Ringkasan Al-Umm (Jilid I & 2)
Ringkasan Al-Umm (Jilid I & 2)
Penulis: Imam Asy-Syafi’i
Penerbit: Pustaka As-Sunnah, Jakarta, 2012, 843 & 579 halaman
Kitab Al-Umm adalah kitab induk yang menjelaskan secara rinci tentang ilmu fikih dan bersandar pada Al-Quran dan hadis. Al-Ummadalah satu dari 113 kitab --tentang tafsir, hadis, fikih, dan kesusastraan Arab-- yang ditulis Imam Syafi’i. Adapun kitab Al-Umm tidak disusun sendiri oleh Imam Syafi’i, tetapi dibantu murid-muridnya, antara lain yang paling besar jasanya adalah Imam ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi (wafat 270 H di usia 129 tahun).
Ar-Rabi’ menghimpun pokok-pokok bahasan langsung dan dari tulis-an-tulisan Imam Syafi’i. Kitab ini terdiri dari 29 bab, dari masalah ibadah sampai muamalah; dari bab bersuci, salat, ber-dagang, sampai bagaimana menghadapi para pemberontak. Pembahasan fikih ini tentu dilengkapi dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis sebagai sandarannya. Dalam kitabAl-Ummini, setiap bab dibahas secara rinci dan mendalam, dengan argumentasi yang kuat.
Di antara pendapatnya menyang-kut aktivitas seorang muslim yang baru bangun tidur, yakni tidak boleh langsung melakukan sesuatu sebelum membasuh tangannya. Berdasarkan hadis yang di-keluarkan Abu Hurairah R.A., Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila seseorang bangun dari tidurnya, maka ti-daklah membenamkan tangannya dalam bejana sebelum membasuhnya tiga kali. Sesungguhnya ia tidak tahu, di manakah tangannya itu ketika sedang tidur.” Dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 6, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Apabila kamu berdiri hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku!”
Ketika berada di medan perang, juga ada etikanya. Merujuk pada Ali bin Abi Thalib bahwa, “Orang yang lari dari medan perang tidak boleh dibunuh, orang yang terluka tidak boleh dibunuh.” Sebuah etika yang tidak ada tandingannya, bahkan di zaman sekarang yang sedang gencar dikumandangkan hak-hak asasi manusia.
Juga, kepada kaum pemberontak, Imam Syafi’i punya pendapat cukup adil. “Diperbolehkan memerangi para pem-berontak jika mereka mengobarkan pe perangan. Mereka tidak boleh di pe-rangi selamanya, kecuali jika mereka me lawan, tidak mematuhi hukum, dan menginginkan perang. Apabila alasan-alasan itu tidak ada, maka mereka telah keluar dari keadaan yang menyebabkan mereka boleh diperangi. Mereka tidak keluar dari keadaan itu selama-lamanya, kecuali darah mereka diharamkan, se-belum mereka berbuat yang demikian.”
Begitulah Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitab Al-Ummini. Nama lengkap-nya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di Gaza (Palestina) pada 150 Hijriah/767 Masehi, tahun ketika Imam Abu Hanifah meninggal dunia. Di usia dua tahun, ia dibawa ibu-nya ke Hijaz dan bergabung dengan komunitas penduduk Yaman. Tatkala usianya menginjak 10 tahun, ibunya mem-bawanya ke Mekkah dan berguru kepada para ulama dari berbagai disiplin ilmu.
Di usia 13 tahun, dengan suaranya yang merdu, Imam Syafi’i sudah biasa mem baca ayat-ayat suci Al-Quran di Masjidil Haram. Bahr bin Nashr meriwayatkan, “Ketika itu, apabila kami ingin menangis, maka kami berkata, ‘Bergegaslah pergi ke pemuda keturunan Al-Muthalib si pembaca Al-Quran.’ Apabila kami sudah berada di sisi pemuda itu, ia pun mulai membaca Al-Quran. Tak lama kemudian, orang-orang bercucuran air mata dan menangis histeris saat men dengar suaranya yang merdu dan mendayu. Jika sudah demikian, maka ia pun berhenti membaca Al-Quran.”
Imam Syafi’i dikenal sebagai peletak dasar mazhab Syafi’i. Tentang mazhabnya itu, dia mengatakan, “Jika sebuah hadis sahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia (hadis) adalah mazhabku dan buanglah perkataanku di belakang tem-bok.” Begitulah kearifan seorang alim yang ilmunya mumpuni. Dan buku Al-Ummkarya Imam Syafi’i ini adalah karya babon tempat orang merujuk untuk berbagai keperluan, baik ibadah maupun muamalah.
