Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku Anda Bertanya, Rasulullah SAW Menjawab

Judul: Anda Bertanya, Rasulullah SAW Menjawab
Penghimpun: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Penerbit: Pustaka As-Sunnah, 2012
Tebal: 970 halaman

Dikisahkan oleh Abu Musa Al-Asy'ariy bahwa ia pernah bersama dua sepupunya mendatangi Nabi Muhammad SAW. Seorang di antara sepupunya itu meminta kepada Nabi SAW, ''Wahai Rasulullah SAW, jadikanlah kami pemimpin dalam perkara yang Allah berikan kepadamu.'' Yang seorang lagi meminta hal yang sama. Maka, Rasulullah SAW menjawab, ''Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan menyerahkan pekerjaan ini kepada orang yang memintanya dan tidak pula yang rakus kepadanya.''

Dalam kisah yang lain, Imam Muslim dan Abu Dawud meriwayatkan bahwa sahabat Abu Dzar pernah mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya, ''Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberikan jabatan kepadaku?'' Nabil Muhammad SAW dengan senyum dan menepukkan tangannya di atas pundak Abu Dzar seraya berkata, ''Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau ini lemah dan jabatan itu amanah, pada hari kiamat nanti ia akan menjadi penghinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan hak jabatan yang menjadi kewajibannya.''

Pelajaran apa yang bisa dipetik dari dua kisah tersebut? Kepemimpinan hendaknya diberikan kepada mereka yang benar-benar berkompeten, baik keilmuan, amal, maupun akhlaknya. Dalam realitasnya, betapa banyak orang berambisi mendapatkan jabatan tertentu. Beragam cara ditempuhnya. Ada yang berusaha dengan menaikkan citra pribadi, politik uang, dan seterusnya. Ujung-ujungnya, masyarakat yang dirugikan.

Jika kita melihat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, betapa memprihatinkannya pola rekrutmen kepemimpinan di Bumi Pertiwi yang dihuni muslim terbesar di dunia ini. Banyak orang yang tidak pantas (atau belum pantas) memegang amanah, tapi ambisi untuk meraihnya luar biasa. Fatwa Rasulullah SAW itu mestinya jadi cermin: sudah pantaskah saya atas jabatan itu?

Adalah Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (cendekiawan yang lahir di Damaskus, Suriah, 4 Februari 1292, dan meninggal pada 23 September 1350) yang menghimpun hadis-hadis Rasulullah SAW yang khusus menjawab pertanyaan para sahabat ketika itu, 15 abad yang lalu. Mayoritas ulama berpendapat bahwa hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, berupa perkataan, pernyataan, perbuatan, dan sebagainya.

Dari ratusan ribu hadis, oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dipilih khusus yang berasal dari respons Nabi SAW atas pertanyaan para sahabat, dan jadilah ia sebuah fatwa. Dan inilah kumpulan fatwa yang langsung dari Rasulullah SAW, dari urusan bersuci sampai kepemimpinan dan syarat kesuksesan dunia-akhirat.

Suatu hari, Baginda Rasul pernah ditanya oleh seorang sahabat, apakah amalan para penghuni surga? ''Kejujuran. Jika seorang hamba jujur, maka ia berbuat baik. Jika dia berbuat baik, berarti beriman. Dan jika beriman, maka dia akan masuk surga,'' begitu jawab Rasulullah SAW dengan sangat meyakinkan. Lagi-lagi kita dihadapkan pada realitas yang tidak sejalan dengan esensi fatwa tersebut. Ya, kejujuran menjadi barang ''mewah'' di republik ini. Itu pula yang membuat berbagai persoalan di bumi Nusantara ini tak kunjung bisa diurai dan segera terselesaikan.

Ya, kejujuran akan membawa umat manusia selamat di dunia dan akhirat. Dan sudah sepantasnya umat Islam Indonesia meresapi betul fatwa-fatwa Rasulullah SAW, agar hidup menjadi berkualitas sebagai bekal menuju surga-Nya.

Herry Mohammad