Buku Islam Idealitas Islam Realitas
Judul: Islam Idealitas Islam Realitas
Penulis: Prof. Dr. H. Mohammad Baharun
Penerbit: Gema Insani, 2012
Tebal: 260 halaman
Abdullah Ibnu Abbas RA pernah menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ''Pada akhir masa kelak akan lahir golongan (yang dipimpin) yang wajahnya manusia, tetapi hatinya seperti setan. Mereka ibarat serigala buas yang tidak memiliki rasa belas kasihan sama sekali. Mereka suka menumpahkan darah dan gemar melakukan keburukan.''
Dalam hadis di atas disebutkan, jika mengikuti ajakan pemimpin seperti itu, mereka akan mendekati dan membinamu. Sebaliknya, jika menjauhinya, mereka akan memusuhimu. Pemimpin jenis ini adalah pemimpin yang cenderung memaksakan kehendaknya. Jika bawahan tidak mau melaksanakan perintahnya, akan jadi musuhnya. Dan dengan berbagai cara, sang bawahan akan dibuatnya menderita.
Padahal, dalam Islam, seorang pemimpin wajib ditaati dan dihormati, sepanjang tidak melanggar perintah Allah dan Nabi-Nya. Jika melenceng dari ajaran Al-Quran dan sunah Rasul, maka perintahnya tidak perlu ditaati. Selain Al-Quran dan sunah Rasul, adanya komitmen yang dilakukan sebuah institusi atau perorangan dengan pihak lain menjadi ''pengikat'' dan wajib dilaksanakan.
Itulah realitas yang ada di muka bumi ini. Idealnya, semua berjalan sesuai dengan tuntutan Ilahi, melalui kitab suci dan Nabi-Nya. Tapi realitas terkadang jauh dari ideal, dan inilah yang akan diperhitungkan nanti di akhirat kelak. Karena itu, kiat menjaga idealitas tersebut adalah istikamah dalam melaksanakan nilai-nilai religi itu.
Buku yang ditulis Mohammad Baharun, guru besar sosiologi agama yang juga Rektor Universitas Nasional PASIM, Bandung, ini mengupas tema-tema besar yang didekati dengan kacamata Al-Quran dan hadis Rasulullah SAW. Dari nilai-nilai Al-Quran dan sunah Nabi SAW sampai pada nilai-nilai universal.
Ketika akan melepas Ekspedisi Mu'ta tahun 620, Nabi Muhammad SAW memberi arahan kepada pasukannya, ''Jangan bunuh wanita, bayi, anak-anak, dan tunanetra. Apabila kalian nanti melihat orang yang tekun di gereja dan sinagog (tempat ibadah kaum Yahudi), janganlah mereka kalian usik. Jangan merusak bangunan dan lingkungan. Allah senantiasa menyertai kalian.''
Ekspedisi ke Syam (sekarang Palestina, Lebanon, Yordania, dan Suriah) dilakukan untuk menaklukkan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang ketiak itu melakukan manuver-manuver jahat kepada umat Islam. Namun Nabi Muhammad SAW tetap mewanti-wanti agar menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang belakangan dikenal dengan hak-ahak asasi manusia (HAM).
Deklarasi HAM yang dimotori PBB baru diteken pada 10 Desember 1948. Dari sini saja kita bisa menilai bahwa sejak awal kelahirannya, 14 abad silam, Islam telah mengenal dan menerapkan apa yang dimaksud dengan HAM, sedangkan di belahan bumi lain, mayoritas manusia masih hidup secara barbar.
Dalam pandangan Islam, manusia yang mulia adalah yang paling takwa kepada Ilahi (Al-Hujurat: 13). Dalam prakteknya, tidak ada perbedaan antara Suhaib al-Rummy (Romawi) yang berkulit putih dan Bilal bin Rabah (Afrika) yang hitam legam. Juga antara Ustman bin Affan yang bangsawan dan menantu Nabi SAW dengan Salman yang berasal dari Persia. Semua bersatu-padu di bawah panji Laa ilaaha illallah, sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat.
Atas dasar itu pula, Islam melahirkan pemimpin-pemimpin yang selalu menaati perintah dan larangan-Nya, bukan pemimpin yang berhati setan, yang jauh dari nilai-nilai Qurani dan hadisi.
