Jual Buku Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi
Judul: Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi
Penulis: Islah Gusmian
Penerbit: Teraju, 2003
Tebal: 372 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok kosong
Bagi umat Islam, Alquran bukan hanya dibaca di setiap kesempatan, tetapi juga ditafsirkan untuk mengungkap ajaran-ajaran moral yang ada di dalamnya. Sebab, sebagai kitab suci, ia dipercaya sebagai petunjuk bagi umat manusia. Dalam konteks penafsiran itulah, Alquran telah melahirkan banyak teks hermeneutik yang berupa kitab tafsir yang ditulis oleh para mufasir.
Kenyataan ini terjadi tidak hanya di dataran Arabia, di mana Alquran diturunkan, tetapi juga di negara-negara lain, seperti Indonesia. Di Indonesia kita mengenal Hamka, Mahmud Yunus, A. Hassan, Hasbi Ash-Shiddieqy, dan yang terkini M. Quraish Shihab, yang semuanya menulis tafsir Alquran. Buku yang ditulis Islah Gusmian ini mengungkap khazanah tafsir Alquran di Indonesia dengan pendekatan hermeneutik dan analisis wacana kritis.
Di bagian pertama, buku ini mengungkap tradisi penulisan tafsir Alquran di Indonesia yang terjadi sejak abad 16 M dengan cukup detail disertai pemetaan secara metodologis. Lalu, secara spesifik ia mengkaji 24 karya tafsir di Indonesia yang muncul pada dasawarsa 1990-an. Dengan mengacu pada aspek teknis penulisan dan hermeneutik karya tafsir Alquran, Islah mengungkap keberagaman yang terjadi pada literatur tafsir Indonesia.
Pada aspek sistematika penyajian tafsir muncul model tematik dan runtut. Pada aspek gaya bahasa, muncul gaya bahasa populer, ilmiah, reportase dan kolom. Pada aspek metode tafsir, metode interteks dan rasional menjadi kecenderungan umum. Pada konteks pendekatan, muncul tren pendekatan kontekstual di mana latar sejarah penulis tafsir, yakni Indonesia, menjadi variabel penting dalam proses tafsir. Ini dapat dilihat dalam buku Dalam Cahaya Alquran Tafsir Ayat-ayat Sosial Politik karya Syu`bah Asa.
Islah juga berhasil mengungkap bahwa tema-tema yang diangkat karya tafsir Indonesia ternyata terkait dengan wacana yang berkembang di Indonesia. Tema-tema, seperti teologi kebebasan manusia, hubungan sosial antar umat beragama, kesetaraan jender, dan tasawuf merupakan tema-tema dominan dalam karya tafsir di Indonesia dasawarsa 1990-an. Kenyataan ini menunjukkan adanya sensitivitas penafsir terhadap wacana dan problematika yang sedang berkembang di Indonesia.
Adapun dalam konteks ideologis, Islah berhasil menyingkap berbagai kepentingan yang terselip dalam karya tafsir. Ada yang mengusung hermeneutik feminis, seperti terlihat pada Tafsir Kebencian karya Zaitunah Subhan dan Argumen Kesetaraan Jender karya Nasaruddin Umar, menggerakkan tafsir ke arah kritik sosial terhadap rezim Orde Baru, seperti terlihat dalam Dalam Cahaya Alquran karya Syu’bah Asa. Juga yang mendukung dan memuji rezim Soeharto, seperti terlihat dalam Hidangan Ilahi karya M.
Quraish Shihab, dan Ensiklopedi Alquran karya M. Dawam Rahardjo.
Dari semua itu, yang ingin ditunjukkan oleh buku ini bukan semata-mata dinamika yang terjadi dalam penulisan karya tafsir di Indonesia. Lebih dari itu, kajian ini ingin menegaskan bahwa sebuah karya, tak terkecuali karya tafsir Alquran, bukanlah karya suci yang kedap kritik. Dengan analisis wacana kritis, buku ini telah menunjukkan pada kita bahwa tafsir dengan berbagai bentuknya telah mengusung berbagai kepentingan. Proses representasi kepentingan ini dilakukan penafsir dengan berbagai cara. Dalam konteks inilah pembaca karya tafsir dituntut kritis menyikapinya.
