Jual Buku Menalar Firman Tuhan: Wacana Majas dalam Al-Qur’an Menurut Mu’tazilah
Judul: Menalar Firman Tuhan (Wacana Majas dalam Al-Qur’an Menurut Mu’tazilah)
Penulis: Nasr Hamid Abu Zayd
Penerbit: Mizan, 2003
Tebal: 404 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 80.000 (blm ongkir)
Order: SMS 085225918312
Sebagai kitab suci yang autentik dan sempurna, wajar jika Al-Quran dianggap sakral dan harus diterima sebagai doktrin yang didekati secara dogmatis-ideologis. Namun, tentulah akan lebih memuaskan akal dan melegakan hati, jika Al-Quran didekati melalui metodologi ilmiah-rasional. Untuk itu, ayat-ayat Al-Quran--terutama menimbulkan pemahaman ambigu (mutasyabihat)--harus mendapat "sentuhan" makna esoterik (takwil). Perangkat takwil ini melahirkan beragam interpretasi tentang implementasi kajian bahasa, dan di antara fokus kajian pemikir belakangan adalah wacana majas (metafora) vis a vis hakiki (fenotatif). Di sinilah pentingnya penalaran terhadap ayat-ayat Al-Quran.
Nashr Hamid Abu Zaid (I. 1943 M), pemikir kontemporer Mesir yang pada 1995 harus mengasingkan diri bersama istrinya ke Leiden menyusul pengafiran atas dirinya, sangat concern dalam bidang ini. Karyanya, Menalar Firman Tuhan: Wacana Majas dalam Al-Quran Menurut Mu'tazilah, menawarkan suatu kajian komprehensif tentang majas dan aplikasinya dalam hermeneutika Al-Quran. Dia tidak hanya meninjau majas dari aspek kebahasaannya, tetapi secara jeli menempatkannya dalam kerangka historis pertumbuhan dan perkembangan pemikiran Mu'tazilah sesuai dengan konteks sosiologis masyarakat Islam.
Korelasi antara ilmu pengetahuan dan teori-teori bahasa menurut Mu'tazilah dan pengaruhnya terhadap paradigma pemikiran mereka--baik dalam perspektif bahasa maupun teori-teori logika--menajdi pengantar dialog yang menyegarkan. Penulis, selanjutnya, menaruh perhatian tentang indikator-indikator tekstual yang berkaitan dengan perubahan teori interpretasi ayat (ilmu tafsir). Eksplorasi tentang keterkaitan antara kematangan konsepsi balaghah (kejelasan makna) dan interpretasi tekstualtias Al-Quran turut mengungkap perbedaan yang tegas antara akidah Mu'tazilah dan akidah mazhab yang lain.
Namun, untuk mengetahui korelasi antara majas dan takwil dibutuhkan pembahasan khusus. Bagian akhir buku ini secara detail membahas korelasi ini dan juga korelasi antara pengetahuan ilmiah dan pemahaman agama secara seimbang. Melalui buku ini, tampaknya Abu Zaid hendak menyampikan pesan bahwa konteks sosio-politik dan historis sangat memengaruhi turunnya ayat-ayat Al-Quran. Artinya, Al-Quran dipengaruhi dan dibentuk oleh budaya Arab--satu pandangan kontroversial yang masih terus diperdebatkan.
Penulis: Nasr Hamid Abu Zayd
Penerbit: Mizan, 2003
Tebal: 404 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 80.000 (blm ongkir)
Order: SMS 085225918312
Sebagai kitab suci yang autentik dan sempurna, wajar jika Al-Quran dianggap sakral dan harus diterima sebagai doktrin yang didekati secara dogmatis-ideologis. Namun, tentulah akan lebih memuaskan akal dan melegakan hati, jika Al-Quran didekati melalui metodologi ilmiah-rasional. Untuk itu, ayat-ayat Al-Quran--terutama menimbulkan pemahaman ambigu (mutasyabihat)--harus mendapat "sentuhan" makna esoterik (takwil). Perangkat takwil ini melahirkan beragam interpretasi tentang implementasi kajian bahasa, dan di antara fokus kajian pemikir belakangan adalah wacana majas (metafora) vis a vis hakiki (fenotatif). Di sinilah pentingnya penalaran terhadap ayat-ayat Al-Quran.
Nashr Hamid Abu Zaid (I. 1943 M), pemikir kontemporer Mesir yang pada 1995 harus mengasingkan diri bersama istrinya ke Leiden menyusul pengafiran atas dirinya, sangat concern dalam bidang ini. Karyanya, Menalar Firman Tuhan: Wacana Majas dalam Al-Quran Menurut Mu'tazilah, menawarkan suatu kajian komprehensif tentang majas dan aplikasinya dalam hermeneutika Al-Quran. Dia tidak hanya meninjau majas dari aspek kebahasaannya, tetapi secara jeli menempatkannya dalam kerangka historis pertumbuhan dan perkembangan pemikiran Mu'tazilah sesuai dengan konteks sosiologis masyarakat Islam.
Korelasi antara ilmu pengetahuan dan teori-teori bahasa menurut Mu'tazilah dan pengaruhnya terhadap paradigma pemikiran mereka--baik dalam perspektif bahasa maupun teori-teori logika--menajdi pengantar dialog yang menyegarkan. Penulis, selanjutnya, menaruh perhatian tentang indikator-indikator tekstual yang berkaitan dengan perubahan teori interpretasi ayat (ilmu tafsir). Eksplorasi tentang keterkaitan antara kematangan konsepsi balaghah (kejelasan makna) dan interpretasi tekstualtias Al-Quran turut mengungkap perbedaan yang tegas antara akidah Mu'tazilah dan akidah mazhab yang lain.
Namun, untuk mengetahui korelasi antara majas dan takwil dibutuhkan pembahasan khusus. Bagian akhir buku ini secara detail membahas korelasi ini dan juga korelasi antara pengetahuan ilmiah dan pemahaman agama secara seimbang. Melalui buku ini, tampaknya Abu Zaid hendak menyampikan pesan bahwa konteks sosio-politik dan historis sangat memengaruhi turunnya ayat-ayat Al-Quran. Artinya, Al-Quran dipengaruhi dan dibentuk oleh budaya Arab--satu pandangan kontroversial yang masih terus diperdebatkan.