Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Novel Pohon-Pohon Sesawi

Judul: Pohon-Pohon Sesawi 
Penulis: Y.B. Mangunwijaya
Penerbit: KPG, 2002
Tebal: 128 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Stok Kosong


Novel Pohon-Pohon Sesawi semula adalah naskah yang tercerai berai. Naskah ini ditemukan di antara berkas tulisan yang ditinggalkan oleh almarhum Romo Mangun. Sebelum meninggal, Romo Mangun pernah bercerita bahwa ia sedang mengerjakan sebuah novel. Mungkin novel ini yang dimaksud.

Naskah yang ditinggalkan Romo Mangun bukanlah naskah yang utuh, terketik rapi, dan mudah dibaca. Semuanya masih berupa berkas-berkas ketikan manual yang terpisah-pisah. Di sana-sini penuh coretan tulisan tangan. Sebagian bahkan tidak mudah dibaca. Karena itu, mengetik ulang dan menyunting naskah ini bukanlah pekerjaan gampang dan ringan. Penyunting dengan sangat hati-hati mencoba menyatukan sekian banyak tulisan yang penuh dengan coretan. Namun diusahakan semaksimal mungkin untuk setia pada aslinya.

Dari berkas-berkas yang ada tidak ditemukan secuil pun keterangan tentang kapan novel ini ditulis. Dari salah satu rekan kerja Romo Mangun hanya diperoleh keterangan lisan bahwa novel ini diperkirakan mulai ditulis pada awal tahun 1990-an dan pada 1998 ia masih mengerjakannya. Sampai selesainya pengetikan ulang naskah ini, tidak diketahui pasti apakah novei ini sudah selesai apa belum.

Sebenarnya Romo Mangun pernah meninggalkan pesan agar naskahnya ini suatu saat “dititipkan” pada Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Pesan ini seperti menyiratkan kemungkinan bahwa ia memang tidak sempat menuntaskan karyanya ini; paling tidak mengetik ulang secara utuh dan rapi.

Dengan membaca novel ini, mengingatkan novel karya Romo Mangun yang terdahulu: Romo Rahadi. Dalam kenangan terhadap Romo Rahadi, karya Romo Mangun ingin merefleksikan perjalanan hidupnya sebagai seorang imam dengan berbagai romantikanya, termasuk konflik-konflik batinnya.

Satu tahun menjelang akhir hidupnya, Romo Mangun sering bercerita tentang keluarganya, masa kecilnya, dan kisah-kisah hidupnya. Di tengah keasyikan bercerita, Romo Mangun kadang tidak bisa menyembunyikan perasaan nglangut, gelisah, dan kesepiannya. Tapi Romo Mangun adalah sosok orang yang perkasa, secara fisik maupun rohani. Secara fisik pada usia senja, dengan jantung yang sudah dibantu alat pacu, Romo Mangun masih kuat mengangkat meja, memindahkan almari, dan bekerja berjam-jam di depan komputer. Secara rohani semangat dan keyakinannya tak pernah surut: ia tetap “keras hati”.

Tidak mengherankan jika dalam novel ini muncul tokoh-tokoh yang memang diangkat dari pribadi-pribadi yang dekat dengan hidupnya, yang telah menjadi sumber inspirasi, spirit, bagi karya dan perjalanan panjang sebagai seorang imam.

Dengan membaca novel ini kita menangkap kesan yang kuat bahwa lewat karya ini Romo Mangun ingin merefleksikan perjalanannya sebagai imam dengan romantika dan konflik-konflik batinnya. Dituangkan dengan bahasa yang segar, jenaka, dan penuh sindiran khas Romo Mangun.