Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Pleidoi Sastra: Kontroversi Cerpen Langit Makin Mendung Kipanjikusmin

Judul: Pleidoi Sastra: Kontroversi Cerpen Langit Makin Mendung Kipanjikusmin
Editor: Muhidin M. Dahlan & Mujib Hermani
Penerbit: Melibas, 2004
Tebal: 484 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Stok kosong

Pengantar Penerbit:
Hingga sekarang nama Kipandjikusmin, pengarang cerita pendek Langit Makin Mendung masih menyisakan misteri. Hingga pelarangan cerita dan penutupan majalah yang menyiarkannya, Sastra, nama itu konon tak juga terang. Ada dua pendapat yang beredar kala itu di kalangan pembaca sastra. Pendapat yang pertama mengatakan, bahwa Kipandjikusmin adalah nama samaran H.B. Jassin sendiri karena itu ia tak juga buka mulut mengatakan nama pengarang itu ketika diadili di hadapan pengadilan, bahkan nama itu tetap menjadi misteri hingga si Paus Sastra itu meninggal di permulaan abad ini. Pendapat kedua mengatakan bahwa Kipandjikusmin adalah nama pena seorang sastrawan pemula; yang saat cerpen tersebut dilarang pengarang tersebut berdiam di Yogyakarta dan kuliah di salah satu perguruan tinggi Islam.

Penerbit lebih meyakini pendapat yang kedua ini ketimbang yang pertama. Alasannya, beberapa pengarang dan penyair yang bergiat pada tahun pelarangan itu (1968) mengenal tokoh kontroversial ini, seorang yang masih mencoba-cobai menulis dan berakhir dengan sengketa yang berkepanjangan dan masuk dalam daftar urusan pengadilan. Konon, setelah peristiwa itu Kipandjikusmin trauma dan berhenti total dari urusan karang-mengarang yang baru saja ia jalani.

Kipandjikusmin, sang pengarang, sedikit pun tidak menduga bahwa cerita pendeknya, Langit Makin Mendung, mampu menorehkan tinta hitam dalam sejarah pasang-surutnya hubungan sastra dengan negara (dan agama resmi). Betapa tidak, sejak pemuatan cerita pendek tersebut pada 8 Agustus 1968 di majalah Sastra, telah memicu silang pendapat yang begitu keras—tidak hanya antarsastrawan—melainkan juga melibatkan pelbagai unsur masyarakat. Pungkas dari perdebatan itu adalah diberangusnya majalah Sastra dan diseretnya H.B. Jassin, pemimpin redaksi majalah tersebut, ke pengadilan dengan tuduhan yang tidak main-main: menghina Tuhan dan merusak akidah umat Islam.

Kami menerbitkan buku ini yang peristiwanya persis tiga tahun setelah ledakan peristiwa politik G-30-S yang mengubah seluruh haluan masa depan politik Indonesia, untuk merekam dan menggambarkan secara lengkap betapa dahsyatnya silang pendapat atas cerita pendek tersebut, sebuah "prahara sastra" yang sangat panas. Lebih cari 30 artikel di koran dan majalah dari 20 pengamat yang berasal dari pelbagai kalangan turut hadir dalam sengketa wacana ketuhanan yang dipicu oleh cerita Kipandjikusmin tersebut.

Selain itu, buku ini juga mengikutsertakan semua karya Kipandjikusmin yang belum terpublikasikan. Perlu diketahui bahwa Langit Makin Mendung merupakan fragmen dari sebuah novel yang beberapa fragmennya yang lain turut kami sertakan dalam penerbitan buku ini.

Kami juga mengikutsertakan artikel-artikel pembelaan Jassin di koran-koran dan duplik pleidoinya yang berapi-api di pengadilan atas semua gugatan yang dialamatkan kepadanya: "Saya menolak karya 'Langit Makin Mendung' ditanggapi sebagai karya agama dan memakaikan sebagai ukuran kaidah-kaidah agama. Saya tetap berpendapat bahwa cerita mempunyai dunianya sendiri, dengan hukum-hukumnya sendiri, seperti dunia mimpi yang mempunyai hukum-hukum yang lain dari hukum-hukum moral dan atau logika tradisional.

 Maka apabila saudara Jaksa, karena memakaikan hukum-hukum yang tidak berlaku bagi alam imajinasi, menuduh saya atau pengarang, menodai akidah agama, maka itu adalah jelas tidak benar dan fitnah yang tidak berdasar. Saya tidak menolak hukum-hukum positif dan akidah agama, sebagai yang berlaku dalam dunia kenyataan, tapi saya minta pengertian tentang motif-motif yang terkandung dalam alam imajinasi dalam cerita 'Langit Makin Mendung' ini. Janganlah saudara Jaksa memaksa kami merasakan apa yang tidak kami rasakan dan mengatakan apa yang tidak kami maksudkan."

Demikianlah. Penerbit mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kawan-kawan yang dengan setia menjagai peradaban sastra di Pusat Dokumentasi H.B. Jassin Jakarta dan Perpustakaan Nasional Jakarta yang telah memberikan bahan-bahan dokumentasi yang cukup penting untuk diikutsertakan dalam buku ini. Juga tentu saja kami sebutkan Warung Irin yang menjadi salah satu tempat buat kami nongkrong dan bersendawa dan melahirkan bit-bit gagasan. Harapan kami semoga buku rekaman "prahara sastra" ini bisa menjadi rujukan penting atas sejarah peristiwa sastra yang pernah terjadi di tanah air yang lamat-lamat dilupakan. Selamat membaca.