Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Sebuah Dunia yang Menakutkan

Judul: Sebuah Dunia yang Menakutkan: Mesin-mesin kekerasan dalam jagat raya chaos
Penulis: Yasraf Amir Piliang
Penerbit: Mizan, 2001
Tebal: 358 halaman
Kondisi: Bekas (Bagus)
Stok kosong


Yasraf Amir Piliang adalah seorang pemikir dan kritikus budaya serta penulis buku Sebuah Dunia yang Dilihat (Mizan, 1998), yang mendapat sambutan hangat dari para pemerhati perkembangan kebudayaan Indonesia kontemporer. Penulis yang memperoleh Master of Art-nya dari Central Saint Martin College of Art tidak ada jalan keselamatan, tidak ada optimisme, tidak ada wajah kemanusiaan... tidak ada tempat bagi rasa memaafkan.''
--Julia Kristeva, Powers of Horror:
An Essay on AbjectionColumbia University Press (1982), h.147.


'Kapitalis hanya tertarik pada mesin-mesin produksi yang beraneka ragam, yang ia sambungkan dengan mesin-mesin eksploitasi (mesin hasrat): tangan Anda bila Anda seorang tukang pukul, otak Anda bila Anda seorang insinyur, penampilan Anda bila Anda seorang gadis model.'
--Felix Guattari, Chaosophy,
Semiotext(e) (1995), h.213.

Dunia silih berganti menampakkan wajahnya yang berbeda kepada manusia, kadang-kadang ia tampak menggairahkan, ecstaticus mundi, kadang-kadang menyeramkan, horror mundi. Wajah dunia yang menyeramkanlah yang lebih sering tampil di atas tubuh bangsa Indonesia, melalui hempasan krisis ekonomi, kekacauan budaya, dan kerusakan lingkungan yang sangat menakutkan. Kedatangan Milenium Ketiga seakan-akan seperti sebuah lorong gelap yang menakutkan, sebuah hutan rimba yang menyeramkan, sebuah ruang turbulensi yang mengerikan, sebuah jagat chaos yang mencekam.

Sebuah Dunia yang Menakutkan lahir dari sebuah kepedihan, sebuah kegetiran, sebuah kengerian, sebuah kegamangan menyaksikan mesin virus dan parasit mematikan yang tengah menulari budaya jiwa, dan tubuh bangsa kita. Ia menyajikan refleksi atas dunia yang penuh dengan warna kelam ketakutan yang mencekam. Kajiannya merasuk ke berbagai wilayah kebudayaan yang penuh dengan kepedihan, ketakutan di balik lorong-lorong gelap horor dan teror.

Ditopang khazanah bacaan yang kaya seputar perdebatan budaya di era posmodern dan dengan gaya bertutur yang khas, penulisnya mengajak pembaca untuk ''menyelami'' kandungan buku ini dengan totalitas ''perasaan'' yang mendalam. Hanya melalui perasaan mendalamlah ''makna'' kepedihan, ketakutan, horor, dan teror tersebut dapat dipahami dan direngkuh hikmahnya.

Ia ingin mengetuk nurani manusia agar tidak terjebak di antara belantara ketakutan dan bisa belajar dari situasi chaos sehingga tidak menjadi petaka kemanusiaan, tetapi menjadi sesuatu yang positif bagi masa depan yang lebih baik.