Modernisasi Armada Perikanan
Modernisasi Armada Perikanan
Penulis: Dr. Ir. Yulistyo Mudho, MSc
Penerbit: Cakra Books, Jakarta, Desember 2011, xii+169 halaman
Sebagai negara maritim, perekonomian Indonesia sangatlah potensial jika dikembangkan melalui dunia perikanan. Pemanfaatan sumber daya laut dengan dukungan armada-armada perikanan yang modern merupakan langkah yang dinilai positif. Sayang, kondisi armada perikanan kita saat ini masih belum berkembang, sehingga hasilnya masih jauh dari maksimal.
Ambil contoh di Kebumen, Jawa Tengah. Produksi perikanan laut di sana masih masuk dalam golongan rendah, yakni hanya 2.000 ton per tahun. Padahal, potensi sumber daya perikanan lautnya mencapai 662.000 ton per tahun. Melihat potensi yang besar itu, modernisasi kapal adalah upaya pemajuan yang realistis.
Tanpa modernisasi armada, tidak mungkin maksimalisasi produksi perikanan akan berhasil. Untuk itu pun masih perlu upaya peningkatan kemampuan para nelayan, sekaligus mengubah kultur dari penggunaan kapal kecil ke kapal besar. Setidaknya, itulah inti masalah yang diungkap penulis buku ini.
Buku yang berawal dari hasil penelitian selama enam tahun ini memfokuskan pembahasannya pada modernisasi armada perikanan di Maluku Utara. Dari kajiannya, Yulistio menjelaskan, sumber daya perikanan Maluku Utara yang jumlahnya lebih dari 500.000 ton per tahun merupakan potensi yang besar. Terlebih, pemerintah telah menetapkan Maluku sebagai lumbung perikanan nasional. Pembangunan sektor perikanan dan kelautan di kawasan ini memiliki prospek yang cerah. Bahkan, dari kajiannya, Yulistyo menemukan, sektor ini bisa dikembangkan menjadi kegiatan ekonomi yang strategis, tangguh, dan berkelanjutan.
Sayangnya, potensi yang ada itu masih belum optimal karena beragam keterbatasan. Salah satunya adalah menciutnya alat-alat produksi akibat konflik yang pernah melanda daerah tersebut. Selain itu, juga keterbatasan dalam kemampuan tangkapan para nelayan karena armadanya masih tertinggal. Lebih dari 70% kapal yang digunakan warga di Maluku Utara adalah kapal motor tempel dan armada tanpa motor. Potensi perikanan dan kelautan itu baru akan maksimal dimanfaatkan bila seluruh armada yang ada di kawasan itu dimordernisasi. Kondisi serupa sebenarnya dialami dunia perikanan Indonesia pada umumnya.
Menurut catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, modernisasi armada perikanan di Indonesia memang cukup mendesak. Data yang ada menunjukkan, 70,82% atau 402.240 unit armada perikanan nasional pada 2010 masuk kategori perahu tanpa motor dan perahu motor tempel. Untuk kapal motor, 66,13% di antaranya berukuran kurang dari lima gross tonnage (GT). Selebihnya adalah kapal motor berukuran lima hingga di atas 200 GT.
Dalam kajiannya, Yulistyo tidak hanya melihat perlunya modernisasi armada perikanan, khususnya di Maluku Utara. Modernisasi itu juga perlu menyentuh pembentukan pasar, pembangunan fasilitas pengolahan, dan prasarana pelabuhan. Semua itu dirumuskan dalam sebuah kebijakan yang terpadu untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam kaitan modernisasi armada, misalnya. Yulistyo melihat, kawasan Maluku Utara perlu mengembangkan armada pole and line di atas 10-30 GT dan armada bottom headline di bawah 10 GT. Ia menyarankan, pemerintah daerah setempat harus mampu mengendalikan pengoperasian armada purse seine, terutama karena tidak ramah lingkungan.
Dengan kata lain, dalam bahasa Sekjen Kiara (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan), Riza Damanik, modernisasi yang diterapkan jangan sampai sekadar modernisasi semu. Segala hal yang berkaitan dengan hambatan praktis jangan sampai menjadi kendala. Selain itu, modernisasi bidang perikanan dan kelautan mesti mampu memenuhi kebutuhan pangan, sekaligus tetap menjaga kelestarian alam.
Walau fokusnya kajian modernisasi armada perikanan di Maluku Utara, dari buku ini kita memperoleh gambaran cukup menyeluruh ihwal beragam aspek dunia perikanan dan kelautan. Yulistyo tidak hanya membedah aspek pengadaan sarana produksi, melainkan juga aspek proses produksi. Ia tidak cuma menganalisis aspek pengolahan, melainkan juga aspek pemasaran dan pemanfaatan sumber daya yang ada.
