Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra (Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini)
Judul: Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra (Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini)
Penulis: Yudisthira & Siska Y. Massardi
Penerbit: Media Pustaka Sentra, 2012
Tebal: 354 halaman
Stok Kosong
Pendidikan itu penting. Tidak peduli usia, jenis kelamin, warna kulit, golongan, ataupun status sosial. Tapi, soal bagaimana pendidikan yang baik itu dilakukan, belum tentu setiap orang dapat memahami dan mempraktekkannya. Satu contoh, metode apa yang cocok bagi pendidikan anak usia dini?
Menjawab pertanyaan itu, ada baiknya kita melirik salah satu metode pendidikan yang disebut metode sentra. Metode ini boleh disebut sebagai cara belajar-mengajar yang revolusioner, dengan menempatkan anak sebagai pusat pembelajaran. Kurikulum tidak diberikan secara klasikal, melainkan secara individual, disesuaikan dengan usia perkembangan anak. Basisnya adalah belajar sambil bermain, sehingga strategi pembelajaran lebih ditekankan ketimbang hasil.
Ada dua hal yang harus diperhatikan saat menerapkan metode ini. Pertama, mempersiapkan atmosfer proses belajar-mengajar yang nyaman dan bahagia. Karena itu, dalam metode sentra, jumlah anak didik tidak boleh lebih dari 12. Selain itu, untuk mencapai suasana tersebut, guru bersama anak-anak didiknya duduk dalam lingkaran sama rata agar posisi mata guru sejajar dengan para murid. Dengan demikian, tidak ada jarak hierarkial. Di kelas pun tidak ada papan tulis karena memang tidak diperlukan.
Yang kedua, materi disampaikan secara interaktif dan kongkret, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat. Hal ini dilakukan agar potensi dari kecerdasan logika-matematika, bahasa, tubuh (kinestetik), ruang (spasial), kemandirian (intrapersonal), kepedulian sosial (interpersonal), dan musik mereka terbangun secara mandiri tanpa adanya tekanan dari guru.
Untuk membangun semua potensi tersebut secara bersamaan, dibutuhkan tujuh sentra yang memungkinkan anak bermain sambil belajar. Dari sentra persiapan (membangun kemampuan keaksaraan), sentra balok (merangsang kemampuan konstruksi, prediksi, presisi, akurasi, geometri, matematika), sentra seni (membangun kreativitas, sensori motor, kerja sama), hingga sentra main peran besar dan kecil (membangun imajinasi, daya hidup, adaptasi, kemandirian, kebahasaan, kepemimpinan) dan sentra imtak (iman dan takwa). Setiap hari, anak bermain di sentra yang berbeda dengan tujuan membentuk konsep berpikir yang benar, kritis, dan analitis.
Metode sentra memang menekankan pendidikan sesuai dengan kebebasan anak. Itu sebabnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam proses belajar. Contohnya, guru dilarang melakukan 3M (menyuruh, melarang, dan marah atau menghukum). Sebab, apabila ketiga hal itu dilakukan, kondisi psikologis anak didik akan terpengaruh dan menyebabkan mereka tidak dapat belajar.
Guru pun menyapa mereka "Teman" untuk membentuk psikologi kesetaraan di antara mereka. Ketika memasuki kelas, guru tidak datang dengan sikap "akan mengajar apa kepada anak hari ini", melainkan "aku akan belajar apa dari anak hari ini". Yang tak kalah penting, guru menerapkan disiplin dengan cinta. Disiplin dijalankan melalui simulasi langsung, sehingga anak-anak dapat mengerti mengapa dan untuk apa aturan dibuat.
Saat bermain balok kayu, misalnya. Guru memberitahu fungsi dan kegunaan balok-balok geometris tersebut, yakni untuk bermain pembangunan. Jika balok-balok itu digunakan untuk hal-hal lain, bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Metode sentra sangat cocok digunakan untuk anak usia 0-9 tahun atau sampai kelas III SD.
Metode ini awalnya dikembangkan Pamela Phelps di Tallahassee, Florida, Amerika Serikat, sejak 1970-an, dengan sebutan beyond centres and circle time. Kemudian metode ini diadopsi dan dibawa ke Indonesia oleh Wismiarti Tamin. Pendiri Sekolah Al-Falah di Ciracas, Jakarta Timur, ini mengembangkan metode itu di sekolahnya sejak 1996.
Yudisthira dan Siska Y. Massardi pun mengupas metode itu secara komprehensif lewat buku panduan ini. Mereka tak hanya mengulasnya secara teoretis, melainkan juga dengan contoh praktek-praktek bermain dalam lingkup ketujuh sentra itu. Dari tata cara bermainnya hingga tujuan yang hendak dicapai lewat praktek bermain tersebut. Boleh dibilang, ini bacaan alternatif untuk membentuk karakter anak usia dini di tengah kekacauan dunia pendidikan yang penuh dengan orientasi hasil dan terkadang menghalalkan segala cara.
