Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku: Asal-Usul dan Perkembangan Islam

Judul: Asal-Usul dan Perkembangan Islam; Analisis Pertumbuhan Sosio-Ekonomi
Penulis: Asghar Ali Engineer
Penerbit: Pustaka Pelajar, 1999
Tebal: 348 halaman
Kondisi: Bekas (bagus)
Harga Rp 60.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


“Masyarakat yang sebagian anggotanya mengeksploitasi sebagian anggota lainnya yang lemah dan tertindas tidak dapat disebut sebagai masyarakat Islam (Islamic Society)” (Engineer,1999)

Engineer “bertutur” pada kita sebagai pembaca tentang sebuah konsep Islam sebagai teologi pembebasan dalam berbagai perspektif. Sebagai awalan, ia menerangkan tentang konsep teologi pembebasan. Menurut Engineer, teologi pembebasan hadir untuk mengambil peran dalam membela kelompok yang tertindas. Ia (teologi pembebasan_red) anti kemapanan, baik kemapanan religius maupun politik. Engineer mengintepretasikan kembali ungkapan Marx yang terkenal “agama adalah candu bagi masyarakat” bukan sekedar agama saja, tetapi agama yang kemudian ikut memantapkan status quo dan tidak mendukung perubahan.

Islam sendiri pada awal perkembangannya banyak dipeluk oleh orang-orang yang bukan merupakan golongan elit di masyarakat. Muhammad sebagai pembawa risalah juga berasal dari keluarga Quraisy yang walaupun cukup terpandang, tidak tergolong sebagai keluarga yang kaya dan memiliki status social yang tinggi. Pada saat itu Islam menjadi tantangan yang membahayakan para saudagar kaya Mekah, sehingga kemudian mereka menolak ajarannya. Bukan semata-mata karena mereka menolak risalah tauhid, tetapi lebih kepada ketakutan mereka terhadap Islam yang akan membawa perubahan sosial, khususnya pada tingkatan kekuasaan, baik politik maupun ekonomi.

Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menyinggung masalah-masalah sosial, yang bersifat kolektif (umat) dan personal. Salah satu hal yang ditegaskan disana adalah konsep keimanan. Engineer percaya bahwa orang yang beriman pasti dapat dipercaya, berusaha menciptakan kedamaian dan ketertiban, dan memiliki keyakinan terhadap semua nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan. Engineer melihat bahwa bangsa-bangsa di Asia dan Afrika pada saat ini sedang giat melakukan perubahan sosial. Tetapi kemudian, timbul pertanyaan perubahan seperti apakah yang dibuat dan untuk membela kepentingan siapa, rakyat ataukah penguasa? Ia mengangkat beberapa fenomena seperti Imam Khomeini yang memimpin revolusi Iran.

Dalam menghadapi tantangan kemiskinan, Engineer mengatakan bahwa jika agama hendak menciptakan kesehatan sosial, dan menghindarkan diri dari sekedar menjadi pelipur lara dan tempat berkeluh kesah, agama harus mentransformasikan diri menjadi alat yang canggih untuk melakukan perubahan sosial. Teologi, meskipun berasal dari teks- skriptural yang diwahyukan dari Tuhan, sebagian bersifat situasional-kontekstual dan normatif-metafisis. Ruhnya yang militan tampak menonjol ketika tetap menigdentifikasikan dirinya dengan kaum tertindas. Al Qur’an memberi peringatan “Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan membela orang yang tertindas, laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berkata, ‘ Tuhan kami! Keluarkan kami dari kota ini yang penduduknya berbuat zalim. Berilah kami perlindungan dan pertolongan dari-Mu!”(QS.4 :75).

Engineer mencoba menerangkan latar belakang Kebangkitan Islam pada awal tahun 1970-an. Harus disadari bahwa struktur sosio- ekonomi di satu pihak, dan pergantian kekuasaan atau kelas yang berkuasa menentukan tingkat dan arah kehidupan beragama. Hal ini dapat dilihat di beberapa negara Islam seperti Iran, Irak, Syiria, Malaysia, Indonesia dan sebagainya. Pembangunan ekonomi di negara tersebut melahirkan sebuah kelas yang teramat kaya dan bergaya hidup kebarat-baratan dan imoral menurut norma masyarakat yang konvensional. Penderitaan masyarakat bawah akibat pemusatan harta yang kemudian mengundang inflasi. Rakyat yang emosional siap dengan kebangkitan agama yang konvensional. Kelas yang berkuasa merasa terancam dengan hal ini. Mereka mulai “mensponsori” kegiatan dakwah yang menekankan pada formalitas ibadah ritual. Sedangkan sistem nilai Islam yang menekankan pada aspek egaliter, keadilan dan persaudaraan menjadi tereduksi dan bahkan menghilang. Hal inilah yang diinginkan oleh kaum atas tersebut. Kemapanan posisi dan kekuasaan. Penerapan syariah yang formal dan tegas inilah yang kemudian melekatkan label fundamentalis. Umat Islam menolak untuk menerima hal itu, tetapi ternyata klaim itu tidak sepenuhnya salah.

Beberapa ekonom Pakistan mengatakan bahwa apa yang dianggap sebagai ekonomi Islam adalah tidak lebih dari gagasan asing yang tidak jelas. Kita lihat bahwa seluruh penekanan perbankan Islam adalah mobilisasi modal tanpa bunga untuk invesatasi dalam jumlah yang sangat besar dengan bekerjasama dengan perusahaan multinasional barat. Eksploitasi yang memakai simbol Islam yang non-bunga. Sayangnya, perbankan Islam ini tidak digunakan sebagai kebijakan utama yang bersifat instrumental untuk memperkuat posisi ekonomi nasional yang dikelola pemodal pribumi, tetapi hanya menjadi sub ordinat modal asing.