Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ngarsa Dalem Dundum Warisan

gambar
Rp.40.000,- Rp.30.000,- Obral
Judul: Ngarsa Dalem Dundum Warisan
Penulis: MA Rumawi Eswe
Penerbit: LKiS, 2008
Tebal: 230 halaman
Kondisi: Bagus (Ori Stok Lama)

Islam, Kraton, dan Jawa diyakini banyak pihak sebagai "syntum" tata-nilai kebudayaan Indonesia. Salah satu "syntum" tata-nilai yang dianggap "sakral" dalam kebudayaan Kraton Ngayogyakarta adalah sistem pewarisannya. Interaksi Islam dan Kraton-Jawa, sebenarnya bisa dilihat dalam konteks pewarisan ini. Dengan demikian, buku ini masuk pada relung terdalam dialog Islam dan Kraton melalui optik sistem pewarisan. Penulis menunjukkan bahwa sistem pewarisan Kraton Ngayogyakarta manawarkan dialektika yang dinamis, yakni Islam yang "mengadat" dan Kraton yang mengintrodusir nilai kewarisan Islam.

Studi ini secara antropologis menunjukkan bahwa pelaksanaan kewarisan di Kesultanan Yogyakarta secara asasi menganut beberapa asas. Asas-asas itu anatara lain: asas individual-bilateral, asas keutamaan, asas perdamaian, asas penggantian ahli waris, asas personalitas keislaman, asas kewarisan semata akibat kematian dan asas mayorat laki-laki.

Pertama, asas bilateral adalah setiap ahli waris baik laki-laki maupun perempuan berhak atas harta kewarisan dari kedua orang tua mereka. Artinya, ahli waris laki-laki maupun perempuan memperoleh harta kewarisan dari lajur darah bapak maupun lajur darah ibu. Kedua, asas individual ialah sistem kewarisan individual adalah suatu sistem kewarisan yang harta peninggalan dapat dibagi-bagikan dan dimiliki secara individual di antara para ahli waris. Ketiga, asas keutamaan merupakan penerimaan harta kewarisan, terdapat tingkatan-tingkatan hak yang menyebabkan satu pihak lebih berhak dibandingkan dengan pihak lain, dan selama pihak yang lebih berhak itu masih ada, maka pihak yang lain tidak menerimanya.

Keempat, asas perdamaian yakni para ahli waris mengadakan rembug keluarga untuk membuat kesepakatan mengenai pembagian harta warisan. Asal semua ahli waris sepakat dengan suatu kesepakatan untuk membagi harta warisan cara yang mereka sepakati. Kelima, asas penggantian ahli waris adalah ahli waris pokok yang meninggal terlebih dahulu daripada pewaris maka kedudukan sebagai ahli waris dapat digantikan anaknya. Keenam, asas kewarisan semata akibat kematian merupakan Proses pewarisan atas peralihan harta warisan dari pewaris kepada generasi berikut sebagai ahli waris, dilaksanakan setelah orang yang memiliki harta sudah meninggal dunia. Ketujuh, asas personalitas keislaman adalah seluruh ahli waris dan pewaris beragama Islam. Agama Islam merupakan agama resmi Kesultanan Yogyakarta. Kedelapan, asas mayorat laki-laki adalah suatu sistem kewarisan yang anak tertua laki-laki maupun perempuan pada saat wafatnya pewaris berhak tunggal untuk mewaris seluruh atau sejumlah harta pokok dari harta peninggalan. Di kraton Kesultanan Yogyakarta, seseorang dapat menguasai dan mewarisi harta sultan sebagai kepala kraton, atau harta kesultanan harus anak lelaki. Anak laki-laki berhak atas tahta trah kesultanan sebagai sultan sekaligus menguasai serta mengelola harta kesultanan. Maka, di Kesultanan Yogyakarta berlaku asas kewarisan atas dasar mayorat lelaki.

Hubungan hukum kewarisan Islam dengan hukum kewarisan Kesultanan Yogyakarta terjadi konvergensi unsur-unsur kewarisan. Artinya, hukum Kewarisan pada pelaksanaan kewarisan swargi Sultan Hamengku Buwono IV menyatukan unsur-unsur dari sistem hukum kewarisan Islam dan hukum kewarisan adat Jawa. Unsur-unsur yang diadopsi dari sistem hukum kewarisan Islam meliputi: pertama, posisi istri / janda tidak mempengaruhi waktu pelaksanaan pembagian harta warisan. Artinya, pembagian harta warisan diselenggarakan setelah pewaris meninggal dunia. Sedang, hukum kewarisan adat Jawa harta warisan tidak akan dibagikan kepada ahli waris (anak pewaris) selama seorang janda/istri masih hidup. Kedua, pembagian harta warisan dengan perbandingan dua banding satu, atau satu banding setengah, untuk ahli waris anak laki-laki dan anak perempuan. Hukum kewarisan adat Jawa anak laki-laki dan anak perempuan memperoleh hak yang sama dari harta warisan. Ketiga, istri/janda memperoleh bagian tertentu yaitu seperdelapan dari harta warisan. Sedang, hukum kewarisan adat Jawa seorang istri/janda berhak atas seluruh harta warisan peninggalan suaminya selama dia hidup.

Unsur-unsur yang diambil dari sistem kewarisan adat Jawa adalah klasifikasi harta berdasarkan harta Sultan dan harta kesultanan. Harta yang disebut pertama sebagai harta biasa. Harta biasa itu di masyarakat Jawa dibagikan kepada seluruh ahli waris. Sedang, harta kesultanan sebagai harta istimewa. Harta istimewa di masyarakat Jawa sebagai harta tanah yang subur. Tanah subur itu diwariskan secara tunggal kepada salah satu ahli waris yang biasanya anak tertua. Meski, diwariskan secara tuggal harta tanah subur digunakan untuk kepentingan keluarga.

Ada unsur-unsur dalam pelaksanaan kewarisan Kesultanan Yagyakarta yang disesuai dengan unsur hukum kewarisan Islam maupun hukum kewarisan adat Jawa. Unsur ini adalah adopsi ahli waris pengganti. Ahli waris pengganti terjadi dalam pelaksanaan kewarisan Kesultanan Yogyakarta. Di samping itu, ada unsur yang tidak ada menganut pola hukum kewarisan Islam maupun kewarisan adat Jawa. Unsur ini ialah harta warisan tidak dikategorisasi berdasarkan hubungan perkawinan (harta bersama dan harta bawaan) sebagaimana terjadi dalam hukum kewarisan Islam dan hukum kewarisan adat Jawa. Ketiadaan harta warisan klasifikasi berdasarkan hubungan perkawinan ini merupakan ciri khas dalam pelaksanaan pembagian harta warisan di Kesultanan Yogyakarta.
Pesan Sekarang