Fiqih Islam
Fiqih Islam
Penulis: Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili
Penerbit: Gema Insani, Jakarta, dan Darulfikir, Kuala Lumpur, 10 jilid, cetakan I, Agustus 2010
Kumpulan hukum yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan hamba-hamba-Nya di dunia, itulah syariah. Ada yang mengatur tata cara berkeyakinan, ada yang mengatur tata cara amal-ibadah praktis. Yang pertama dikaji dalam ilmu kalam atau tauhid; yang kedua diulas dalam ilmu fikih.
Ilmu fikih sendiri sudah ada dan berkembang secara gradual di era awal Islam, ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup. Di zaman itu, para sahabat selalu bertanya atas fenomena yang terjadi pada saat itu kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam perkembangannya, fikih selalu dibutuhkan untuk mengatur kehidupan antarmanusia, mengatur hak dan kewajiban, merealisasikan kemaslahatan, dan mencegah kemudaratan atau kerusakan.
Adapun tujuan akhir diberlakukannya fikih adalah untuk kebaikan manusia dan kebahagiaannya, baik di dunia maupun akhirat. Inilah yang membedakan fikih dari hukum-hukum atau undang-undang buatan manusia yang tidak menyentuh aspek akhirat.
Karena itu, fikih ada sepanjang keberadaan umat manusia di muka bumi ini. Dalam perkembangan modern, misalnya, fikih mampu menjawab persoalan seperti asuransi, sistem keuangan, saham, pasar modal, bayi tabung, dan seterusnya.
Dalam perkembangannya, ada puluhan ulama yang mengembangkan fikih berbasis Al-Quran dan sunah. Dalam dunia akademis, ada empat ulama yang punya pengaruh besar dalam pengembangan fikih. Mereka adalah Abu Hanifah (80-150 H), pendiri mazhab Hanafi; Imam Malik bin Anas (93-179 H), pendiri mazhab Maliki; Muhammad bin Idris asy-Syafi'i (150-204), pendiri mazhab Syafi'i; dan Ahmad bin Hambal asy-Syaibani (164-241 H), pendiri mazhab Hambali. Mereka dikenal sebagai pendiri mazhab besar di dunia Islam. Ulama-ulama setelah mereka selalu merujuk kepada salah satu atau keempatnya.
Di era modern ini, Syekh Sayyid Sabiq asal Mesir, dengan karyanya, Fikih Sunnah, cukup fenomenal. Sayyid Sabiq, yang dikenal dekat dengan pendiri Al-Ikhwan, Hasan al-Banna, meluncurkan karyanya pada 1940-an. Karya ini sampai sekarang masih menjadi rujukan umat Islam dunia, termasuk di Indonesia. Juga ada Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy, asal Mesir, yang meluncurkan buku bertitel sama: Fikih Sunnah. Dibandingkan dengan Fikih Sunnah karya Sayyid Sabiq, karya Al-Azazy ini lebih sederhana dan cukup ringkas.
Adapun Fiqih Islam karya Wahbah Az-Zuhaili, asal Suriah, adalah karya mutakhir ulama kontemporer pada saat ini. Terdiri dari 10 jilid, buku ini mengupas A sampai Z tentang apa dan bagaimana fikih. Bahasannya komprehensif, menghimpun semua pendapat mazhab (termasuk di luar empat mazhab yang masyhur itu), serta merujuk pada Al-Quran dan sunah yang sahih.
Sentuhan Wahbah cukup membumi. Hal ini dibuktikan dengan "hanya" membahas hal-hal yang praktikal dan menghindari sesuatu yang sifatnya rekaan alias tidak lagi berlaku di muka bumi ini. Masalah perbudakan, misalnya. Karena tak lagi relevan di era modern ini, persoalan perbudakan pun tidak dibahas dalam buku ini. Sebaliknya, hal-hal yang menyangkut ibadah dan persoalan komtemporer, seperti sistem perbankan, pasar modal, dan asuransi, diuraikan secara detail.
Walhasil, karya Wahbah ini bisa dijadikan rujukan oleh berbagai kalangan guna menjalani roda kehidupan sesuai dengan yang telah digariskan-Nya. Arahnya jelas: agar selamat sampai tujuan!
