Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Menggelinding 1 (Pramoedya Ananta Toer)

Judul: Menggelinding 1
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara, 2004
Tebal: 548 halaman
Kondisi: Bekas (bagus)
Stok kosong


Buku ini dihadirkan untuk menjadi kilas balik proses kepengarangan Pram yang panjang selama rentang 1947 - 1956. Terdiri dari esai, sajak, cerita serta tulisan lainnya lengkap dengan komedi dan tragedinya.

Pada awal karirnya sebagai penulis, Pram menghasilkan berbagai bentuk karya tulis: prosa, puisi, cerita pendek, dan esai. Karya-karya tersebut tersebar pada berbagai majalah dan media lainnya, dan baru belakangan in dirangkum oleh Astuti Ananta Toer menjadi dua buah buku yang diberi nama Menggelinding. Sebuah buku yang dengan apik menggambarkan perjalanan seorang penulis dalam mencari suara dan pemikirannya sendiri.

Seperti karya-karyanya yang lain, cerita-cerita dalam buku ini memperlihatkan Pramoedya sebagai seorang  visioner. Realisme dalam tulisannya menunjukkan gambaran masyarakat yang nyata, tidak dibuat-buat. Dengan menceritakan cacat dan borok, Pram berhasil memperlihatkan kita sebuah gambaran yang utuh tentang konsep “bangsa Indonesia”.

Pandangan tersebut terbaca jelas pada esainya, dimana segala pendapat ia keluarkan tanpa tedeng aling-aling; kadang berupa serangan terbuka terhadap beberapa tokoh. Dalam tulisan-tulisan ini pula kita bisa mengintip ide kontroversial Pramoedya tanpa sensor. Esai-esai tersebut mempertanyakan segala hal mulai dari masalah sosial, politik, seni, hingga Tuhan. (Besar kemungkinan ia ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Indonesia karena salah satu tulisan dalam buku ini).

Singkatnya, Menggelinding merupakan sebuah bukti nyata bahwa bangsa ini memiliki kemampuan untuk maju. Seorang Pramoedya Ananta Toer telah membeberkan potensi yang kita miliki, harta yang bisa kita temukan jika kita menggali akal dan pikiran kita, terlepas dari kondisi yang sedang kita hadapi sekarang. Dan dalam salah satu esainya Pramoedya mengatakan: ”Bukan seharusnya orang ditentukan keadaannya oleh kesukaran-kesukaran yang dihadapinya, tetapi kesukaran itu wajib dipandang bahwa hidup itu ada, bahwa perjuangan kembali dibutuhkan. Bila semua itu tidak disadari, maka titik akhir telah tersedia”.