Buku ini merupakan salah satu usaha akademis yang mengawali penelitian tafsir secara metodologis-kritis dengan mempertimbangkan aspek sosio-historis. Ia menjadi contoh yang cukup baik bagaimana membedah sejarah interpretasi dalam konteks ruang sosial-budaya di mana suatu karya tafsir muncul serta bagaimana pergumulan penulisnya dengan lingkungan sosial, budaya, politik dan agama di sekelilingnya.
Buku yang mulanya dari tesis di IAN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini merupakan salah satu usaha membuka jalan dalam proses pembangunan model penelitian tafsir Alquran secara kritis. Sejauh ini, tulis M. Amin Abdullah pada kata pengantar buku ini, penelitian tafsir yang ada di UIN/IAIN/STAIN lebih didominasi oleh penelitian yang memfokuskan pada wawasan dan pandangan moral yang ada dalam karya tafsir, bukan menyingkap bangunan hermeneutiknya serta keterpengaruhannya dengan episteme sosial-budaya di mana karya tafsir itu muncul.
Dalam konteks itulah, Amin merekomendasikan bahwa buku ini layak sebagai salah satu model penelitian tafsir yang pantas diacu. Buku ini telah menampilkan cara merawat dan melestarikan warisan intelektual Islam secara kritis. Sejauh ini, tafsir dan karya-karya yang lain cenderung dipandang sakral, sehingga hanya dielus-elus. Buku ini mengajak kita kritis, tidak hanya dengan mengelus-elusnya, tetapi juga mengapresiasinya secara kritis sehingga dapat melahirkan inovasi-inovasi baru dan bermanfaat bagi dinamika intelektual Islam di Indonesia.
Oleh Istianah el-Ramla, alumnus Pascasarjana UIN Jakarta
Penulis: Islah Gusmian
Penerbit: Teraju, 2003
Tebal: 372 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok kosong
Bagi umat Islam, Alquran bukan hanya dibaca di setiap kesempatan, tetapi juga ditafsirkan untuk mengungkap ajaran-ajaran moral yang ada di dalamnya. Sebab, sebagai kitab suci, ia dipercaya sebagai petunjuk bagi umat manusia. Dalam konteks penafsiran itulah, Alquran telah melahirkan banyak teks hermeneutik yang berupa kitab tafsir yang ditulis oleh para mufasir.
Kenyataan ini terjadi tidak hanya di dataran Arabia, di mana Alquran diturunkan, tetapi juga di negara-negara lain, seperti Indonesia. Di Indonesia kita mengenal Hamka, Mahmud Yunus, A. Hassan, Hasbi Ash-Shiddieqy, dan yang terkini M. Quraish Shihab, yang semuanya menulis tafsir Alquran. Buku yang ditulis Islah Gusmian ini mengungkap khazanah tafsir Alquran di Indonesia dengan pendekatan hermeneutik dan analisis wacana kritis.
Di bagian pertama, buku ini mengungkap tradisi penulisan tafsir Alquran di Indonesia yang terjadi sejak abad 16 M dengan cukup detail disertai pemetaan secara metodologis. Lalu, secara spesifik ia mengkaji 24 karya tafsir di Indonesia yang muncul pada dasawarsa 1990-an. Dengan mengacu pada aspek teknis penulisan dan hermeneutik karya tafsir Alquran, Islah mengungkap keberagaman yang terjadi pada literatur tafsir Indonesia.
Pada aspek sistematika penyajian tafsir muncul model tematik dan runtut. Pada aspek gaya bahasa, muncul gaya bahasa populer, ilmiah, reportase dan kolom. Pada aspek metode tafsir, metode interteks dan rasional menjadi kecenderungan umum. Pada konteks pendekatan, muncul tren pendekatan kontekstual di mana latar sejarah penulis tafsir, yakni Indonesia, menjadi variabel penting dalam proses tafsir. Ini dapat dilihat dalam buku Dalam Cahaya Alquran Tafsir Ayat-ayat Sosial Politik karya Syu`bah Asa.