Herry Mohammad
Penulis: Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili
Penerbit: Gema Insani, Jakarta, dan Darulfikir, Kuala Lumpur, 10 jilid, cetakan I, Agustus 2010
Kumpulan hukum yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan hamba-hamba-Nya di dunia, itulah syariah. Ada yang mengatur tata cara berkeyakinan, ada yang mengatur tata cara amal-ibadah praktis. Yang pertama dikaji dalam ilmu kalam atau tauhid; yang kedua diulas dalam ilmu fikih.
Ilmu fikih sendiri sudah ada dan berkembang secara gradual di era awal Islam, ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup. Di zaman itu, para sahabat selalu bertanya atas fenomena yang terjadi pada saat itu kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam perkembangannya, fikih selalu dibutuhkan untuk mengatur kehidupan antarmanusia, mengatur hak dan kewajiban, merealisasikan kemaslahatan, dan mencegah kemudaratan atau kerusakan.
Adapun tujuan akhir diberlakukannya fikih adalah untuk kebaikan manusia dan kebahagiaannya, baik di dunia maupun akhirat. Inilah yang membedakan fikih dari hukum-hukum atau undang-undang buatan manusia yang tidak menyentuh aspek akhirat.
Karena itu, fikih ada sepanjang keberadaan umat manusia di muka bumi ini. Dalam perkembangan modern, misalnya, fikih mampu menjawab persoalan seperti asuransi, sistem keuangan, saham, pasar modal, bayi tabung, dan seterusnya.
Dalam perkembangannya, ada puluhan ulama yang mengembangkan fikih berbasis Al-Quran dan sunah. Dalam dunia akademis, ada empat ulama yang punya pengaruh besar dalam pengembangan fikih. Mereka adalah Abu Hanifah (80-150 H), pendiri mazhab Hanafi; Imam Malik bin Anas (93-179 H), pendiri mazhab Maliki; Muhammad bin Idris asy-Syafi'i (150-204), pendiri mazhab Syafi'i; dan Ahmad bin Hambal asy-Syaibani (164-241 H), pendiri mazhab Hambali. Mereka dikenal sebagai pendiri mazhab besar di dunia Islam. Ulama-ulama setelah mereka selalu merujuk kepada salah satu atau keempatnya.
Di era modern ini, Syekh Sayyid Sabiq asal Mesir, dengan karyanya, Fikih Sunnah, cukup fenomenal. Sayyid Sabiq, yang dikenal dekat dengan pendiri Al-Ikhwan, Hasan al-Banna, meluncurkan karyanya pada 1940-an. Karya ini sampai sekarang masih menjadi rujukan umat Islam dunia, termasuk di Indonesia. Juga ada Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy, asal Mesir, yang meluncurkan buku bertitel sama: Fikih Sunnah. Dibandingkan dengan Fikih Sunnah karya Sayyid Sabiq, karya Al-Azazy ini lebih sederhana dan cukup ringkas.
Adapun Fiqih Islam karya Wahbah Az-Zuhaili, asal Suriah, adalah karya mutakhir ulama kontemporer pada saat ini. Terdiri dari 10 jilid, buku ini mengupas A sampai Z tentang apa dan bagaimana fikih. Bahasannya komprehensif, menghimpun semua pendapat mazhab (termasuk di luar empat mazhab yang masyhur itu), serta merujuk pada Al-Quran dan sunah yang sahih.
Sentuhan Wahbah cukup membumi. Hal ini dibuktikan dengan "hanya" membahas hal-hal yang praktikal dan menghindari sesuatu yang sifatnya rekaan alias tidak lagi berlaku di muka bumi ini. Masalah perbudakan, misalnya. Karena tak lagi relevan di era modern ini, persoalan perbudakan pun tidak dibahas dalam buku ini. Sebaliknya, hal-hal yang menyangkut ibadah dan persoalan komtemporer, seperti sistem perbankan, pasar modal, dan asuransi, diuraikan secara detail.
Walhasil, karya Wahbah ini bisa dijadikan rujukan oleh berbagai kalangan guna menjalani roda kehidupan sesuai dengan yang telah digariskan-Nya. Arahnya jelas: agar selamat sampai tujuan!
Herry Mohammad