuk mereka. Issue pokok dan masalah sampingan, sebab–akibat, kenyataan dan rekayasa, gebyah-uyah dicampur-aduk, semua disimplifikasi ke satu sasaran: PKI biang keladi. Itulah “kebenaran” yang wajib dipercayai.

Tetapi sejarah menggelinding tanpa bisa distop oleh kekuatan apa pun, pergolakan politik terus berproses. Monopoli “kebenaran” Orde Baru yang tadinya kedap-air mulai bocor. Kebenaran Yang Benar mengalir ke luar tetes demi tetes, sang waktu yang jaraknya terus menjauh dari kejadian perkara, juga berangsur menjauh dari produk-produk kebohongan Orde Baru. Lagi pula bagi banyak orang Indonesia, lakon pada pentas politik global memudahkan untuk memahami apa yang pernah dialami bangsa Indonesia pada akhir September 1965 itu. Jelas kita lihat aplikasi benang merah “konsep standar kudeta àla CIA” menjelujur ke Dunia Ketiga. Konsep standar intervensi CIA itu gemilang dilaksanakan dengan berhasil oleh para agen kekuatan di dalam negeri.