Islah juga berhasil mengungkap bahwa tema-tema yang diangkat karya tafsir Indonesia ternyata terkait dengan wacana yang berkembang di Indonesia. Tema-tema, seperti teologi kebebasan manusia, hubungan sosial antar umat beragama, kesetaraan jender, dan tasawuf merupakan tema-tema dominan dalam karya tafsir di Indonesia dasawarsa 1990-an. Kenyataan ini menunjukkan adanya sensitivitas penafsir terhadap wacana dan problematika yang sedang berkembang di Indonesia.
Adapun dalam konteks ideologis, Islah berhasil menyingkap berbagai kepentingan yang terselip dalam karya tafsir. Ada yang mengusung hermeneutik feminis, seperti terlihat pada Tafsir Kebencian karya Zaitunah Subhan dan Argumen Kesetaraan Jender karya Nasaruddin Umar, menggerakkan tafsir ke arah kritik sosial terhadap rezim Orde Baru, seperti terlihat dalam Dalam Cahaya Alquran karya Syu’bah Asa. Juga yang mendukung dan memuji rezim Soeharto, seperti terlihat dalam Hidangan Ilahi karya M.
Quraish Shihab, dan Ensiklopedi Alquran karya M. Dawam Rahardjo.
Dari semua itu, yang ingin ditunjukkan oleh buku ini bukan semata-mata dinamika yang terjadi dalam penulisan karya tafsir di Indonesia. Lebih dari itu, kajian ini ingin menegaskan bahwa sebuah karya, tak terkecuali karya tafsir Alquran, bukanlah karya suci yang kedap kritik. Dengan analisis wacana kritis, buku ini telah menunjukkan pada kita bahwa tafsir dengan berbagai bentuknya telah mengusung berbagai kepentingan. Proses representasi kepentingan ini dilakukan penafsir dengan berbagai cara. Dalam konteks inilah pembaca karya tafsir dituntut kritis menyikapinya.
Buku ini merupakan salah satu usaha akademis yang mengawali penelitian tafsir secara metodologis-kritis dengan mempertimbangkan aspek sosio-historis. Ia menjadi contoh yang cukup baik bagaimana membedah sejarah interpretasi dalam konteks ruang sosial-budaya di mana suatu karya tafsir muncul serta bagaimana pergumulan penulisnya dengan lingkungan sosial, budaya, politik dan agama di sekelilingnya.
Buku yang mulanya dari tesis di IAN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini merupakan salah satu usaha membuka jalan dalam proses pembangunan model penelitian tafsir Alquran secara kritis. Sejauh ini, tulis M. Amin Abdullah pada kata pengantar buku ini, penelitian tafsir yang ada di UIN/IAIN/STAIN lebih didominasi oleh penelitian yang memfokuskan pada wawasan dan pandangan moral yang ada dalam karya tafsir, bukan menyingkap bangunan hermeneutiknya serta keterpengaruhannya dengan episteme sosial-budaya di mana karya tafsir itu muncul.
Dalam konteks itulah, Amin merekomendasikan bahwa buku ini layak sebagai salah satu model penelitian tafsir yang pantas diacu. Buku ini telah menampilkan cara merawat dan melestarikan warisan intelektual Islam secara kritis. Sejauh ini, tafsir dan karya-karya yang lain cenderung dipandang sakral, sehingga hanya dielus-elus. Buku ini mengajak kita kritis, tidak hanya dengan mengelus-elusnya, tetapi juga mengapresiasinya secara kritis sehingga dapat melahirkan inovasi-inovasi baru dan bermanfaat bagi dinamika intelektual Islam di Indonesia.
Oleh Istianah el-Ramla, alumnus Pascasarjana UIN Jakarta