Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Terapi Hati Model Sufi: Sebuah Pengalaman Transenden

Judul: Terapi Hati Model Sufi: Sebuah Pengalaman Transenden
Penulis: David Heinemann
Penerbit: Nuansa Cendekia, 2010
Tebal: 358 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 70.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312



Sufisme, atau lebih tepatnya esetorisme, selama ini dianggap sebagai suatu cara melarikan diri (eskapisme) umat Islam dari realitas kehidupan dunia yang semrawut. Pandangan ini memang memiliki alasan karena jaman dahulu para sufi (orang-orang saleh yang mengambil jarak dengan kekuasaan), bahkan bersikap oposan.

Dalam suatu masa di mana kekuasaan monarki kuat dan anti terhadap kritik, para sufi memilih strategi lari ke gunung dan menyembunyikan identitasnya. Tetapi sesungguhnya antara sufi dan ajaran sufi itu sendiri harus dibedakan. Sebagai ajaran, sufisme tentu bisa dan boleh diterapkan oleh siapa pun, termasuk oleh para penguasa.

Karena fleksibilitas ajaran inilah, sufisme bukan saja layak mendapat tempat bagi golongan orang perorang, melainkan juga bisa direvitalisasi dan dikembangkan untuk kehidupan masa kini.

Buku ini adalah cara kreatif untuk menggali esensi sufisme dengan cara lain. Hal yang unik dari buku ini, ditulis oleh seorang Rabbi Yahudi dari Kibris Turki bernama David Heinemann. Selain sebagai pemuka agama Yahudi, Heinemann juga seorang ahli terapi (psikoterapi). Bidang keilmuannya meliputi ilmu psikologi, psikiatri, dan memiliki minat studi spiritualitas lintas agama.

Sufisme selama ini dikatakan sebagai elemen ajaran (spiritual) dari agama Islam. Tetapi, sebenarnya ini hanyalah istilah, atau label. Setiap agama,  Yahudi, Nasrani, Buddha, dan lain sebagainya juga punya dimensi khusus spiritualitas, secorak dengan sufisme ala Islam. Bahkan pada setiap agama itu juga terdapat lembaga spiritualnya. Istilah sufi di sini sekadar untuk memudahkan pemaknaan spiritual. Namun, pada hakikatnya sufisme yang dimaksud adalah spiritualitas lintas agama, yang meliputi tiga ajaran agama Abrahamistik, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam, serta membicarakan spiritualitas dari agama Buddha dan agama lain.

Alasan Heinemann paling tidak bisa ditangkap oleh dua hal. Pertama dari sisi psikologis setiap orang yang menghayati ajaran agamanya pasti memiliki ikatan kuat dari sisi kejiwaan. Sebab—mengutip pandangan William James, agama dan psikologi bukan hal yang terpisah. Keduanya memiliki arah yang sama tetapi perspektifnya memang berbeda. Kedua, dari sisi sejarah, terutama agama Abrahami memiliki corak esoterisme dari arus yang sama, yaitu kebudayaan Mesir Kuno (hlm 43).

Apa artinya spiritualitas (atau yang disebut sufi) sebagai terapi?

Melalui buku ini Heineman memainkan sisi psikologis untuk mengobati masalah penyakit jiwa dan pikiran. Dua obyek ini menjadi kajian menarik mengingat sebagian penyakit manusia disebabkan oleh keduanya. Bahkan pada kasus terbanyak, pikiran memainkan sehat dan sakitnya manusia.

Realitas ekonomi kapitalisme dengan perangkat industrialisasi telah banyak menelantarkan masyarakat manusia sebagai masyarakat mesin. Keterasingan melanda banyak kaum buruh, buruh tani, dan rakyat jelata lainnya. Tanpa bermaksud untuk mengajak masyarakat lari dari realitas hidupnya, Heinemann mencoba memberikan terapi hati melalui cara pandang khusus menghadapi kehidupan melalui jalan esoterisme.

Sikap Yesus, Muhamad, Musa, Al-Hallaj, dan para pelaku sufi di zaman dulu direkam secara baik. Dari simbol-simbol tokoh tersebut kita mendapatkan makna substansial untuk bagaimana menghadapi realitas kehidupan ini. Sekalipun mereka hidup di zaman dahulu, tetapi esensi masalah yang dihadapi, yakni kedzaliman realitas ekonomi, kemungkaran politik, penyelewengan ajaran agama, dan lain sebagainya tetap relevan kita serap. Dari situlah kita akan mendapatkan cara pandang baru melalui spiritualitas lintas agama untuk mewujudkan sisi hidup yang lebih bermutu.