Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Sjam: Lelaki dengan Lima Alias

Judul: Sjam: Lelaki dengan Lima Alias
Penulis: Tim Buku TEMPO
Penerbit: KPG, 2010
Tebal: 111 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Harga: Rp. 35.000 (blm ongkir)
Order: SMS 085225918312


Sejarah lisan adalah cara merekam masa lalu melalui wawancara. James H. Morison memberi kritik pada sikap para akademisi yang lebih memperhatikan sumber tertulis dan kurang tertarik dengan sumber lisan. “No documents, no history,” Kata Morison.

Sebenarnya pernyataan Morison cukup relevan, melihat upaya akademisi yang semakin bergairah menguak tabir buram dari sejarah Indonesia yang ibarat kran mulai terbuka deras dan lebar sejak otokrasi sejarah Orde Baru. Pentingnya wawancara lisan dapat melengkapi tulisan sejarah yang belum mencatat suatu peristiwa dan–bisa jadi–sejarah lisan adalah satu-satunya catatan yang ada.

Meski penting sebagai referensi primer, kadang wawancara memiliki peluang merekayasa ingatan. Oleh karenanya, dari sudut pandang kepentingan sejarawan yang melakukan wawancara, kadang-kadang menemukan hasil wawancara yang tidak relevan dan kadang tidak sesuai dengan kepentingan sejarawan.

Sjam Kamaruzzaman, Komisaris PT Suseno, perusahaan pabrik genteng di Pintu Air dan memiliki rumah di Jalan Pramuka Jati, Jakarta Pusat, adalah sosok yang dianggap agen rahasia oleh beberapa ahli sejarah. Datang sebagai saksi kunci Gerakan 30 September (G30S), Asvi Warman menyebutnya seperti Putri Scheherazad yang menunda eksekusi mati dirinya dengan menceritakan satu kisah tiap malam kepada raja sampai bertahan 1001 malam. Sjam, bertahan di penjara dan menunda eksekusi mati dirinya selama 18 tahun dengan memberikan 1001 macam pengakuan di pengadilan.


Setidaknya ada dua peristiwa percobaan pembunuhan Presiden Soekarno; Pertama, pada 30 Nopember 1957 di SD Yayasan Perguruan Cikini, tempat sekolah Guntur dan Megawati, ketika menyempatkan diri melihat-lihat SD tersebut dan terdengar suara granat meledak. Pelakunya ditangkap, dan dihukum mati 28 April 1958; Kedua, pada tanggal 09 Maret 1960 di Istana Negara tiba-tiba terdengar suara sebuah pesawat MIG 15 yang terbang rendang dan meluncurkan roket ke arah Istana. Letnan Maukar, pilot pesawat itu, kemudian awalnya dijatuhi hukuman mati namun diberikan Amnesty oleh Presiden dan dibebaskan. Dari sekian percobaan Presiden Soekarno, nampaknya G30S adalah pembunuhan yang benar-benar berhasil melukai Soekarno.

Elaborasi peristiwa jahanam G30S berarti mengelaborasi secara keseluruan Coup d’Etat terhadap Soekarno, setidaknya melihat ke belakang sampai menemukan modus operandinya. Membuat rekonstruksi sejarah G30S berarti merekonstruksi kejadian yang dulunya ditafsiri secara seragam menjadi beragam. Lewat G30S tersebut melahirkan rangkaian kegiatan merangkak untuk mengambil kursi kepresidenan secara bertahap. Dale Scott melihat percobaan pembunuhan ini terjadi dengan tiga tahap; pertama, G30S yang merupakan “Kudeta Gadungan”; Kedua, pembunuhan masal anggota PKI; Ketiga, Pengikisan sisa-sisa kekuatan Soekarno. Dan hal paling penting adalah G30S, karena adanya peristiwa Kudeta Gadungan ini menentukan keberlangsungan Kudeta-Kudeta selanjutnya.

Teori PKI sebagai dalang G30S adalah keyakinan Soeharto, Sudharmono, dan Yoga Sugomo. Bahwa kemudian muncul analisa yang menyebutkan Soeharto adalah satu-satunya dalang G30S, adalah tidak mungkin karena Soeharto tidak cukup pintar untuk merancang perebutan kekuasaansecara sistematis. Hingga keterlibatan CIA dan Amerika dalam peristiwa G30S, cukup beralasan karena situasi dunia pada waktu itu memungkinkan perang dunia antara Kapitalis VS Komunis sampai ke Indonesia.

Gerakan 30 September ini gagal, secara teknis pelaksanaan, adalah karena tidak adanya satu komando. Terdapat dua kubu dalam pelaksanaan G30S tersebut; Kubu Militer (Untung, Latief, dan Sudjono) ditegur Soekarno dan patuh untuk menghentikan G30S, sementara kubu Biro Chusus (Sjam, Pono, dan Bono) tetap bersikukuh untuk melanjutkan. Sjam, adalah orang penting yang menghubungkan kedua kubu ini. Sjam adalah tokoh rumit yang sesekali disebut double agent,bahkan triple agent, sekaligus pembantu DN. Aidit paling setia.

Persidangan Mahmilib disiarkan oleh RRI. Hadir dalam persidangan tersebut adalah beberapa pengamat asing, termasuk Ben Anderson. Ben cukup terkesan dengan kesaksian Sudisman, dan berbeda komentar dengan kesaksian Sjam yang dia katakan sebagai orang sinting. “Sjam adalah Sang Pemicu,” Kata Asvi Warman. Dalam persidangan tersebut Sudisman kentara sekali sebagai penganut faham ideologi Marxis, setia kepada PKI, sedangkan Sjam menampilkan kesaksian yang tidak memperlihatkan betapa penting posisinya dalam partai.

Bagaimana menjelaskan Sjam dan perannya dalam G30S, dan bagaimana menjelaskan Sjam yang menjadi anak emas Jaksa Agung dalam masa pemenjaraansan, sedikit banyak pertanyaan tersebut dijawab dalam Buku Sjam Lelaki dengan Lima Alias.

Buku Sjam Lelaki dengan Lima Alias, adalah liputan Sjam Kamaruzzaman yang disusun dari wawancara dengan beberapa narasumber yang pernah berhubungan dengan Sjam Kamaruzzaman. Buku ini menarik, karena berhasil mengumpulkan informasi dari keluarga Sjam, sementara beberapa sumber mengatakan bahwa Sjam tidak pernah berkeluarga. Pertemuan pertama dengan keluarga Sjam terjadi ketika Budi Riza, redaktur muda Tempo, yang berhasil meyakinkan dan membujuk anak Sjam untuk datang ke kantor Majalah Tempo. Kedatangan anak Sjam tidak sendirian, bahkan membawa serta adiknya yang lain serta cucu Sjam Kamaruzzaman. Entah berhasil mempengaruhi pembacanya atau tidak, yang pasti safari sejarah buku ini membuka hal-hal yang tak pernah diketahui sejarah diantara sosok Sjam yang selama empat dekade masih samar-samar dalam sejarah.