Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia

Judul: Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia
Penulis:  Andrew N. Weintraub
Penerbit: KPG, 2012
Tebal: 300 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 60.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312


Puluhan polisi berjaga di sekeliling panggung pertunjukan dangdut yang dikelilingi ribuan penonton berjejalan. Sebagian mengenakan kaus partai politik, sebagian lagi mem bawa spanduk bergambar calon gubernur. Suasana kian meriah ketika Rhoma Irama naik pentas.

Massa bersorak­sorai ketika Rhoma mengajak mereka memilih calon gubernur yang di usungnya. Sang calon pun naik panggung, lalu mendendangkan satu lagu milik sang “Raja Dangdut”, seolah ingin memperlihatkan bahwa kandidat perempuan itu juga penggemar musik rakyat. Memang, di berbagai rapat akbar yang diselenggarakan partai politik, dangdut ikut mengorganisasi dan mendefinisikan “rakyat”.

Dangdut sebagai musik rakyat juga mendorong stasiun televisi swasta menghimpun bibit penyanyi unggul dalam ajang “Dangdut Mania”, semacam “Indonesian Idol” versi dangdut. Pada era 1970­an, dangdut sempat dianggap sebagai musik kampungan, sedangkan kini menjadi bagian penting dan menguntungkan bagi industri rekaman musik, film, video, pertunjukan televisi, tabloid, serta nada sambung telepon genggam.

Andrew N. Weintraub, seorang profesor dari University of Pittsburgh, merekam gerak dangdut dalam buku ini. Ia memosisikan dangdut sebagai pusat dialog tentang relasi sosial di Indonesia modern. Penulis yang merupakan pendiri dan vokalis utama Dangdut Cowboys itu percaya bahwa genre musik ini membukakan teks­teks yang dapat “bicara” mengenai kelas, gender, etnisitas, dan bangsa.

Perjalanan dangdut pun memiliki keterkaitan dengan momen­momen sejarah Indonesia. Andrew mendapati bahwa dangdut berasal dari musik dan budaya etnis Melayu­Indonesia. Dalam hal ini, Rhoma Irama berpendapat bahwa akar musik dangdut berasal dari Kesultanan Deli (Sumatera Utara) prakolonial, yang kemudian berkembang menjadi orkes Melayu pada 1950­an dan 1960­an sampai akhirnya menjadi dangdut pada era 1970­an.

Dengan melakukan penelitian mendalam, terutama wawancara dengan para pelopor dangdut awal, penulis berhasil merumuskan genre musik ini. Antara lain dengan menganalisis instrumen yang digunakan, konstruksi tonal, dan tangga nada dalam musik Melayu Deli. Ia mendapati adanya percampuran kultural. Biola diperkenalkan oleh Eropa, sedangkan tangga nada dan melodinya merupakan ciptaan melalui idiom­idiom harmonik, berbasis tangga nada yang di­perkenalkan dari Eropa atau bahkan Cina dan Timur Tengah.

Kondisi politik turut memacu perkembangan dangdut. Kebijakan Presiden Sukarno yang mengecam pengaruh budaya komersial Amerika dan Eropa membuka pintu untuk musik populer dari India dan Timur Tengah. Berbagai genre itu kemudian membentuk genre proto­dangdut. Dangdut lalu muncul sebagai dialog global antar budaya.

Hubungan antara dangdut dan negara terjalin pada pada 1978, ketika pemerintah pusat mendorong dibentuknya YAMMI (Yayasan Artis dan Musik Melayu Indonesia). Organisasi yang mendapatkan dana dari Dinas Kebudayaan Jakarta itu kemudian berubah nama pada 1980 menjadi LAMMI (Lembaga Artis Musik Melayu Indonesia).

Status musik dangdut, yang tadinya diasosiasikan dengan kalangan kelas bawah, naik tingkat karena peng­gemarnya makin meluas ke kalangan kelas atas dan pejabat negara. Namun krisis moneter 1997 sangat memukul industri musik dangdut, sehingga genre musik ini agak meredup dan kembali menjadi wacana publik ketika Inul Daratista tampil dengan goyang ngebor.

Buku ini menjadi rujukan komprehensif mengenai dangdut. Apalagi, profesor dari University of Pittsburgh itu juga mendirikan dan menjadi vokalis utama Dangdut Cowboys di Amerika. Video rekamannya yang diunggah di YouTube pun ditonton lebih dari 250.000 kali sejak Desember 2007.

Ade Faizal Alami