Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta

Judul: Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta
Penulis: Muhidin M Dahlan
Penerbit: Media Abadi, 2004
Tebal: 368 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Terjual Jakarta


Buku ini ditulis oleh Muhidin M Dahlan. Kisah yang ditulis di buku ini semacam memoar perjalanan hidupnya sendiri. Sebagai seorang anak dari pesisir laut di kawasan Sulawesi, yang hijrah ke Jawa, untuk melanjutkan kuliah. Tokoh "Aku" di novel itu adalah seorang tamatan STM yang menjatuhkan pilihan di Jurusan Teknik Bangunan di sebuah universitas negeri di Yogyakarta. Namun si "aku" ternyata menemukan jalan lain, jalan baca-tulis. Ia terperangkap di dunia literasi yang sunyi. Alhasil dia drop out dari kuliah. Namun pada prosesnya ia mengasah sendiri kemampuannya. Mengasah skill dasar menulis di organ kampus, menebalkan kesabaran dan menajamkan tulisan dengan mengirimkan ke koran-koran yang awalnya  lebih sering menolak tulisannya dari pada menerima, serta mencoba memikat  hati seorang gadis dengan mengirimkan emm..tulisan.

Si 'aku' digambarkan begitu teguh pendirian dalam menjaga cintanya pada dunia buku. Sebagai seorang mahasiswa rantau, ia tidak punya penghasilan apapun, juga tak punya keahlian lain untuk bertahan hidup. Hanya dengan menulis. Bahkan ia rela berlapar-lapar asal bisa membeli buku. Saya pernah membaca di sebuah tulisan wawancara, bahwa Muhidin pernah menghabiskan semua gaji yang diterimanya sebagai seorang editor, hanya dalam dua jam. Ya, dengan membelanjakannya buku.

Hal menarik yang ditawarkan buku ini adalah soal keteguhan dan semangat yang dibawakan tidak dengan berbuih-buih motivasi. Bukan ala motivator yang mendakik-dakik. Keteguhan dan semangat yang ditawarkan Muhidin. tampil dengan cara yang dingin, satir, dan cenderung ironis.

 Muhidin sendiri sebagai seorang penulis, memang tak pernah tanggung dalam proses kreatifnya. Pernah dalam menggarap sebuah novel kontroversial, Adam Hawa (yang pernah disomasi MUI), ia duduk setiap malam di taman duduk Vredeburg,Yogyakarta, selama tujuh hari, sambil menulis. Pernah juga ia mendirikan tenda di bawah lereng Merapi selama berhari-hari, sambil menulis, ketika menggarap novel yang lainnya, Kabar Buruk Dari Langit.

Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta bukannya tanpa kritik. Banyak yang menganggap itu sebagai buku yang ditulis sekenanya. Bahkan ada yang bilang, Muhidin menulis buku itu seperti orang -maaf- berak. Sebab dianggap Muhidin hanya mengeluarkan unek-unek yang berkelindan di isi pikirnya tanpa proses yang panjang. Mirip orang berak.

Tapi sekali lagi, membicarakan buku adalah membicarakan pengalaman personal. Bagi penulis maupun bagi pembaca. Sehingga saat saya menjatuhkan pilihan bahwa buku Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta (akhirnya dicetak ulang  sampai  dengan judul terbaru: Jalan Sunyi Seorang Penulis) sebagai salah satu buku yang memberikan pengaruh kuat dalam hidup saya, tidak layak ada seorang pun yang melarangnya.