Penulis: Imam Asy-Syafi’i
Penerbit: Pustaka As-Sunnah, Jakarta, 2012, 843 & 579 halaman
Kitab Al-Umm adalah kitab induk yang menjelaskan secara rinci tentang ilmu fikih dan bersandar pada Al-Quran dan hadis. Al-Ummadalah satu dari 113 kitab --tentang tafsir, hadis, fikih, dan kesusastraan Arab-- yang ditulis Imam Syafi’i. Adapun kitab Al-Umm tidak disusun sendiri oleh Imam Syafi’i, tetapi dibantu murid-muridnya, antara lain yang paling besar jasanya adalah Imam ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi (wafat 270 H di usia 129 tahun).
Ar-Rabi’ menghimpun pokok-pokok bahasan langsung dan dari tulis-an-tulisan Imam Syafi’i. Kitab ini terdiri dari 29 bab, dari masalah ibadah sampai muamalah; dari bab bersuci, salat, ber-dagang, sampai bagaimana menghadapi para pemberontak. Pembahasan fikih ini tentu dilengkapi dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis sebagai sandarannya. Dalam kitabAl-Ummini, setiap bab dibahas secara rinci dan mendalam, dengan argumentasi yang kuat.
Di antara pendapatnya menyang-kut aktivitas seorang muslim yang baru bangun tidur, yakni tidak boleh langsung melakukan sesuatu sebelum membasuh tangannya. Berdasarkan hadis yang di-keluarkan Abu Hurairah R.A., Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila seseorang bangun dari tidurnya, maka ti-daklah membenamkan tangannya dalam bejana sebelum membasuhnya tiga kali. Sesungguhnya ia tidak tahu, di manakah tangannya itu ketika sedang tidur.” Dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 6, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Apabila kamu berdiri hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku!”
Ketika berada di medan perang, juga ada etikanya. Merujuk pada Ali bin Abi Thalib bahwa, “Orang yang lari dari medan perang tidak boleh dibunuh, orang yang terluka tidak boleh dibunuh.” Sebuah etika yang tidak ada tandingannya, bahkan di zaman sekarang yang sedang gencar dikumandangkan hak-hak asasi manusia.
Juga, kepada kaum pemberontak, Imam Syafi’i punya pendapat cukup adil. “Diperbolehkan memerangi para pem-berontak jika mereka mengobarkan pe perangan. Mereka tidak boleh di pe-rangi selamanya, kecuali jika mereka me lawan, tidak mematuhi hukum, dan menginginkan perang. Apabila alasan-alasan itu tidak ada, maka mereka telah keluar dari keadaan yang menyebabkan mereka boleh diperangi. Mereka tidak keluar dari keadaan itu selama-lamanya, kecuali darah mereka diharamkan, se-belum mereka berbuat yang demikian.”
Begitulah Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitab Al-Ummini. Nama lengkap-nya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di Gaza (Palestina) pada 150 Hijriah/767 Masehi, tahun ketika Imam Abu Hanifah meninggal dunia. Di usia dua tahun, ia dibawa ibu-nya ke Hijaz dan bergabung dengan komunitas penduduk Yaman. Tatkala usianya menginjak 10 tahun, ibunya mem-bawanya ke Mekkah dan berguru kepada para ulama dari berbagai disiplin ilmu.
Di usia 13 tahun, dengan suaranya yang merdu, Imam Syafi’i sudah biasa mem baca ayat-ayat suci Al-Quran di Masjidil Haram. Bahr bin Nashr meriwayatkan, “Ketika itu, apabila kami ingin menangis, maka kami berkata, ‘Bergegaslah pergi ke pemuda keturunan Al-Muthalib si pembaca Al-Quran.’ Apabila kami sudah berada di sisi pemuda itu, ia pun mulai membaca Al-Quran. Tak lama kemudian, orang-orang bercucuran air mata dan menangis histeris saat men dengar suaranya yang merdu dan mendayu. Jika sudah demikian, maka ia pun berhenti membaca Al-Quran.”
Imam Syafi’i dikenal sebagai peletak dasar mazhab Syafi’i. Tentang mazhabnya itu, dia mengatakan, “Jika sebuah hadis sahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia (hadis) adalah mazhabku dan buanglah perkataanku di belakang tem-bok.” Begitulah kearifan seorang alim yang ilmunya mumpuni. Dan buku Al-Ummkarya Imam Syafi’i ini adalah karya babon tempat orang merujuk untuk berbagai keperluan, baik ibadah maupun muamalah.
Herry Mohammad