Herry Mohammad
Penulis: Prof. Dr. H. Mohammad Baharun
Penerbit: Gema Insani, 2012
Tebal: 260 halaman
Abdullah Ibnu Abbas RA pernah menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ''Pada akhir masa kelak akan lahir golongan (yang dipimpin) yang wajahnya manusia, tetapi hatinya seperti setan. Mereka ibarat serigala buas yang tidak memiliki rasa belas kasihan sama sekali. Mereka suka menumpahkan darah dan gemar melakukan keburukan.''
Dalam hadis di atas disebutkan, jika mengikuti ajakan pemimpin seperti itu, mereka akan mendekati dan membinamu. Sebaliknya, jika menjauhinya, mereka akan memusuhimu. Pemimpin jenis ini adalah pemimpin yang cenderung memaksakan kehendaknya. Jika bawahan tidak mau melaksanakan perintahnya, akan jadi musuhnya. Dan dengan berbagai cara, sang bawahan akan dibuatnya menderita.
Padahal, dalam Islam, seorang pemimpin wajib ditaati dan dihormati, sepanjang tidak melanggar perintah Allah dan Nabi-Nya. Jika melenceng dari ajaran Al-Quran dan sunah Rasul, maka perintahnya tidak perlu ditaati. Selain Al-Quran dan sunah Rasul, adanya komitmen yang dilakukan sebuah institusi atau perorangan dengan pihak lain menjadi ''pengikat'' dan wajib dilaksanakan.
Itulah realitas yang ada di muka bumi ini. Idealnya, semua berjalan sesuai dengan tuntutan Ilahi, melalui kitab suci dan Nabi-Nya. Tapi realitas terkadang jauh dari ideal, dan inilah yang akan diperhitungkan nanti di akhirat kelak. Karena itu, kiat menjaga idealitas tersebut adalah istikamah dalam melaksanakan nilai-nilai religi itu.
Buku yang ditulis Mohammad Baharun, guru besar sosiologi agama yang juga Rektor Universitas Nasional PASIM, Bandung, ini mengupas tema-tema besar yang didekati dengan kacamata Al-Quran dan hadis Rasulullah SAW. Dari nilai-nilai Al-Quran dan sunah Nabi SAW sampai pada nilai-nilai universal.
Ketika akan melepas Ekspedisi Mu'ta tahun 620, Nabi Muhammad SAW memberi arahan kepada pasukannya, ''Jangan bunuh wanita, bayi, anak-anak, dan tunanetra. Apabila kalian nanti melihat orang yang tekun di gereja dan sinagog (tempat ibadah kaum Yahudi), janganlah mereka kalian usik. Jangan merusak bangunan dan lingkungan. Allah senantiasa menyertai kalian.''
Ekspedisi ke Syam (sekarang Palestina, Lebanon, Yordania, dan Suriah) dilakukan untuk menaklukkan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang ketiak itu melakukan manuver-manuver jahat kepada umat Islam. Namun Nabi Muhammad SAW tetap mewanti-wanti agar menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang belakangan dikenal dengan hak-ahak asasi manusia (HAM).
Deklarasi HAM yang dimotori PBB baru diteken pada 10 Desember 1948. Dari sini saja kita bisa menilai bahwa sejak awal kelahirannya, 14 abad silam, Islam telah mengenal dan menerapkan apa yang dimaksud dengan HAM, sedangkan di belahan bumi lain, mayoritas manusia masih hidup secara barbar.
Dalam pandangan Islam, manusia yang mulia adalah yang paling takwa kepada Ilahi (Al-Hujurat: 13). Dalam prakteknya, tidak ada perbedaan antara Suhaib al-Rummy (Romawi) yang berkulit putih dan Bilal bin Rabah (Afrika) yang hitam legam. Juga antara Ustman bin Affan yang bangsawan dan menantu Nabi SAW dengan Salman yang berasal dari Persia. Semua bersatu-padu di bawah panji Laa ilaaha illallah, sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat.
Atas dasar itu pula, Islam melahirkan pemimpin-pemimpin yang selalu menaati perintah dan larangan-Nya, bukan pemimpin yang berhati setan, yang jauh dari nilai-nilai Qurani dan hadisi.
Herry Mohammad