Edmiraldo Nanda Nopan Siregar
Penulis: Dr. Ir. Yulistyo Mudho, MSc
Penerbit: Cakra Books, Jakarta, Desember 2011, xii+169 halaman
Sebagai negara maritim, perekonomian Indonesia sangatlah potensial jika dikembangkan melalui dunia perikanan. Pemanfaatan sumber daya laut dengan dukungan armada-armada perikanan yang modern merupakan langkah yang dinilai positif. Sayang, kondisi armada perikanan kita saat ini masih belum berkembang, sehingga hasilnya masih jauh dari maksimal.
Ambil contoh di Kebumen, Jawa Tengah. Produksi perikanan laut di sana masih masuk dalam golongan rendah, yakni hanya 2.000 ton per tahun. Padahal, potensi sumber daya perikanan lautnya mencapai 662.000 ton per tahun. Melihat potensi yang besar itu, modernisasi kapal adalah upaya pemajuan yang realistis.
Tanpa modernisasi armada, tidak mungkin maksimalisasi produksi perikanan akan berhasil. Untuk itu pun masih perlu upaya peningkatan kemampuan para nelayan, sekaligus mengubah kultur dari penggunaan kapal kecil ke kapal besar. Setidaknya, itulah inti masalah yang diungkap penulis buku ini.
Buku yang berawal dari hasil penelitian selama enam tahun ini memfokuskan pembahasannya pada modernisasi armada perikanan di Maluku Utara. Dari kajiannya, Yulistio menjelaskan, sumber daya perikanan Maluku Utara yang jumlahnya lebih dari 500.000 ton per tahun merupakan potensi yang besar. Terlebih, pemerintah telah menetapkan Maluku sebagai lumbung perikanan nasional. Pembangunan sektor perikanan dan kelautan di kawasan ini memiliki prospek yang cerah. Bahkan, dari kajiannya, Yulistyo menemukan, sektor ini bisa dikembangkan menjadi kegiatan ekonomi yang strategis, tangguh, dan berkelanjutan.
Sayangnya, potensi yang ada itu masih belum optimal karena beragam keterbatasan. Salah satunya adalah menciutnya alat-alat produksi akibat konflik yang pernah melanda daerah tersebut. Selain itu, juga keterbatasan dalam kemampuan tangkapan para nelayan karena armadanya masih tertinggal. Lebih dari 70% kapal yang digunakan warga di Maluku Utara adalah kapal motor tempel dan armada tanpa motor. Potensi perikanan dan kelautan itu baru akan maksimal dimanfaatkan bila seluruh armada yang ada di kawasan itu dimordernisasi. Kondisi serupa sebenarnya dialami dunia perikanan Indonesia pada umumnya.
Menurut catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, modernisasi armada perikanan di Indonesia memang cukup mendesak. Data yang ada menunjukkan, 70,82% atau 402.240 unit armada perikanan nasional pada 2010 masuk kategori perahu tanpa motor dan perahu motor tempel. Untuk kapal motor, 66,13% di antaranya berukuran kurang dari lima gross tonnage (GT). Selebihnya adalah kapal motor berukuran lima hingga di atas 200 GT.
Dalam kajiannya, Yulistyo tidak hanya melihat perlunya modernisasi armada perikanan, khususnya di Maluku Utara. Modernisasi itu juga perlu menyentuh pembentukan pasar, pembangunan fasilitas pengolahan, dan prasarana pelabuhan. Semua itu dirumuskan dalam sebuah kebijakan yang terpadu untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam kaitan modernisasi armada, misalnya. Yulistyo melihat, kawasan Maluku Utara perlu mengembangkan armada pole and line di atas 10-30 GT dan armada bottom headline di bawah 10 GT. Ia menyarankan, pemerintah daerah setempat harus mampu mengendalikan pengoperasian armada purse seine, terutama karena tidak ramah lingkungan.
Dengan kata lain, dalam bahasa Sekjen Kiara (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan), Riza Damanik, modernisasi yang diterapkan jangan sampai sekadar modernisasi semu. Segala hal yang berkaitan dengan hambatan praktis jangan sampai menjadi kendala. Selain itu, modernisasi bidang perikanan dan kelautan mesti mampu memenuhi kebutuhan pangan, sekaligus tetap menjaga kelestarian alam.
Walau fokusnya kajian modernisasi armada perikanan di Maluku Utara, dari buku ini kita memperoleh gambaran cukup menyeluruh ihwal beragam aspek dunia perikanan dan kelautan. Yulistyo tidak hanya membedah aspek pengadaan sarana produksi, melainkan juga aspek proses produksi. Ia tidak cuma menganalisis aspek pengolahan, melainkan juga aspek pemasaran dan pemanfaatan sumber daya yang ada.
Edmiraldo Nanda Nopan Siregar