Andya Dhyaksa
Penulis: Yudisthira & Siska Y. Massardi
Penerbit: Media Pustaka Sentra, 2012
Tebal: 354 halaman
Stok Kosong
Pendidikan itu penting. Tidak peduli usia, jenis kelamin, warna kulit, golongan, ataupun status sosial. Tapi, soal bagaimana pendidikan yang baik itu dilakukan, belum tentu setiap orang dapat memahami dan mempraktekkannya. Satu contoh, metode apa yang cocok bagi pendidikan anak usia dini?
Menjawab pertanyaan itu, ada baiknya kita melirik salah satu metode pendidikan yang disebut metode sentra. Metode ini boleh disebut sebagai cara belajar-mengajar yang revolusioner, dengan menempatkan anak sebagai pusat pembelajaran. Kurikulum tidak diberikan secara klasikal, melainkan secara individual, disesuaikan dengan usia perkembangan anak. Basisnya adalah belajar sambil bermain, sehingga strategi pembelajaran lebih ditekankan ketimbang hasil.
Ada dua hal yang harus diperhatikan saat menerapkan metode ini. Pertama, mempersiapkan atmosfer proses belajar-mengajar yang nyaman dan bahagia. Karena itu, dalam metode sentra, jumlah anak didik tidak boleh lebih dari 12. Selain itu, untuk mencapai suasana tersebut, guru bersama anak-anak didiknya duduk dalam lingkaran sama rata agar posisi mata guru sejajar dengan para murid. Dengan demikian, tidak ada jarak hierarkial. Di kelas pun tidak ada papan tulis karena memang tidak diperlukan.
Yang kedua, materi disampaikan secara interaktif dan kongkret, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat. Hal ini dilakukan agar potensi dari kecerdasan logika-matematika, bahasa, tubuh (kinestetik), ruang (spasial), kemandirian (intrapersonal), kepedulian sosial (interpersonal), dan musik mereka terbangun secara mandiri tanpa adanya tekanan dari guru.
Untuk membangun semua potensi tersebut secara bersamaan, dibutuhkan tujuh sentra yang memungkinkan anak bermain sambil belajar. Dari sentra persiapan (membangun kemampuan keaksaraan), sentra balok (merangsang kemampuan konstruksi, prediksi, presisi, akurasi, geometri, matematika), sentra seni (membangun kreativitas, sensori motor, kerja sama), hingga sentra main peran besar dan kecil (membangun imajinasi, daya hidup, adaptasi, kemandirian, kebahasaan, kepemimpinan) dan sentra imtak (iman dan takwa). Setiap hari, anak bermain di sentra yang berbeda dengan tujuan membentuk konsep berpikir yang benar, kritis, dan analitis.
Metode sentra memang menekankan pendidikan sesuai dengan kebebasan anak. Itu sebabnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam proses belajar. Contohnya, guru dilarang melakukan 3M (menyuruh, melarang, dan marah atau menghukum). Sebab, apabila ketiga hal itu dilakukan, kondisi psikologis anak didik akan terpengaruh dan menyebabkan mereka tidak dapat belajar.
Guru pun menyapa mereka "Teman" untuk membentuk psikologi kesetaraan di antara mereka. Ketika memasuki kelas, guru tidak datang dengan sikap "akan mengajar apa kepada anak hari ini", melainkan "aku akan belajar apa dari anak hari ini". Yang tak kalah penting, guru menerapkan disiplin dengan cinta. Disiplin dijalankan melalui simulasi langsung, sehingga anak-anak dapat mengerti mengapa dan untuk apa aturan dibuat.
Saat bermain balok kayu, misalnya. Guru memberitahu fungsi dan kegunaan balok-balok geometris tersebut, yakni untuk bermain pembangunan. Jika balok-balok itu digunakan untuk hal-hal lain, bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Metode sentra sangat cocok digunakan untuk anak usia 0-9 tahun atau sampai kelas III SD.
Metode ini awalnya dikembangkan Pamela Phelps di Tallahassee, Florida, Amerika Serikat, sejak 1970-an, dengan sebutan beyond centres and circle time. Kemudian metode ini diadopsi dan dibawa ke Indonesia oleh Wismiarti Tamin. Pendiri Sekolah Al-Falah di Ciracas, Jakarta Timur, ini mengembangkan metode itu di sekolahnya sejak 1996.
Yudisthira dan Siska Y. Massardi pun mengupas metode itu secara komprehensif lewat buku panduan ini. Mereka tak hanya mengulasnya secara teoretis, melainkan juga dengan contoh praktek-praktek bermain dalam lingkup ketujuh sentra itu. Dari tata cara bermainnya hingga tujuan yang hendak dicapai lewat praktek bermain tersebut. Boleh dibilang, ini bacaan alternatif untuk membentuk karakter anak usia dini di tengah kekacauan dunia pendidikan yang penuh dengan orientasi hasil dan terkadang menghalalkan segala cara.
Andya Dhyaksa