Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hari-hari yang Mengubah Dunia (50 Hari yang Menentukan Sejarah Dunia)

Hari-hari yang Mengubah Dunia (50 Hari yang Menentukan Sejarah Dunia)
Penulis: Hywel Williams
Penerjemah: Benyamin Hadinata
Penerbit: Erlangga, Jakarta, 2010, 210 halaman

Kemenangan Yunani atas Kekaisaran Persia dalam pertempuran Salamis adalah buah tipu daya. Themistocles, komandan armada Yunani, mengirim pesan palsu kepada Xerses, sang penguasa Persia, bahwa armadanya bersiap-siap untuk mengubah haluan. Pesan itu dipercaya, dan armada Persia bergerak menuju Selat Salamis yang sempit, tempat kapal-kapal Yunani bersiap melancarkan serangan. Di selat itu, 300 kapal Persia ditenggelamkan. Di lain pihak, Yunani hanya kehilangan 40 kapal.

Kekalahan itu membuat Persia --yang berhasil menguasai sebagian besar Yunani-- menunda propaganda penaklukan Yunani selama satu tahun. Dalam kurun waktu itu pula, Yunani berhasil mengonsolidasi diri, melupakan percekcokan antar-polis, untuk selanjutnya mengalahkan Persia dalam pertempuran Platea pada 479 SM.

Konflik Salamis tercatat sebagai perang laut terbesar pertama yang terekam dalam sejarah dunia. Juga merupakan pertempuran penting dari kisah panjang perseteruan Yunani dengan Persia. Begitu pentingnya, kontak senjata yang meletus pada 28 September 480 SM itu menjadi peristiwa pembuka dalam buku Hari-hari yang Mengubah Dunia (50 Hari yang Menentukan Sejarah Dunia) karya penulis asal Wales, Hywel Williams.

Hari-hari dalam 50 hari itu dipilih dari periode peradaban Anthena, Romawi, abad klasik, pertengahan, hingga era modern --dari abad ke-5 SM sampai abad ke-21 ini. Dimulai dari pertempuran Salamis, wafatnya Nabi Muhammad SAW, penemuan teori relativitas, hingga tragedi runtuhnya menara kembar World Trade Center pada 11 September 2001.

Peristiwa-peristiwa itu dinilai signifikan membawa dampak global. Sebab isinya mencakup kemenangan dan kekalahan militer, penemuan dan penaklukan daratan baru, wahyu religius, konspirasi dan pembunuhan, revolusi sosial, hingga kontroversi-intelektual.

Model penulisan kompilasi peristiwa sejarah seperti ini tidak bisa dibilang baru. Jika kita berselancar di jagat maya, mudah saja menemukan situs atau laman --juga blog-- agregator yang memuat kumpulan informasi bergaya trivial itu.

Buku ini berusaha berbeda dari kecenderungan tersebut. Sebab, selain disusun secara kronologis berdasarkan argumen yang relatif jelas, di dalamnya juga terdapat pemaparan proses yang meliputi keterangan waktu --sebelum dan sesudah-- peristiwa dalam masing-masing hari penting yang dipilih. Dalam proses tersebut terkandung informasi-informasi sejarah lain yang saling terhubung.

Hywel Williams dalam buku ini disebutkan sebagai seorang jurnalis dan sejarawan yang menjadi anggota kehormatan di almamaternya, University of Wales, Wales. Namun namanya lebih dikenal sebagai politikus, anggota parlemen dari Partai Plaid Cymru, yang juga memiliki perwakilan di parlemen Inggris Raya dan Eropa.

Sehingga informasi sejarah dalam 50 Hari didominasi oleh gagasan tentang kekuasaan dengan berbagai variabelnya menyangkut peristiwa yang terjadi di Eropa dengan pelaku-pelaku utama, seperti Inggris, Prancis, Spanyol, dan Jerman. Di sisi lain, minimnya catatan sejarah Asia dan Afrika meneguhkan visi oksidentalis buku ini.

Dan Hywel Williams sepertinya telah mengantisipasi potensi "gugatan" kaum orientalis atas buku ini dengan menuliskan sebuah pagar pertahanan dalam kata pengantarnya yang berbunyi: "Sudah pasti pilihan-pilihan saya merefleksikan pengalaman-pengalaman seorang penulis Eropa yang menulis dalam bahasa Inggris pada permulaan abad ke-21. Tapi kenyataan bahwa sejarah merefleksikan personalitas tidak menyebabkan sejarah semata-mata bersifat subjektif."

Namun pengantar yang sama tidak menyediakan jawaban atas pertanyaan seperti: mengapa hanya 50 hari yang dipilih? Apa yang membuat penemuan telepon dianggap lebih penting dibandingkan dengan lampu listrik, mesin uap, atau mesin cetak? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Bambang Sulistiyo